NovelToon NovelToon
Find 10 Fragments

Find 10 Fragments

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Sistem / Penyeberangan Dunia Lain / Peradaban Antar Bintang / Kultivasi Modern
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: GM Tyrann

Season 2 dari I Don't Have Magic In Another World

Ikki adalah seorang pria yang memiliki kekuatan luar biasa, namun terpecah menjadi 10 bagian yang tersebar di berbagai dunia atau bahkan alam yang sangat jauh. Dia harus menemukan kembali pecahan-pecahan kekuatannya, sebelum entitas atau makhluk yang tidak menginginkan keberadaanya muncul dan melenyapkan dirinya sepenuhnya.

Akankah dia berhasil menyatukan kembali pecahan kekuatannya, dan mengungkap rahasia di balik kekuatan dan juga ingatan yang sebenarnya? Nantikan ceritanya di sini.

up? kalo ada mood dan cerita aje, kalo g ada ya hiatus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GM Tyrann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 25 - Kakak perempuan

Jam pelajaran kedua dan ketiga berlalu sebagai waktu bebas untuk para murid baru agar bisa lebih mengenal lingkungan akademi yang luas. Aku memutuskan untuk berkeliling, memanfaatkan kesempatan ini untuk menjelajahi setiap sudut akademi.

Aku berjalan melewati gedung besar utama, di mana seluruh murid berkumpul, dan menyusuri jalan-jalan yang menghubungkan berbagai bangunan di kompleks sekolah. Aku melihat beberapa gedung besar yang ditandai sebagai gedung untuk kelas khusus. Rasa penasaran membawa ku lebih jauh hingga aku melihat sebuah menara tinggi yang menjulang di kejauhan.

Mendekati menara itu, aku menyadari bahwa itu adalah perpustakaan sekolah yang terkenal, dengan lebih dari 20 lantai. Tanpa ragu, aku memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat, meskipun aku tahu sebagai murid tingkat Apprentice, aku hanya diizinkan masuk hingga lantai pertama.

"Paling cuma cerita rakyat dan dasar magic kan yang ada disini?" Aku bergumam pada diriku sendiri.

Memasuki perpustakaan, aku disambut oleh suasana yang tenang dan nyaman, dengan rak-rak buku yang tinggi dan berjajar rapi. Di depan pintu masuk, ada meja resepsionis di mana seorang pustakawan sedang sibuk dengan beberapa buku. Wanita itu memiliki rambut coklat panjang yang tergerai, memberikan kesan dewasa dan berwibawa. Aku segera menyadari bahwa dia bukan manusia biasa. Energi sihirnya terasa aneh, campuran antara manusia dan iblis.

Wanita itu menyadari kehadiran ku dan tersenyum hangat. "Selamat datang di perpustakaan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan suara yang lembut.

Aku mendekat, merasa sedikit canggung berbicara dengan wanita cantik berduaan. "Terima kasih. Saya hanya ingin melihat-lihat. Ini pertama kalinya saya di sini."

Wanita itu mengangguk. "Namaku Selene. Aku adalah pustakawan di sini. Sebagai murid tingkat Apprentice, kamu bisa menjelajahi lantai pertama ini. Jika kamu membutuhkan bantuan atau rekomendasi buku, jangan ragu untuk bertanya."

Aku mengucapkan terima kasih dan mulai berjalan di antara rak-rak buku. Aku melihat berbagai macam buku tentang sihir, sejarah, dan berbagai topik lain yang menarik perhatian. Namun, di balik rasa ingin tahu. Aku tidak memiliki ambisi besar di akademi ini. Aku hanya ingin menjalani hidup yang santai tanpa harus menjadi yang terbaik atau terhebat.

Saat aku berjalan, aku menemukan sebuah sudut yang tenang dengan beberapa kursi dan meja. Aku duduk di sana, merenung sejenak. Meskipun aku tidak memiliki tekad untuk menjadi yang terbaik, ada sesuatu yang menenangkan di perpustakaan ini. Tempat ini terasa seperti pelarian dari tekanan dan harapan yang ada di luar sana.

Tempat ini luar biasa karena tenang. Aku merasa lebih tenang berada di perpustakaan dari pada harus bertarung dengan adrenalin yang membakar tubuhku.

"Aku suka tempat ini."

Selene datang mendekat dengan sebuah buku di tangannya. "Aku perhatikan kamu tampak berpikir keras. Mungkin buku ini bisa membantumu," katanya, menyerahkan buku berjudul "Filsafat Sihir dan Ketenangan Batin."

Aku menerima buku itu dengan senyuman. "Terima kasih, Selene. Aku akan membacanya."

Apa? Apa ini, ketenangan batin katanya? Aku sudah tidak suka dari judulnya. Tetapi aku tetap tersenyum.

Selene tersenyum kembali. "Terkadang, kita tidak perlu selalu mengejar yang terbaik. Menemukan kedamaian dalam diri kita sendiri adalah hal yang paling penting. Nikmati perjalananmu di sini."

Apa orang ini bisa membaca pikiranku? Apa dia bisa membaca ekspresi ku? Aku bingung.

Aku menghabiskan waktu di perpustakaan dengan tenang, menyerap energi sihir sambil membaca buku "Filsafat Sihir dan Ketenangan Batin." Ketika jam istirahat dimulai, aku merasa lebih tenang dan siap untuk menghadapi keramaian kantin. Meninggalkan perpustakaan, aku menuju ke kantin yang sudah penuh dengan murid-murid lainnya.

Makanan di kantin disediakan gratis, namun menu yang lebih lezat hanya tersedia bagi murid dengan tingkat yang lebih tinggi. Sebagai murid tingkat Apprentice, aku hanya bisa memilih makanan sederhana. Meskipun demikian, makanan itu terasa sangat enak bagiku, dan aku menikmatinya tanpa banyak keluhan.

Aku duduk di sebuah meja yang agak terpencil, menikmati makanan dengan santai. Namun, ketenanganku terusik ketika seseorang duduk di depanku. Ketika aku melihat siapa yang duduk di sana, aku cukup terkejut. Wanita itu memiliki rambut dan mata yang sama hitamnya seperti ku, namun ekspresinya benar-benar datar, tanpa menunjukkan perasaan apapun. Tapi dia adalah kakak perempuan ku.

Kehadiran kakak ku membuat suasana menjadi canggung. Tidak ada murid lain yang berani mendekati meja kami, membiarkan kami berdua duduk di sana dalam keheningan. Merasa terganggu oleh situasi ini, aku akhirnya memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya ku tanpa formalitas, menunjukkan ketidaksopanannya yang sengaja.

Kakaknya, dengan sikap acuh tak acuh, menjawab singkat, "Makan."

"Ah, tidak salah sih..."

Keheningan kembali menguasai mereka. Aku merasa semakin tidak nyaman dengan kehadiran kakak ku yang tidak pernah menunjukkan emosi. Aku mencoba untuk membuat percakapan, meskipun tahu bahwa itu mungkin sia-sia.

"Kamu selalu seperti ini, ya? Tidak pernah berubah," kata ku dengan nada yang agak tajam.

Kakak ku menatap aku sebentar sebelum menjawab dengan suara datar, "Ya."

Aku menghela napas, merasa frustrasi. "Kenapa kamu selalu begitu dingin? Apa tidak ada yang bisa membuatmu tertarik?"

Kakak ku hanya mengangkat bahu. "Mungkin."

Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Setiap percakapan dengan kakak ku selalu terasa seperti berbicara dengan tembok. Namun, aku tidak bisa mengabaikan perasaan canggung yang terus mengganggu.

"Apakah kamu menikmati waktu di sini?" tanya aku, mencoba untuk mencari tahu sedikit lebih banyak tentang kakak ku.

"Ya," jawab kakak ku singkat.

Aku merasa percakapan ini tidak akan membawa kami ke mana-mana. Namun, aku tahu bahwa ini adalah bagian dari dirinya yang harus aku terima, meskipun sulit. Kakak ku mungkin tidak pernah berubah, tetapi dia sendiri harus belajar bagaimana menghadapi situasi ini.

"Baiklah, aku hanya ingin tahu. Aku akan melanjutkan makananku," kata ku, menyerah untuk mencoba lebih jauh.

Kakak ku sama sekali tidak merespons, kembali pada makanannya sendiri. Mereka melanjutkan makan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Meskipun suasananya canggung, aku merasa sedikit lebih tenang.

Aku menyelesaikan makanan ku, bangkit dari meja dan berkata, "Aku akan kembali ke kelas. Sampai jumpa."

Kakak ku hanya mengangguk, tetap tanpa ekspresi. Aku menghela napas lagi dan meninggalkan kantin, siap untuk melanjutkan hari-hari di akademi.

\*

Setelah bel berbunyi menandakan akhir dari jam istirahat, pelajaran jam keempat dimulai. Elara masuk ke kelas lagi, kali ini dengan arahan yang jelas.

"Baiklah, murid-murid. Sekarang saatnya kalian pergi ke gedung kelas khusus yang sudah kalian pilih sebelumnya. Silakan berangkat dan mulai pelajaran kalian di sana," kata Elara dengan senyum tegas.

Aku bangkit dari kursi dan keluar dari kelas, menuju gedung khusus untuk Magic. Saat berjalan di koridor, aku melihat sosok yang aku kenal, kakak ku, Kurogane Miyuki. Namun, alih-alih menjauh seperti biasanya, Miyuki malah mendekat dan berjalan di sampingku.

Aku merasa bingung dan mencoba bertanya, "Kenapa kamu ikut denganku?"

Jawaban singkat dan datar pun keluar dari mulut Miyuki, "Aku ada urusan."

Merasa jengkel dengan jawaban singkat itu, aku memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh dan terus berjalan menuju gedung kelas khusus Magic. Namun, rasa penasaran dan kekesalan terus mengganggu ku. Sesampainya di gedung, aku dan Miyuki masuk bersama ke dalam ruang kelas untuk pelajaran dasar-dasar sihir elemental.

Saat mereka duduk di tempat masing-masing, aku tidak bisa menahan diri lagi dan bertanya lagi, "Kenapa kamu di sini? Bukannya kamu harusnya mengambil kelas Kultivator atau Warrior?"

Kali ini, jawaban Miyuki lebih mengejutkan. "Aku mengambil tiga kelas secara bersamaan."

Aku tertegun. "Tiga kelas? Bagaimana kamu membagi waktumu?"

Miyuki menatap aku dengan mata yang tetap datar. "Jadwalku diatur sedemikian rupa. Aku bisa mengikuti semua pelajaran."

Aku merasa semakin bingung. Mengambil tiga kelas secara bersamaan adalah sesuatu yang luar biasa sulit, bahkan untuk murid yang paling berbakat sekalipun. Namun, melihat ketenangan dan kepastian dalam jawaban Miyuki, aku menyadari bahwa ini bukanlah hal yang tidak mungkin baginya.

Apa dia tidak lelah, yaa, dari wajahnya sih aku tidak bisa melihat itu.

Mereka berdua duduk di kelas, dengan aku yang merasa sedikit terganggu oleh kehadiran Miyuki. Namun, aku berusaha fokus pada pelajaran yang dimulai. Instruktur untuk kelas dasar-dasar sihir elemental, seorang penyihir tua dengan rambut putih panjang dan janggut tebal, mulai menjelaskan konsep dasar tentang elemen-elemen sihir.

"Sihir elemental adalah dasar dari banyak bentuk sihir yang ada. Kalian akan mempelajari bagaimana mengendalikan elemen dasar seperti api, air, tanah, dan udara. Ini adalah keterampilan fundamental yang harus dikuasai sebelum melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi," kata instruktur tersebut.

Aku benar-benar bosan dengan pelajaran itu, tapi aku menahan ekspresi wajah ku. Mencoba untuk tetap sopan didepan orang tua, terlebih lagi dia adalah instruktur.

Setelah kelas berakhir, aku merasa sedikit lebih baik. aku mendekati Miyuki lagi, kali ini dengan nada yang lebih tenang. "Aku masih tidak mengerti bagaimana kamu bisa menangani tiga kelas sekaligus, tapi aku berharap yang terbaik untukmu."

Miyuki hanya mengangguk singkat. "Terima kasih."

Meskipun jawaban kakaknya tetap singkat dan tanpa ekspresi, aku merasa ada sedikit kemajuan dalam hubungan kami. Mungkin, seiring waktu, aku akan lebih memahami kakak ku dan menemukan cara untuk lebih akrab.

Pelajaran untuk pertama kali di kelas Magic tidak ada praktek hanya ada teori dasar sihir. Tentu saja aku sudah menguasainya. Aku berjalan kembali menuju kelas yang masih kosong, mungkin murid lain masih melanjutkan kelas mereka. Setelah penjelasan dasar murid kelas Magic bagian Sihir Elemental langsung kembali ke kelas.

Jam ke lima dan jam ke enam kosong tidak ada instruktur yang masuk. Aku hanya diam di kelas dengan banyak murid yang sudah kembali. Setelah itu tidak ada instruktur sampai jam pulang jadi para murid pulang. Aku kembali ke asrama kelas satu, menunggu hari esok.

1
Vemas Ardian
njirr ngelunjak 😭😭
Ibrahim Rusli
sejauh ini keren sih Thor ...lanjut 🤘🏻🤪
Dhewa Shaied
cukup menarik hanya saja ad bbrpa bab yg paragraf nya berulang
Protocetus
izin promote ya thor bola kok dalam saku
GM Tyrann
Kalo kalian udah mulai baca terus ada nama MC dibagain sudut pandangnya padahal seharusnya Aku. Itu kesalahan penulisan, karena udah banyak jadi malas ganti, ada banyak sih pas sudut pandang MC seharusnya pake Aku dan Kami, tapi malah pake, nama MC, Dia dan Mereka.

Kalo dari sudut pandang karakter lain nama MC, y pake nama MC. Apa lagi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!