Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan Ibu
Kami berpamitan ke rumah nenek.
"Assalamu'alaikum, bi' nenek mana?"
"Wa'alaikum salam, ada Rai di dalam lagi sarapan. Sana masuk saja!" Bibi melanjutkan menyapu halaman.
"Nek, kami pamit mau main ke rumah Ibu".
"Oh iya kalian mau ke rumah Halimah, sebentar nenek akan ambil sesuatu. nenek beranak dari duduknya masuk ke dapur. Mencuci tangan dan mengambil kresek hitam di tangannya.
"Ini Rai, nenek titip untuk mertuamu."
"Terima kasih nek." Kak Firman menimpali.
"Fir kamu betah kan tinggal dengan Raisya?" nenek berbasa basi.
"tentu nek," jawabnya tersenyum.
baru kali ini aku melihat suamiku tersenyum, ternyata senyumnya manis. Tapi sayang jarang ditampakkan.
"Ya sudah sana berangkat, hati-hati di jalan maski rumah Firman dekat kita kan gk tahu entah ada batu kelikir atau kayu yang menghalangi perjalanan kalian." Canda nenek
"Iya nek, kami berangkat dulu. Assalamu'alaikum."
pamit kami dan mencium tangan nenek.
Tidak lupa kami juga berpamitan kepada bibi. Nenek memang hanya tinggal berdua dengan bibi. Anak bibi sudah pulang kembali ke rumah suaminya keesokan hari setelah acara resepsi kami.
Kami naik motor milik kak Firman, hanya butuh waktu 1 menit kami sudah tiba di rumah kak Firman.
"Assalamu'alaikum." kami mengucapkan salam bersamaan.
"wa'alaikum salam." jawab orang-orang yang ada di rumah kak Fir.
Di sna ramai sekali, kelihatan memang sedang berkumpul. Ada kak Fadil Kakak suamiku dan Mbak Ira Istrinya serta ke empat anaknya, Fida, Azis, Ruhi dan yang masih bayi namanya Raka. Ada adik kak Firman juga namanya Tama. Sebenarnya dia 2 tahun lebih tua dariku. Tapi karna posisi dia adik iparku, jadi dia memanggilku mbak. Jangan lupakan si Agus dan adiknya Dina yang juga da di sana sepupu kak Firman yang memang rumahnya berdempetan dengan rumah Kak Firman.
Aku mencium tangan ibu mertua dan tak lupa bersalaman kepada ipar dan keponakan kak Fir.
"Ke sini masih naik motor kak fir? manja amat sih jalan bentar juga udah sampai." ledek Agus.
"Biarin sih, kasihan istriku ntar kakinya lecet". dia membalas candaan sepupunya.
Hatiku sedikit menghangat rupanya dia pintar sekali menyembunyikan keadaan kami yang sebenarnya.Dan sebenarnya dia cukup humble dengan orang lain, tapi tidak kepadaku.
"Sudah sarapan nak?" tanya ibu mertua kepadaku dengan lembut.
"Sudah tadi bu di rumah." jawabku dengan senyuman.
"Ehm, kayaknya rambutnya basah nih kak! abis keramas berpa kali?" Agus tak ada hentinya menggoda kami.
"Ya kan tadi malem malam jum'at bro.Jomblo dilarang mikir keras haha."
dia kembali menimpali candaan Agus
Kalau diperhatikan sebenarnya suamiku ini senang bercanda, tapi entah kenapa ketika bersamaku seakan jiwa dan raganya tidak menyatu. Tapi bersama keluarganya dia menjadi sosok yang hangat.
"Menginaplah di sini Fir semalam dua malam" kata ibunya.
"Besok Fir mau ke kota B dulu bu ada kerjaan yang Fir tinggalkan karna harus mengurus pernikahan kemarin."
"Istrimu kamu bawa Fir?"tanya ibu lagi, dan menoleh kepadaku.
"Tidak bu, aku hanya sehari di sana kasian kalu dia aku bawa nantik capek."
"Oh" hanya itu jawaban ibu, aku melihat ada kekhawatiran di mata orang yang melahirkan suamiku itu.
Setidaknya aku tahu bahwa suamiku besok akan pergi,meski dia tidak akan melibatkan aku. Kami pun bercakap cukup lama di sana. Siang hari kami pamit pulang setelah kami ikut makan siang bersama dengan keluarga suamiku.
Di teras rumah kami berkumpul, setidaknya aku merasakan kehangatan di rumah Kak Firman. Mbak Ira mengambil camilan dari dapur.
"Ayo dik dicoba, ini tadi mbak bikin cake tape. Tapi kalau nggak enak dimaklumi ya, soalnya baru coba resep." Mbak ira menawarkan piring yang berisi potongan cake tape kepadaku.
Aku mengambil satu potong dan mencobanya. "enak mbak, rasanya tidak terlalu manis, saya suka."
"Yang bener dik? wah kalau begini nanti siap-siap sering bikin. Pasti suami dan anak-anak minta terus."
"Mbak pinter masak ya?"
"Ya lumayan dik, dulu sih sama sekali nggak bisa. Tapi setelah menikah mulai belajar. Kalau kamu mau nanti mbak ajari."
"Iya tentu mau, terima kasih mbak," antusiasku.
"Iya sama-sama." Jawabnya dengan tulus.
Yang lain ikut mencoba cake tape buatan mbak Ira, sampai piringnya pun kosong.
Karna sudah lumayan lama kami main di rumah Ibu, Kak Firman mengajakku pulang.
"Ibu di mana mbak?" tnya Kak Firman kepada Mbak Ira.
"Ada di kamar, udah mau balik Fir?"
"Iya mbak, aku ke kamar Ibu dulu," pamitnya.
Aku dan Kak Firman menghampiri Ibu di kamar.
"Kami pulang dulu bu..",pamitnya kepada Ibu.
"Iya Fir, Ibu titip Raisaya...perlakukan dia dengan baik nak, dia istrimu. Bagaimanapun dia tnggung jawabmu."pesan ibu dengan suara lirih. Meski begitu aku mendengarnya.
jlep
Perkataan Ibu menembus perasaanku. Beliau seakan tahu akan perasaanku. Mungkin karna beliau adalah Ibunya, naluri seorang Ibu sangat kuat jika menyangkut anaknya. Seharusnya Kak Fir yang Ibu titipkan kepadaku, tapi ini sebaliknya.
"hmm! Fir usahakan, do'akan saja. Assalamu'alaikum."
Kami mencium tangan Ibu. Ibu membelai kepalaku yang tertutup jilbab. Dan memberikan satu senyuman getir yang bisa aku tangkap dari penglihatanku. Mata seorang Ibu yang mengharapkan kebahagiaan anaknya. Kulihat di mata itu ada kegelisahan.
"Wa'alaikum salam."
Tak lupa aku juga berpamitan kepada saudaranya, kakak ipar dan keponakannya. kami pun beranjak pergi dari rumah Ibu.
-
-
*** see you again kakak readers 🤗***