NovelToon NovelToon
CINTA WINARSIH

CINTA WINARSIH

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat
Popularitas:16.4M
Nilai: 4.9
Nama Author: juskelapa

Winarsih, seorang gadis asal Jambi yang memiliki impian untuk bekerja di ibukota agar bisa memberikan kehidupan yang layak untuk ibunya yang buruh tani dan adiknya yang down syndrome.

Bersama Utomo kekasihnya, Winarsih menginjak Jakarta yang pelik dengan segala kehidupan manusianya.

Kemudian satu peristiwa nahas membuat Winarsih harus mengandung calon bayi Dean, anak majikannya.


Apakah Winarsih menerima tawaran Utomo untuk mengambil tanggungjawab menikahinya?

Akankah Dean, anak majikannya yang narsis itu bertanggung jawab?

***

"Semua ini sudah menjadi jalanmu Win. Jaga Anakmu lebih baik dari Ibu menjaga Kamu. Setelah menjadi istri, ikuti apa kata Suamimu. Percayai Suamimu dengan sepenuh hati agar hatimu tenang. Rawat keluargamu dengan cinta. Karena cintamu itu yang bakal menguatkan keluargamu. Ibu percaya, Cintanya Winarsih akan bisa melelehkan gunung es sekalipun,"

Sepotong nasehat Bu Sumi sesaat sebelum Winarsih menikah.

update SETIAP HARI
IG @juskelapa_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Kepergok

Bu Amalia berkali-kali mengetuk pintu kamar Dean, tapi tak ada jawaban dari dalam. Setelah mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor anak laki-lakinya, terdengar suara ponsel dari balik pintu.

Suara kunci yang diputar dari dalam terdengar dan tak berapa lama kepala Dean menyembul. Matanya terlihat bengkak karena baru saja terbangun dari tidur setelah mendengar suara gaduh di pintu.

"Ya Ma?" tanya Dean.

"Sudah mau magrib, bangun. Mandi terus pergi ke ruang makan," pinta Bu Amalia pada Dean.

"Dean nggak selera makan Ma, Mama-papa apa aja yang makan duluan. Nanti kalo laper, Dean bisa ke dapur langsung dan minta ke Mbah" ucap Dean seraya memasang ekspresi akan menguap. Bu Amalia mundur dan menggelengkan kepalanya.

"Susah sekali jadi wanita normal di rumah ini. Punya dua laki-laki dalam hidupku ternyata tak memudahkan sama sekali," omel Bu Amalia pergi.

Wanita itu menyadari betapa susahnya membujuk Dean jika anaknya itu sudah memutuskan sesuatu akhir-akhir ini.

Dean tak menanggapi omelan Bu Amalia dan kembali menutup pintu kamar.

Sejenak dia menggaruk-garuk kepalanya terlihat suntuk.

Sebenarnya dia tak mau menentang Pak Hartono sama sekali. Dia sayang papanya. Siapa pula anak yang tidak menyayangi orang tuanya jika kedua orang tuanya telah memberikan semua hal terbaik di dunia ini.

Tapi Dean ingin diberi kepercayaan untuk memutuskan sesuatu yang baik dalam hidupnya. Dia ingin diberi kelonggaran dalam memilih. Bisa saja jika Pak Hartono membiarkan dirinya memutuskan sesuatu, dia malah berbalik mengikuti apa yang dikatakan papanya.

Beberapa saat Dean duduk di tepi ranjang melihat ponselnya yang sudah ramai dengan notifikasi. Setelah ribut dengan Pak Hartono saat makan siang tadi, dia memutuskan mengabaikan semua hal dan tidur.

Padahal hari sabtu, tapi rentetan orang yang mengiriminya pesan seperti tak mengerti hari libur. Urutan pesan teratas, Dean melihat nama Disty. Dia melewatkannya sejenak untuk mencari pesan lain yang lebih penting.

Menemukan satu nama klien penting yang menanyakan kabar masalah perizinan perusahaan tambangnya, Dean langsung membalas pesan tersebut.

Dean belum membuka pesan Disty, belum apa-apa membayangkan isi pesannya yang terlihat berjumlah puluhan kepalanya sudah sakit.

Kemudian dia melangkah menuju kamar mandi, meski tak ikut makan bersama orang tuanya, setidaknya dia harus mandi untuk menyegarkan kepala.

Tubuhnya sudah beberapa menit berada di bawah pancuran. Kepalanya kembali mengingat-ingat apa yang dikatakan papanya soal Disty.

Papanya mengatakan jika Disty masuk ke hotel bersama pejabat. Pejabat yang mana? Kapan?

Hubungannya bersama Disty setahun belakangan ini tak memiliki masalah yang berarti selain tersangkut masalah restu. Disty berkali-kali meminta untuk diperkenalkan pada kedua orangtuanya. Dan Dean seperti biasa, hanya berkelit karena ingin menundanya.

Bukan dia yang kurang jantan karena menggantung hubungan dengan wanita yang dicintainya, tapi Dean merasa ada sesuatu yang mengganjal jika papanya tidak merestui hal yang sedang dikerjakannya.

Dan sekarang, papanya mengatakan Disty, yang beberapa minggu yang lalu mendesaknya untuk sebuah cincin lamaran, kini dikatakan telah pergi ke hotel dengan salah satu pejabat.

Pak Hartono tak pernah bicara bohong atau mengada-ada selama hidupnya. Mau tak mau, hati kecil Dean mempercayai apa yang dikatakan papanya tadi siang.

Apa yang harus dilakukannya? Bertanya langsung pada Disty?

"Hai sayang, kamu ada pergi ke hotel dengan pejabat?" Ide pertanyaan absurd itu muncul di kepala Dean dan dia segera menggeleng keras.

Dean memencet wadah sabun cair yang menempel di sudut dinding, dan mulai mengoles tubuhnya. Teringat saat pertemuannya pertama kali dengan wanita itu.

Di sebuah club malam, saat Dean sedang mabuk-mabukan dijamu oleh kliennya.

Disty datang bersama dua orang temannya yang merupakan kenalan dari klien yang perusahaannya sedang berada di bawah kepengurusan izin Danawira's Lawfirm. Malam itu Disty sangat cantik. Tampilannya benar-benar seperti wanita dari kelas atas.

Rambutnya yang diwarnai coklat sebahu bergelombang di bagian bawah. Bulu matanya dipertebal dengan tehnik extension. Sebuah lensa kontak berwarna abu-abu menambah kesan glamour wajah Disty yang memang dipoles penuh oleh make-up. Malam itu Dean yang mabuk begitu terpesona oleh Disty yang sangat feminin dan sopan. Ternyata, tampilan Disty yang mewah, jauh berbeda dengan kehidupan wanita itu yang sebenarnya.

Setelah mengenal wanita itu beberapa lama, Dean baru mengetahui kalau Disty merupakan tulang punggung keluarga yang telah lama ditinggal mati oleh ibunya. Sedangkan ayahnya, hidup menumpang di kontrakannya sebagai pengangguran yang hobi mabuk.

Dean sama sekali tak mempermasalahkan kemiskinan wanita itu. Mungkin memang sudah nasibnya sejak dulu yang selalu jatuh cinta dengan wanita yang bukan berasal dari kalangan yang sama sepertinya. Dean memang jatuh cinta dan menyayangi wanita itu. Atau mungkin lebih tepatnya Dean kasihan pada Disty yang selalu bekerja mati-matian menghidupi ayah dan adik-adiknya.

Dean mengerti jika desakan Disty yang terus menerus ingin dinikahi, tak lain karena wanita itu ingin segera lepas dari rongrongan ayahnya yang seperti lintah. Dean memejamkan matanya di bawah pancuran. Kata-kata 'Disty pergi ke hotel bersama seorang pejabat' terus terngiang-ngiang di kepalanya.

Dalam setahun hubungan mereka, Dean tak pernah berbuat macam-macam dengan kekasihnya. Berulang kali, Disty sering mengajaknya bermalam di puncak atau pergi berlibur ke Bali berdua. Dean tidak menyanggupinya. Dean tak tega jika harus merusak masa depan Disty demi kepuasannya. Meski belum tentu Disty memang masih peraw--.

Dean menggeleng keras. Jahat sekali dirinya jika sampai berpikiran seperti itu pada kekasihnya. Dean mematikan shower dan melangkahkan kakinya menginjak keset kamar mandi. Air masih menetes dari dagu dan ujung-ujung rambutnya yang lurus.

Apa yang harus dilakukannya pada Disty sekarang?

Malam ini wanita itu pasti mencarinya dan ingin mengajaknya ke luar.

*****

Malam itu Dean mengenakan celana panjang chinos berwarna krem dan sebuah atasan kemeja bermodel cubban collar; model kerah kemeja yang tak memiliki kancing pada bagian atasnya. Malam itu Dean yang sudah harum dan segar, bergaya pakaian seperti orang yang hendak pergi ke pantai.

Dean keluar kamar dan melangkahkan kakinya ke arah ruang makan. Sudah sepi tak ada orang. Suara langkah kakinya yang mengenakan sepasang sandal karet terdengar berdecit-decit di lantai.

Perutnya lapar dan dia belum ada membalas pesan Disty. Sebelum membalas atau mengangkat telepon dari wanita itu, setidaknya dia harus menyiapkan tenaganya dulu.

Dean terus menuju ke arah dapur mencari seseorang yang bisa dimintainya tolong menyiapkan makan malamnya.

"Pada ke mana sih? Mentang-mentang malam minggu jam segini sudah pada main kabur aja," gumam Dean sambil melongok ke dalam dapur.

Sempat terpikir olehnya untuk pergi ke kamar Mbah yang letaknya hanya terpisah satu dinding dengan dapur bagian depan. Tapi kemudian Dean urung karena merasa kasihan pada wanita tua yang telah mengurusinya dari kecil itu.

Kaki Dean menuruni dua undakan memasuki dapur depan yang letaknya memang lebih rendah dengan bangunan utama. Dia membuka semua penutup tudung saji dan pintu-pintu lemari yang diduganya menyimpan lauk-pauk makan malam. Dia tak masalah jika harus menyiapkan makanannya sendiri.

Yang menjadi masalah adalah, dia tak tahu di mana para pegawai dapur meletakkan semua makanan yang dimasak untuk makan malam tadi. Kepala Dean menjenguk ke sana kemari tapi tak menemukan apa yang dicarinya.

Merasa bosan karena tak menemukan apa-apa, Dean melangkahkan kaki terus memasuki dapur kotor dan langsung pergi menuju garasi mobil yang tak jauh dari pintu dapur paling belakang.

Ponsel di kantung celananya bergetar. Nama Disty dengan emoticon hati merah memenuhi layar. Tentu saja menyimpan nama wanita seperti itu bukan salah satu gayanya. Itu adalah ulah Disty yang pernah lolos dari pengawasannya dan berhasil mengotak-atik ponselnya.

"Halo?" jawab Dean. Akhirnya dia memutuskan menjawab telepon kekasihnya karena memang dia sudah berniat akan pergi ke luar.

"Seharian aku cariin, kamu ke mana sih?" semprot Disty di seberang.

"Aku tidur, capek banget. Kamu lagi di mana?" tanya Dean.

"Aku lagi di V3 nih. Ada temen yang ulang tahun. Kamu ke sini dong, dari siang aku hubungi ga bisa," ucap Disty dengan nada merajuk.

Wanita itu meminta Dean datang ke sebuah club ternama di Jakarta. Di seberang telepon Dean mendengar suara musik berdentum keras. Hobi Disty yang satu ini sebenarnya agak kurang cocok dengan Dean yang pada dasarnya adalah seorang pria rumahan.

"Iya, nanti aku susul ke sana," jawab Dean singkat.

"Jangan kelamaan lho," pinta Disty yang kemudian mengakhiri pembicaraan setelah mendengar jawaban bahwa Dean akan segera menyusulnya.

Dean sering mendatangi club malam, diskotik ataupun KTV dikarenakan jamuan-jamuan dari kliennya yang lebih sering menuntut ke tempat seperti itu. Untuk ukuran seorang pria pun, Dean tidak begitu kuat minum minuman beralkohol. Bahkan di antara teman-temannya, Dean dikenal sebagai seorang yang tak perlu minum banyak untuk bisa mabuk.

Setelah menimbang-nimbang di dalam hati, Dean memutuskan untuk langsung berangkat ke V3. Setelah suntuk seharian di rumah karena bertengkar dengan papanya, mungkin menghabiskan sabtu malamnya bersama Disty di sebuah club bisa sedikit menghibur dirinya. Dia akan makan malam di sana saja .

Ketika Dean mengantongi ponselnya dan melangkah ke halaman dapur besar, samar-samar telinganya menangkap suara seorang pria yang meneriakkan nama seseorang dari arah luar. Langkah kaki Dean refleks mendekati dan mencari tahu asal suara yang didengarnya.

Pandangannya langsung tertumbuk pada suatu hal yang dirasanya tak biasa. Saat berdiri dengan jarak cukup dekat dengan seorang pria yang berada di depan pintu kamar pembantu paling pojok sayap kiri rumah, Dean akhirnya memahami apa yang sedang terjadi.

Kekasih pembantu yang baru bekerja di dapur dan belakangan ini sering dibanding-bandingkan papanya dengan Disty tampak datang mengapel. Pria yang dua minggu lalu dilihat Dean mengantarkan pacarnya untuk bekerja ke rumahnya tampak seperti sedang memaksakan sesuatu.

Sekilas Dean mendengar jika pembantu dapur itu menolak hal yang dikatakan pacarnya, tapi sepertinya pria yang sudah kehilangan akal itu tak mengerti penolakan.

Dean berdiri di bawah remang cahaya kuning yang memantul dari kolam renang. Tanaman bambu kuning yang dipangkas rata setinggi pinggang orang dewasa tak menutupi adegan yang sedang disaksikannya sekarang.

Dean mendecih malu setengah berharap pria yang tampaknya sudah sangat memaksa itu menghentikan kegiatannya. Sesaat Dean mengalihkan pandangannya ke arah sebuah jemuran kecil yang berada di depan kamar itu.

Tampak olehnya sebuah kaos lengan pendek dan rok berwarna merah yang dikenakan pembantu termuda itu kemarin. Ingatan Dean sangat baik jika harus mengingat tiga pasang pakaian mencolok yang dikenakan pembantunya sepanjang minggu. Tergantung di sebelah rok itu beberapa pakaian dalam dengan model sangat sederhana.

Dean mengernyit. Penampakan isi jemuran itu semakin membuat Dean murka dengan adegan yang sedang berlangsung di depannya. Gara-gara pria kampung yang sudah berani hendak berbuat aneh di rumahnya, Dean jadi berpikiran janggal saat menatap isi jemuran pembantunya itu.

"Hei!! Ini rumah orang baik-baik, kalo mau berbuat nggak-nggak jangan di sini. Seisi rumah bisa ikutan sial!" Dean terkejut karena kata-kata itu spontan keluar dari mulutnya begitu saja.

Kekasih pembantunya itu seketika terkejut dan membalikkan badan. Wajah pembantunya terlihat sangat pucat saat mengetahui Dean telah berdiri di sana. Perempuan itu segera mundur dua langkah menjauhi pacarnya. Sorot mata pembantunya jelas memancarkan ketakutan yang teramat sangat saat melihatnya berdiri di sana.

"Maaf Pak," gumam pembantu itu dengan suara bergetar yang tak bisa disembunyikan.

"Siapa nama kamu?" tanya Dean. Dia bertanya bukan karena tak ingat, tapi sejenak Dean tak tahu harus mengatakan apa saat memergoki orang yang sedang tertangkap basah hendak berbuat aneh.

"Utomo, Pak" jawab kekasih pembantunya yang ternyata bernama Utomo.

"Saya tidak tanya kamu," balas Dean tanpa melihat ke arah Utomo.

"Winarsih Pak," gumam Winarsih pelan.

"Itu pacar kamu? Kenapa kok bisa sampai ke sini? Apa gak tau peraturan di rumah ini? Siapa yang beri izin dia masuk? Si Rojak? Saya pecat dia nanti" semprot Dean.

Padahal jelas tak mungkin dia memecat Rojak dari rumah itu selama papanya masih hidup. Rojak adalah satpam favorit Pak Hartono.

"Maaf Pak, tadi saya izin masuk sebentar. Mau ajak Winarsih ke luar," terang Utomo dengan kepala setengah mengangguk entah bermaksud memberi salam atau meminta maaf. Dia sedikit khawatir Dean akan benar-benar memecat satpam yang telah mengizinkannya masuk.

Tinggi tubuh Dean 184 cm dan sedang berdiri di atas jalan batako setapak turut memudahkannya mengintip ke dalam kamar Winarsih yang pintunya terbuka lebar. Cahaya lampu kamar yang terang memperlihatkan isi kamar wanita itu yang nyaris tak memiliki apa-apa.

Pandangan Dean beredar mengamati isi kamar yang sangat mengenaskan di matanya.

Keadaan kamar itu persis seperti tidak ada yang menempatinya. Harta benda Winarsih sepertinya hanya beberapa potong pakaian yang berada di jemuran. Bahkan malam ini, wanita itu memakai pakaian yang sama seperti saat pertama kali datang ke rumahnya.

Dean semakin muak dengan kekasih Winarsih. Mau enak-enakan menyentuh wanita tapi tak mau mengeluarkan biaya. Dasar pria buaya tak ada modal, makinya dalam hati. Sanggupnya pria yang memakai kemeja dengan kerah yang masih kaku karena baru ini tak ingat membelikan sepotong dua potong pakaian untuk kekasihnya.

Dean yang telah sering bertemu dengan bermacam-macam jenis klien dalam sekejap saja bisa memasukkan Utomo ke dalam golongan pria kikir yang egois.

"Maaf Pak, saya sudah bisa ajak Winarsih pergi sekarang?" ulang Utomo lagi.

"Gak bisa. Winarsih gak boleh keluar. Saya laper," tukas Dean.

Winarsih dan kekasihnya berpandangan. "Jadi...." Kalimat Utomo menggantung.

"Jadi kamu pulang aja malem ini, Winarsih harus masak makanan untuk saya. Cepat Winarsih! Saya laper. Saya belum makan malam." Dean bergegas pergi meninggalkan Winarsih dan Utomo yang berpandangan.

Tanpa sempat berpamitan atau mengatakan apa-apa kepada Utomo, Winarsih buru-buru mengunci pintu kamarnya dan berjalan tergesa-gesa menyusul anak majikannya itu menuju dapur.

To Be Continued.....

Please like, vote or comment ya... ❤

Mohon dukungannya untuk cerita roman pertamaku 😁

1
Suharnani
Di induksi sakit mulesnya mantap
Suharnani
Dasar si Dean😂
kok malu ya😂😂
Suharnani
Cerita dokter firza ada di lapak ini kah?
apa ada di lapak lain?
adri nurhidayati
Luar biasa
Suharnani
Itu mulut. tapi bener juga sih orangnya Dean😅
Suharnani
Dan masih banyak lelaki tampan di ibu kota win
Suharnani
Andai ibu ku seperti Bu sumi
rinny
Bu Winar pancen top banget. 😄😄😄
Sheva Sheila
oh my god Ada bang Saddam.../Heart//Heart//Heart//Kiss//Kiss//Kiss/
Ada Dr Firza juga /Rose//Wilt//Rose//Wilt//Kiss//Kiss//Kiss/
Dwisur
win enten Jambi sampun dangu namung boso jowonipun Saee sanget
Dwisur
besok hari apa ya ?
Sheva Sheila
wkwkwk/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Pinter bener tuh Pakde klo ngeles..Ampe Bude winar manut aj
Ully Fadhilah
Luar biasa
Dwisur
kadang kita harus ikut hanyut
untuk bisa tau besarnya Arus sungai..
#catat dech
3sna
sekolh gimn ini
Dwisur
jakaa.. nih bidannya di sini
3sna
lah mlh sumbngn
Dwisur
muuawchh
Rukmini
nanti berbalik
Sheva Sheila
Pak Dean.. = Pakde /Rose/cool and keyen../Kiss//Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!