Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, seorang pria yang sedang kelaparan malah di suguhi pemandangan yang tidak menyenangkan.
Bagaimana kisahnya mari kita ikuti bersama.
Oh iya, ini cerita author yang perdana.. jadi maklumin ya kalau masih belepotan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hum@ira211, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Multi talenta
Pada episode sebelumnya dikisahkan bahwa kakek Soedono sangat sedih ditinggalkan cucunya yaitu Sulastri dan segera memerintahkan asisten kepercayaannya untuk mencari dimana cucunya itu berada.
Sedangkan David juga menyuruh orang bayarannya untuk mengejar Sulastri dan merampas barang yang telah diambil Sulastri dan kawan kawannya, karena jika barang itu sampai kepada pimpinan perusahaan dimana David bekerja maka akan mengancam kedudukannya bahkan mungkin ia akan tamat.
Beberapa waktu berlalu akhirnya Sulastri memutuskan untuk membangun sendiri perusahaanya mulai dari bawah, ia mengajak sahabat nya Nina menjadi rekan sekaligus asisten pribadinya.
Dan pada suatu hari dalam situasi yang gawat, Sulastri bertemu beberapa kali dengan seorang pria yang mejadi Tuan penolongnya yang bernama Adi, dan sekarang dia dipekerjakan sebagai seorang sopir sekaligus pengawal pribadinya karena belakangan ini Sulastri mengalami beberapa kali peristiwa yang mengancam keselamatan nya.
...*Present time*...
Mobil yang membawa Sulastri dan Nina saat ini sedang melaju di jalan tol yang sedikit ramai. Adi yang berada dibalik kemudi sesekali melirik ke arah spion dalam memperhatikan Sulastri yang nampak gelisah dan khawatir.
Nina yang duduk di sebelah Sulastri tengah sibuk berbalas pesan WA dengan seorang mandor lapangan di lokasi proyek yang sedang mereka tuju. Wajahnya nampak tegang, betapa tidak proyek yang mereka tangani saat ini adalah salah satu yang terbesar dan merupakan proyek prioritas mereka. Ini bisa dibilang menjadi tolak ukur keberhasilan mereka dimasa depan.
Sementara itu di lokasi proyek, dua orang pria nampak sedang berdebat di depan sebuah bangunan yang baru setengah jadi. Beberapa orang nampak duduk bergerombol menyaksikan perdebatan keduanya dari jauh.
Dua orang yang bukan lain adalah pengawas dan pemilik bangunan( sebut saja Owner), masing-masing saling mempertahankan pendapatnya. Owner meminta beberapa perubahan menurut pandangannya sedangkan pengawas masih tetap berpedoman pada gambar yang telah disepakati.
Disinilah owner merasa tidak dihargai dan mengancam akan menghentikan proses pembangunannya jika ia tidak mendapatkan solusi yang terbaik.
Sementara itu seseorang yang berdiri tak jauh dari keduanya nampak gelisah dan sesekali melirik ke ponselnya, berharap orang yang dia tunggu tunggu segera sampai sebelum terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Dia adalah mandor proyek yang menghubungi Nina agar segera datang untuk menyelesaikan masalah ini.
Beberapa saat kemudian Nina dan rombongan sampai di lokasi. Nina segera menemui Bang Mandor, meminta keterangan sedetail mungkin, sementara Sulastri menemui pengawas dan owner nya.
"Selamat pagi pak Budi, mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.." sapa Sulastri sembari sedikit membungkuk memberi hormat.
Orang yang di sapa pak Budi itu balas membungkuk dan memberi salam kepada Sulastri.
"Jika berkenan kita bicarakan masalah ini di dalam workshop saja pak?" tanya Sulastri.
" Oh... Boleh Bu Sulastri.. Silahkan ." jawab pak Budi setuju.
Workshop disini adalah sebuah ruangan kantor sederhana yang dibuat sementara dari kayu berdinding triplek, tempat untuk team pelaksana, pengawas dan mandor untuk berdiskusi dan menyimpan peralatan mesin, sering juga di sebut bedeng proyek.
Pak Budi duduk di seberang meja berhadapan dengan Sulastri, sementara Nina, pengawas dan mandor duduk di sisa kursi yang ada di tempat itu. Adi yang datang belakangan hanya berdiri di belakang Sulastri.
Suasana di ruangan itu agak panas, selain karena sempit juga karena rasa tegang menyelimuti diri masing masing. Apalagi hanya ada satu kipas dinding di ruangan itu menyebabkan keringat merintis di dahi setiap orang.
Untuk mengurangi hawa panas Bang mandor berinisiatif menghidangkan minuman dingin yang diambilnya dari lemari pendingin portabel yang tersedia di sudut ruangan.
"Baiklah pak Budi, apa yang ingin Anda sampaikan kami siap mendengarkan" kata Sulastri membuka pertemuan dengan memberi kesempatan pertama untuk bicara kepada pak Budi.
Dengan bahasa khas nya pak Budi menyampaikan semua yang dia inginkan mengenai apa apa yang perlu dirubah, terutama mengenai tampak depan bangunan itu.
"Saya memang tidak mengerti kontruksi dan proses pembangunannya, tapi seperti itulah gambaran keinginan saya.." kata pak Budi setelah menuturkan panjang lebar.
"Baiklah pak Budi, saya mengerti.." jawab Sulastri menanggapi.
"Pak pengawas dan mandor.. Apa bisa di jalankan?" tanya Sulastri pada kedua bawahannya itu.
"Itu akan sulit sekali bu, disamping nantinya mengurangi kekuatan bangunan juga ." jawab pengawas.
"Bagaimana dengan pendapat mu bang mandor..?" tanya Sulastri mengulang.
"Saya sependapat dengan pengawas bu ..." jawab sang mandor, meskipun ada jawaban lain tapi dia sungkan pada si pengawas.
Adi yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka telah memahami keinginan pak Budi dan mengetahui solusi yang tepat, namun untuk ikut berbicara dia merasa tidak pantas karena dia hanyalah seorang sopir. Jadi dia memilih untuk diam saja.
Beberapa saat berlalu tanpa ada usulan yang membuat pak Budi merasa puas, hingga pada akhirnya Adi pun memberanikan diri untuk menyampaikan pendapatnya.
"Maaf Bu Sulastri, kalau boleh saya ingin menyampaikan usulan saya.." kata Adi, ia memanggilnya ibu karena sedang bersama klien.
"Oh .. Silahkan Bang Adi.." Sulastri memberi isyarat agar lebih mendekat.
Adi mengambil tempat berdiri diantara Sulastri dan pak Budi lalu mengambil selembar kertas HVS dan sebuah spidol yang tersedia di atas meja. Ia mulai membuat sketsa rumah yang menjadi perdebatan secara sederhana.
"Mohon ijin pak Budi.. Jika bapak menginginkan yang seperti ini, maka diperlukan penguatan struktur di bagian ini dan ini ......." begitulah Adi menerangkan.
Pak Budi mendengarkan dengan seksama apa yang dijelaskan oleh Adi, begitu pula Sulastri dan Nina, mereka terpana melihat kepiawaian Adi menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
"Baiklah, saya setuju dengan pendapat kamu." kata pak Budi.
"Bu Sulastri, laksanakan sesuai penjelasan dia" lanjutnya sambil menunjuk ke arah Adi.
"Tapi pak Budi, soal anggarannya..." kata Sulastri..
"Saya mengerti maksud Anda Bu Sulastri," pak Budi memotong ucapan Sulastri
"Saya akan mengikuti aturannya, saya akan menambah anggaran nya. yang terpenting adalah sesuai apa yang tadi diterangkan pak ... siapa namanya?" tanya pak Budi kepada Adi..
"Adi pak.... Nama saya Adi " jawab Adi.
"Oke oke... saya kira semuanya sudah jelas yah ... Selamat bekerja Bu..." ucap pak Budi sambil menyalami Sulastri.
"Baik pak, sesuai perintah bapak. Terimakasih pak" balas Sulastri.
Sulastri mengantarkan kepergian pak Budi hingga ke mobilnya. Sementara Nina membriefing si pengawas dan mandor lapangan itu. Keduanya nampak tertunduk patuh.
"Ada pepatah mengatakan 'Pembeli adalah Raja',, sedangkan pak Budi itu kita anggap saja sebagai pembeli jasa kita. Harusnya kalian jangan mendebatnya.. Kasih solusi yang baik . Mengerti?" Kata Nina mengakhiri briefing nya.
Keduanya mengangguk serentak tanda mengerti. Dan segera berlalu, melanjutkan pekerjaan yang tertunda beberapa saat lamanya.
Sulastri baru saja masuk dan segera bergabung ketika Nina dan Adi sedang berdiskusi mengubah gambar bangunan sesuai dengan keinginan pak Budi.
Sulastri semakin kagum kepada tuan penolongnya itu, selain kemampuan menolongnya dengan cara yang tidak biasa, ternyata dia juga punya kemampuan lain di bidang arsitektur. Semakin Sulastri memandanginya ia merasa pria itu memang agak lain ..
"Sudah pintar, ternyata kau tampan juga wahai pahlawan ku ..." batin Sulastri. Hingga ia tak menyadari perubahan wajahnya yang merona.
Nina yang melihat tingkah aneh Sulastri dengan tangan jahilnya mencubit pinggang Sulastri hingga membuatnya terlonjak ditempatnya berdiri. *gimana ngga aneh.. Sulastri senyum senyum sendiri sambil memperhatikan laki laki di sampingnya yang sedang sibuk mengolah data dan menggambar di laptop nya tanpa menyadari ada yang sedang memperhatikannya*.
"Auwwww..." pekik Sulastri sambil memegangi pinggangnya yang kena cubitan membuat Adi menoleh ke sumber suara..
"Ada apa?" tanya Adi dengan heran.
"Nggak.... nggak ada apa-apa..." jawab Nina dan Sulastri hampir bersamaan ...
Keduanya lalu tertawa terbahak-bahak..membuat Adi semakin merasa heran. Namun ia merasa lega karena masalah hari itu telah terselesaikan..