Berawal dari menemukan seekor kadal di sawah ladangnya, Kadal yang tak lajim. Ekor ( buntut ) bercabang dua, dan berlekuk seperti lekuk keris.
Bu Surmi, wanita paruh baya yang menemukan kadal tersebut.
Namun naas, bagi hewan tersebut yang dibunuh mati oleh Bu Surmi. entah apa alasannya.
***
Namun siapa sangka.
Ternyata kadal itu kadal Jejadian dari sebuah JIMAT PUSAKA yang akan diturunkan pada Surmi. Sebagai salah satu keturunan dari cerita legenda Eyang Cakra Buana. Ratusan tahun silam.
Karena telah membunuhnya, akhirnya Bu Surmi terpaksa harus meminta maaf pada Eyang Cakra Buana yang akhirnya Bu Surmi pun dimaafkan, bahkan pada akhirnya, Bu Surmi sah diwarisi Keris Jimat Pusaka dari leluhurnya itu.
Namun sayang, Keris Jimat Pusaka itu banyak yang menginginkannya terutama dari kalangan para demit dan siluman.
Apakah Bu Surmi bisa menggunakannya, ketika mendapatkan Jimat tersebut?
Dan siapakah yang akan TERKENA TULAH dari Jimat Pusaka tersebut....!??"
Yuk disimak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abah NasMuf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TTJL Bab 25. Di Tempat Kakek Sura
Baru saja si Japran dan teman-teman nya mau menjalankan aksinya. Tanpa mereka ketahui tiba-tiba dari balik rerimbunan ada kelebat sosok kakek tua yang masuk ke tengah-tengah mereka.
"Bugh.. Plak.. Bugh.. Plak..Bugh...Plak.. "
Beberapa pukulan dan tamparan bertubi-tubi ke arah anak buah ki Durgala. Membuat semuanya terpental ke belakang dengan pekikan serta jeritan dari masing-masing anak buah Durgala yang merasakan sakit tak terkira. Hingga membuat mereka tak sadarkan diri. Entah mati, entah pingsan. Karena kejadiannya hanya beberapa detik saja. Suara jeritan dan pekikan mereka pun tak terdengar lagi. Hingga suasana kembali hening seperti semula.
Dan Bu Surmi sendiri sudah tidak ada di tempat itu. Karena sosok kakek tua yang baru saja datang tiba-tiba, telah membawanya berkelebat secepat kilat pergi ke arah barat dan langsung menghilang.
*******
Sang Surya sudah hampir terbenam di ufuk Barat. Menimbulkan seruak sinar berwarna kuning bercampur dengan warna jingga di angkasa sebelah Barat.
Gumpalan awan yang berjalan beriringan serta ribuan lebih burung-burung beterbangan ikut menghiasi ketika senja tiba.
Desiran udara pegunungan yang menggoyang goyangkan dedaunan dan pucuk-pucuk pepohonan seolah berirama dengan kicauan burung perkutut dan suara tonggeret yang menambah keberagaman rasa bagi setiap insan yang mendengarnya dikala senja.
Di lereng bukit Halimun ada sebuah bangunan rumah kecil yang hampir semua material bahannya dari bambu. Dari mulai tiang, alas, dinding hingga atapnya yang dibelah menjadi dua dan ditumpuk dengan cara saling sambung.
Halamannya yang sedikit luas penuh dengan berbagai tanaman sayur, dari mulai cabai, tomat, cipir dan sebagainya sekira yang bisa dikonsumsi sebagai lauk pauk ketika makan. Di sebelah utara bagunan saung itu ada beberapa petak sawah palawija yang masih menghijau. Sedangkan di Sebelah baratnya terdapat air terjun yang sangat jernih airnya dan tidak deras.
Suasananya sungguh sangat memanjakan mata bagi siapa saja yang berada di sana.
Dari dalam bangunan yang tidak terlalu besar itu, tampak seorang kakek tua entah berapa puluh tahun usianya. Namun kelihatannya si Kakek masih sangat energik. Apalagi kalau diperhatikan dari tatapan mata nya yang tajam penuh wibawa dan kharisma.
Di depan Sang Kakek tampak dua perempuan yang berbeda usia. Antara 60 an dan 40 an.
Kedua perempuan itu tampaknya baru sadar setelah sekian jam mengalami ketidaksadaran, seperti orang pingsan.
"Hmmm rupanya Kalian sudah sadar. Nak." Terdengar si Kakek itu menatap wajah kedua perempuan itu yang berbarengan mengerjap ngerjapkan kedua bola matanya, dan hampir berbarengan pula, keduanya bangun lalu duduk bersimpuh di depan sang kakek.
Adalah Ki Suradipa manggala. Kakek yang puluhan tahun usianya tapi masih kelihatan gagah berwibawa.
Dan kedua perempuan itu adalah Bu Surmi dan Mbok Darsih yang berhasil diselamatkan dari kejahatan Ki Durgala dan anak buahnya.
Yang membawa Mbok Darsih adalah si jalu. Orang Utan misterius asuhan Kakek Sura. Dan yang membawa Bu Surmi adalah Kakek Sura sendiri.
Bu Surmi dan Mbok Darsih akhirnya sudah sampai ke tempatnya Kakek Sura.
Beberapa detik kemudian Mbok Darsih menyalami si kakek salam hormat seorang murid pada gurunya. Kemudian disusul Bu Surmi yang menyalami Kakek Sura.
"Selamat datang di tempat kakek. Cucuku. Dan selamat datang juga buat Kamu, Darsih muridku. Terima kasih telah mengantar cucuku ke tempat ini."
"Salam bakti Saya buatmu, Guru, bagaimana kabar Guru? mohon maaf, Saya baru bisa ke sini lagi dan mohon maaf pula. Saya nggak bisa menjaga Nyi Surmi." Ujar Mbok Darsih takzim dan penuh pengakuan pada kakek Sura.
Mendengar penuturan Mbok Darsih, Kakek Sura terkekeh. terpancar dari aura wajahnya rasa bangga diri mempunyai murid seperti Darsih.
"Heheheh. Kamu tidak perlu minta maaf pada Kakek. Karena bagi Kakek, kamu termasuk orang yang bertanggungjawab ketika diberikan amanah. Adapun yang menimpa tadi pada kamu dan pada Surmi, biarkanlah, yang penting kalian berdua selamat." Jelas Kakek Sura. Membuat hati Mbok Darsih merasa lega. Tadinya ia khawatir, gurunya akan marah padanya karena tidak mampu menjaga Bu Surmi dari cengkraman orang jahat, Ki Durgala dan teman-temannya.
"Saya juga mengucapkan banyak terimakasih pada Kakek. Karena, tanpa bantuan Kakek, nggak kebayang bagaimana nasib Saya setelah jadi korban kebiadaban para berandal itu. Kek." Bu Surmi menambahkan. Nampak matanya berkaca-kaca. Dan tengkuknya merasa bergidik ketika teringat, anak buah Durgalasena akan melecehkannya.
"Hehehe...tidak akan Kakek biarkan orang-orang jahat akan melukaimu, Nak." Kakek Sura terkekeh lagi.
"O iya. Kalau kalian sudah beristirahat cukup, dan tidak lelah silahkan untuk membersihkan badan dulu. Kemudian makan di dapur. Nanti malam kita langsung ke puncak Gunung Halimun. Jangan sampai terlambat." Ucap Kakek Sura.
"Apa saya juga ikut, Guru. keperluannya hanya ke Nyi Surmi. Kan?" Tanya Mbok Darsih.
"Kamu boleh menunggu di sini dulu, Darsih. Kecuali nanti ada panggilan dari Eyang. Nanti kakek kabari dan biar si Jalu yang akan menjemputmu." Jawab Kakek Sura.
"Baik Guru, O Iya...serasa diingatkan, kalau si Jalu lagi kemana, Guru. Dari tadi tidak kelihatan?" Mbok Darsih menanyakan si Jalu. Orang Utan yang tadi menyelamatkan Mbok Darsih.
"Ada. Kalau sore begini, Dia lagi kumpul-kumpul dengan temannya. Hehe. Kecuali kalau Kakek panggil pasti Dia datang." Jawab Kakek Sura singkat tak lepas dari kekehannya.
Beberapa menit kemudian, Suasana pun hampir menjadi gelap, sepertinya Sang Surya sudah membenamkan dirinya di Ufuk Barat. Bu Surmi dan Mbok Darsih langsung membersihkan diri di belakang rumah kecil milik Kakek Sura, di sana ada kolam ikan yang di atasnya dibangun tempat khusus sebagai tempat pemandian dan juga buang air besar. Sungguh asri nan indah tempat Kakek Sura. Udara nya yang sangat sejuk alami dan juga sangat mendamaikan hati bagi siapa saja yang berada di sana.
Sementara, Kakek Sura mulai menyalakan damar cempor yang menempel di setiap sudut ruangan. Hari pun sudah gelap.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
tolong bantu dari pihak Mangotoon nya....
kayak nama tetangga ku hHaha
lanjut yuk... ber Horor ria.... hehehe