Sekuel dari Anak Jenius Mom Sita. Disarankan untuk membaca novel tersebut dulu agar mengetahui tokoh tokohnya.
Kai Bhumi Abinawa memiliki identitas ganda. Ia dijuluki sebagai Mr Sun di dunia hacker yang ditakuti dunia internasional. Sedangkan di dunia nyata Kai dikenal sebagai pemilik sekaligus CEO dari A-DIS ( Abinawa Defense of Internet System) Company yang sukses. Namun kesuksesan yang dimiliki membawa ia dalam banyak masalah. Banyak wanita yang mengejarnya serta musuh yang ingin menjatuhkannya.
Merasa lelah dengan rutinitasnya, Kai memutuskan untuk menepi dan melakukan sebuah perjalanan. Ia meninggalkan semua kemewahannya dan berkelana layaknya pemuda biasa.
Di tengah perjalanannya Kai bertemu penjual jamu gendong yang cantik. Kirana Adzakia nama wanita berhijab tersebut. Kai jatuh hati terhadap Kiran dan Ia memutuskan untuk menetap di daerah tempat tinggal Kiran sebagai penjaga warnet. Namun siapa sangka Kiran adalah seorang janda muda di usianya yang baru 21 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBH 15. Kado Cantik
Kota J
Ana beserta Akhza dan Abra tengah berada di pusat perbelanjaan. Mereka diminta sang mommy untuk membeli keperluan rumah.
" Biasanya Abang nih yang nemenin mommy buat belanja bulanan." Celetuk Akhza
" Iya minggu minggu gini biasanya abang juga udah ikutan mommy masak di dapur ya kak." Ucap Abra sambil melihat mendorong troli belanja.
" Kak… mas… Ayo… ini masih banyak banget yang belum dimasukkan ke troli."
Teriakan si bungsu membuyarkan obrolan mereka berdua.
" Iya bawel."
Akhza dan Abra segera menyusul Ana sebelum gadis itu mengoceh panjang lebar. Mereka kemudian memasukkan satu persatu barang yang sudah ada di daftar belanja yang dituliskan sang mommy.
Saat ketiganya sibuk melompat dari tempat satu ke tempat yang lain tiba tiba Ana disapa oleh seseorang yang sangat tidak asing.
" Hai Ana…."
Ana mendengus kasar mendengar suara wanita yang dibuat semanis mungkin. Ia tahu pasti wanita itu hanya pura pura bersikap manis terhadap dirinya.Dan ia tahu persis siapa wanita yang menyapanya.
Namun seperti yang dibilang mommy nya ia harus bersikap baik kepada siapapun, maka Ana sebisa mungkin menarik kedua sudut bibirnya agar tersenyum menghadapi wanita itu.
" Eh… nona Safira. Hai juga."
" Jangan panggil nona, panggil saja kakak."
Ana sungguh enggan berbicara dengan Safira.
Apa??? Kakak dia bilang, huh… jangan harap. Sampai kapanpun aku tidak akan memanggilnya kakak, ngarep bnaget gitu jadi istri abangku… no way!!! Ana memaki dalam hatinya namun wajahnya sebisa mungkin tersenyum.
" Oh iya An, apa ada kabar dari abangmu?"
" Ehmm… tidak ada. Abang tidak memberi kabar apapun."
" Memangnya kalian tidak tahu Kai kemana, terus memangnya kalian juga tidak pernah menghubungi Kai?"
" Huft…. Maaf ya nona Safira. Sepertinya saya tidak berkewajiban menjawab semua pertanyaan nona. Lagian nona juga bukan bagian dari keluarga kami. Jadi seandainya pun abang memberi kabar saya juga tidak akan memberitahu anda."
" Ana… kamu ngapain… Ayo udah selesai nih. Keburu ditungguin mommy belanjaannya!!!"
" Iya kak… mas… Ana coming… maaf nona. Kedua kakak saya sudah memanggil, saya permisi dulu. Mari nona Safira."
Ana melenggang pergi dengan setegah berlari meninggalkan Safira yang wajahnya merah padam karena kesal.
" Huh… Dasar gadis kurang ajar. Awas saja nanti jika aku berhasil menjadi istri Kai, aku pasti akan menyiksamu."
Safira menghentakkan kakinya dengan keras pertanda ia amat kesal dengan Ana. Wanita itu pun juga segera meninggalkan pusat perbelanjaan tanpa membeli apapun. Mood nya sudah sangat buruk setelah bertemu dengan Ana.
Sedangkan Ana ia tampak kesal kepada dua saudara kembarnya. Bibirnya pun mengerucut sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Akhza si sulung dari kembar tiga itu pun sangat tahu jika sang bungsu tengah marah kepada kedua kakaknya.
" Maaf." Ucap Akhza dengan menelungkupkan kedua tangannya.
" Udah ya jangan ngambek, mas males banget harus ngadepin si piranha itu. Adek kan juaranya kalau ngadepin model ondel ondel gitu." Imbuh Abra.
" Huh… dasar kalian ini. Selalu aku yang jadi tameng. Nggak ngadepin si piranha nggak ngadepin cewek cewek kampus yang ngejar kalian. Memangnya aku ini bodyguard kalian apa."
Akhza dan Abra saling tatap sambil nyengir kuda.
" Iya deh iya maaf. Adek mau apa… nanti kak Ahza beliin."
" Yoi… mau minta apa deh nanti mas Abra beliin."
" Bener??"
Akhza dan Abra mengangguk. Ana pun tersenyum devil, ini adalah kesempatannya untuk menguras kantong kedua kakak nya. Akhza dan Abra sedikit merinding dengan senyuman sang bungsu itu mereka punya firasat yang tidak baik.
🍀🍀🍀
"Assalamaulaikum… mom… ayah….. We are home…!!!"
" Waalaikumsalam…"
Sita dan Rama menjawab salam si bungsu secara bersamaan. Keduanya tampak heran pasalnya si bungsu terlihat begitu senang. Bahkan dari pintu ke ruang keluarga Ana berjalan sambil bersenandung. Berbeda dengan kedua putra mereka yang wajahnya nampak kusut sambil membawa banyak kantong belanjaan.
Ana langsung duduk diantara Rama dan Sita membuat Rama sedikit menggeserkan bokongnya.
" Asek kayaknya lagi seneng banget."
" Yoi yah…."
" Kenapa gitu…."
" Hahahhaha…. Lagi seneng aja mom."
Sita dan Rama bertambah heran dengan tingkah anak gadis mereka.
" Terimakasih ya anak anak sudah menolong mommy belanja."
" Sama sama mom."
Jawab Akhza dan Abra lemas tak bersemangat.
" Kalian kenapa kok mukanya kusut gitu?"
" Huft… adek tuh mom. Gara gara dia uang jajan Akhza abis."
" Iya… sama Abra juga. Habis bersih tak bersisa."
Sita langsung mengarahkan pandangannya ke si bungsu meminta penjelasan.
" Wohooo… tunggu mom… jangan marah dulu. Semua itu udah atas izin mas dan kakak. Mas dan kakak ngebolehin Ana minta apapun sebagai kompensasi atas apa yang sudah Ana lakukan."
Rama memicingkan sebelah matanya mendengar penjelasan sang putri.
" Kompensasi? Emang adek ngapain. Apa kontribusi adek kepada Kak Akhza dan Mas Abra?"
" Begini ayah, Adek itu kalau di kampus udah kayak tameng dan tukang pos. Setiap hari ada aja cewek yang nanyain. Eh kamu adiknya Akhza kan, Akhza mana. Iya Abra juga mana. Salam ya sama kakak kamu. Gituu aja terus sampai wisuda."
Rama terkekeh geli mendengar penjelasan sang putri. Ia melirik kedua putra kembarnya. Wajah Sita yang mendominasi membuat mereka memang tampan. Rama pun mendesahkan nafasnya dengan berat.
" Haah….."
" Lho ayah kenapa?"
" Ayah sedikit merasa tersingkir. Mengapa wajah kalian lebih dominan ke mommy. Ayah sama sekali tidak ada sedikitpun di wajah kalian."
Kali ini Sita yang tertawa mendengar ucapan sang suami. Sita pun mendekatkan bibirnya ke telinga Rama.
" Tapi tanpa adanya kamu mereka nggak akan ada mas."
Cup… Rama mencium pipi Sita sekilas. Reflek ketiga anak mereka menutup mata.
" Mommy… ayah… please jangan bermesraan di depan kami yang masih dibawah umur." Teriak Ana kencang.
Kedua orang tua itu hanya terkekeh geli. Kata kata dibawah umur menambah keduanya tertawa lebih keras. Pasalnya triple A ini usianya sudah 20 tahun, tapi saat di rumah mereka memang seperti bocah.
" Oh iya emang ngabisin uang kakak dan mas buat beli apa?"
Ana pun beranjak dari tempat duduknya dan mengambil sebuah paper bag. Gadis itu lalu mengeluarkan isinya.
" Taraaa….."
" Waah cantik banget mukena nya Dek. Buat mommy ya? Tapi kalau hanya beli mukena nggak akan habis kan uang jajak kakak sama mas?"
" No… ini bukan buat mommy."
" Lalu buat siapa."
" An, kamu nggak akan ngasih itu buat si piranha kan. Kak Akhza nggak ikhlas....."
Ana mendengus kesal mendengar nama Safira disebut. Dia masih kesal dengan pertemuannya tadi dengan wanita sombong itu.
" Tck… apa an sih kak. Enggak ya. Mukena ini mau aku kasihkan ke istri abang nanti."
Semua terdiam mendengar perkataan Ana. Mereka sedikit heran mengapa Ana bisa berkata begitu. Terlebih Kai juga belum menikah.
" Kenapa kamu bisa ngomong begitu An?"
" Nggak tau mas. Tadi pas Ana lihat lihat, terus lihat mukena itu kayaknya cantik aja. Dan kepikiran Abang. Dan Ana ngerasa istri abang pasti cantik kalau pakai mukena itu. Huft… jadi kangen abang."
Mata Ana sudah berkaca, dan akhirnya air mata itu luruh juga. Sita langsung mendekap sang putri. Ia juga sama merindunya dengan sang putri kepada putra sulungnya itu.
" Sudah..jangan menangis. Doakan abang sehat."
Rama mengusap punggung kedua wanita yang dicintainya itu dengan lembut.
TBC