NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 22

Setelah aku memberikan SK pembimbing dan proposalku pada dospem 2, aku langsung terbenam dalam pikiran tentang bagaimana caranya aku bisa menemui dospem 1.

I felt anxious because I didn't know anything about her. Aku merasa cemas karena aku tidak tahu apa-apa tentang beliau.

The only information I had was hearsay, informasi yang kudapatkan hanya sekadar desas-desus—bahwa dospem 1 itu sangat sibuk dan ruangannya berada di LPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat).

At first, I felt trapped in my own confusion, awalnya, aku merasa terjebak dalam kebingunganku sendiri.

Bagaimana cara terbaik untuk menghubungi dospem 1?

I didn’t have any direct contact information, aku tidak memiliki informasi kontak langsung, dan aku belum pernah berinteraksi dengan beliau sebelumnya.

Setiap kali aku mencoba membayangkan skenario pertemuan, kepalaku dipenuhi dengan kekhawatiran tentang bagaimana cara menyampaikannya secara efektif.

Kebanyakan teman-teman menyarankan untuk datang ke LPM langsung, tapi rasa ragu tetap menyelimuti pikiranku.

Aku membayangkan mungkin akan mengalami kesulitan menemukan ruangannya di antara banyaknya ruangan di LPM.

Aku juga khawatir jika beliau terlalu sibuk, I might just waste my time waiting without any result, mungkin aku hanya akan membuang-buang waktu dengan menunggu tanpa hasil.

***

After a lot of effort, akhirnya aku berhasil mendapatkan kontak beliau.  With high hopes, aku mengirimkan pesan, merasa lega karena akhirnya bisa menghubungi orang yang aku cari.

However, as time went on, that relief began to turn into confusion and anxiety.

Namun, seiring berjalannya waktu, rasa lega itu mulai berubah menjadi kebingungan dan kecemasan.

My message has been read, pesanku sudah dibaca, but there has been no response, tetapi tidak ada balasan sama sekali.

Hanya ada tanda bahwa pesanku telah dibaca, with no further reply, tanpa ada respons lebih lanjut.

This leaves me feeling unsettled and perplexed, ini membuatku merasa galau dan bingung.

Kenapa ibu tidak membalas chatku? What might be wrong with the message I sent? Apa yang salah dengan pesan yang aku kirim?

I started to rethink every word I wrote.  Aku mulai memikirkan ulang setiap kata yang aku tulis.

I tried to write politely, aku sudah berusaha untuk menulis dengan sopan, bahkan aku memeriksa pesan itu beberapa kali sebelum mengirimkannya.  Aku yakin pesanku tidak mengandung nada yang salah  or impolite tone

Could I have been impolite? Apa aku kurang sopan? It’s hard to judge. Rasanya sulit untuk menilai.

I made an effort to write thoughtfully, aku sudah berusaha menulis dengan penuh perhatian, dan aku memilih waktu yang tepat untuk mengirimkan pesan—during office hours, di jam kerja, saat aku pikir dia mungkin lebih mudah menjawab.

Yet, despite the message being read, the response I hoped for hasn’t come.

Tapi, meskipun pesan itu sudah dibaca, balasan yang kuharapkan tidak kunjung datang.

The longer this goes on, the more my mind is filled with various speculations.

Semakin lama, pikiranku semakin dipenuhi dengan berbagai spekulasi.

Mungkin beliau sedang sangat sibuk dan hasn’t had a chance to reply, belum sempat membalas. Or maybe ada hal lain yang membuatnya belum bisa memberikan respons.

But this uncertainty is making me feel stressed. Tetapi, rasa tidak pasti ini membuatku merasa tertekan.

Aku khawatir apakah ada sesuatu yang salah dalam pesan ku atau mungkin aku belum memahami situasi sepenuhnya.

Every time I see a chat notification, setiap kali aku melihat notifikasi chat, this nervousness resurfaces, rasa gugup ini muncul kembali.

I feel like I’m trapped in confusion without a clear answer.

Aku merasa seperti terjebak dalam kebingungan tanpa jawaban yang jelas.

Sometimes I think about, mengirimkan pesan tindak lanjut, tetapi aku ragu apakah itu akan memperburuk situasi atau justru membuatku tampak lebih membutuhkan perhatian.

***

In the end, aku memutuskan untuk pergi ke gedung LPM with one of my friends. Temanku ini ingin melakukan bimbingan dengan salah satu dosen yang ada di ruang LPM, jadi aku ikut bersamanya.

Aku merasa ini kesempatan yang baik untuk mencari dospem yang ku cari, sambil menunggu temanku menyelesaikan bimbingannya.

Sesampainya di gedung LPM, I felt a glimmer of hope, aku merasa sedikit harapan muncul—mungkin aku bisa bertemu dengan dospem yang aku cari.

However, setelah temanku masuk dan mulai bimbingan, aku hanya bisa menunggu di luar ruang bimbingan. I tried to be patient, aku mencoba untuk bersabar, meskipun rasa cemas dan harapan untuk bertemu dengan dospem yang ku cari terus mengganggu pikiranku.

I looked around, waiting with anticipation. Aku melihat sekitar, menunggu dengan penuh harapan. Gedung ini terasa asing dan asing, dengan suasana yang tenang dan sunyi, hanya diselingi oleh suara langkah kaki sesekali.

Aku berharap ada seseorang yang bisa memberiku informasi atau setidaknya membantu mencarikan dospem yang aku cari.

Kesejukan ruang LPM hanya memperdalam rasa galau ini.

***

Aku akhirnya memutuskan untuk meminta saran dari temanku tentang langkah selanjutnya. Perasaanku penuh dengan kebimbangan. Aku merasa terjebak dalam situasi yang membingungkan—haruskah aku mengirimkan pesan lagi kepada dospem yang ku cari, or should I wait patiently? Atau sebaiknya aku menunggu dengan sabar?

Ketidakpastian ini membuatku merasa tidak nyaman, and the fear of being perceived as bothersome haunted my thoughts, dan rasa takut untuk dianggap mengganggu semakin menghantui pikiranku.

Temanku memberikan nasihat yang cukup bijaksana. Dia mengatakan bahwa sebaiknya aku tidak mengirim pesan secara beruntun—misalnya, mengirim pesan di pagi hari, kemudian siang, dan malam hari. Itu bisa membuatku terlihat tidak sabar atau bahkan mengganggu.

Instead, it's better to send just one message. Sebaiknya, cukup satu kali mengirim pesan. If I don’t get a response, jika tidak mendapatkan respon, sebaiknya langsung mencoba menemui dosen tersebut secara langsung.

***

Today, aku memutuskan untuk datang sendirian ke gedung LPM, without the company of my friend as before, tanpa ditemani temanku seperti sebelumnya.

Aku duduk di depan gedung, sambil memperhatikan motor-motor yang berlalu lalang. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi tampak keluar masuk ruangan dengan cepat, busy with their own activities, sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Aku terus menunggu, tapi sepertinya harapan untuk bertemu dengan dospem yang ku cari semakin menipis. Setiap kali aku melihat seseorang keluar dari ruang bimbingan, aku tidak bisa tidak berharap itu adalah dospem yang aku cari.

However, today didn’t seem to be my lucky day. Namun, hari ini tampaknya bukan hari keberuntunganku.

Ketika aku melihat jam dan menyadari sudah cukup lama aku menunggu, rasa lelah mulai menghampiriku. My stomach also started to feel hungry. Selain itu, perutku mulai merasa lapar. Aku mulai memikirkan tentang makan, dan bagaimana rasanya lebih nyaman jika bisa pulang dan beristirahat.

My body felt tired, tubuhku terasa capek, and the desire to lie down for a while grew stronger, dan keinginan untuk rebahan sejenak semakin kuat.

Dengan rasa putus asa yang perlahan menyelimuti, I decided to head home, aku memutuskan untuk pulang saja. Rasanya sudah cukup lama aku berada di sini tanpa hasil yang memuaskan. Aku merasa sudah saatnya untuk memberi diriku sendiri waktu istirahat, sekaligus mencari makan untuk mengisi energi.

Aku berdiri dan mulai melangkah menuju tempat parkir, hoping that another day would be better, berharap hari ini akan lebih baik di lain waktu. Keputusan untuk pulang bukanlah keputusan yang mudah, but I knew it was the best choice for now, tetapi aku tahu itu yang terbaik saat ini.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!