NovelToon NovelToon
Lonceng Cinta

Lonceng Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa / Slice of Life
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Alya harus menjalani kehidupan yang penuh dengan luka . Jatuh Bangun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan Zain sang suami yang sangat berbeda dengan dirinya. Mampukah Alya untuk berdiri tegak di dalam pernikahan yang rumit dan penuh luka itu? Atau apakah ia bisa membuat Zain jatuh hati padanya?

Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....

yuk ramaikan....

Update setiap hari....

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, subscribe, like, gife, vote and komen ya...

Buat yang sudah baca lanjut terus , jangan nunggu tamat dulu baru lanjut. Dan buat yang belum ayo buruan segera merapat dan langsung aja ke cerita nya, bacanya yang beruntun ya, jangan loncat atau skip bab....

Selamat membaca....

Semoga suka dengan cerita nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Dahi Zain berkerut.

"Kesal, lah. Dipanggil tapi dia acuh gak acuh, mau dikabulkan? Mana mau. Dia saja dipanggil gak langsung melangkahkan kakinya ke arahku."

"Padahal Mas cuma Bos, di kantor. Lantas bagaimana menurut Mas sama manusia yang dipanggil sama yang dikasih napas, dikasih rezeki. Tapi malah sombong sekali, mau permintaan dikabulkan cepat tapi dipanggil saja sombong gak mau," ujar Alya lembut tetapi menohok.

Zain tercekat, beberapa kali kelopak matanya berkedip-kedip. Alya mengulas senyum, ia bangkit dari posisi duduknya. Melanglang menuju kamar mandi, meninggalkan Zain yang speechless.

Pria itu bangkit menyingkirkan laptop, meletakkan di atas meja kembali. Sebelum tangannya bergerak melepaskan kaca mata yang baru saja ia pakai, bangkit dari posisi duduknya. Ada apa dengan hatinya, Zain menyentuh dadanya.

Ia berdiri melirik ke arah pintu kamar mandi yang terbuka, Alya keluar dengan wajah yang dipenuhi oleh bulir air wudhu. Lengkap dengan hijab yang ada di kepalanya, melirik ke arah sang suami.

"Ayo, Mas! Tunggu apa lagi," ajak Alya.

Gadis itu mendorong kecil pintu kamar mandi agar terbuka semakin lebar, Zain melangkah mendekati Alya. Masuk ke dalam pintu kamar mandi, bertapa bahagianya hati Alya melihatnya. Sang suami tergerak untuk memulai lagi, memperbaiki salatnya.

Pelan-pelan saja, Alya berharap sang suami tidak akan pernah meninggalkan salatnya. Tak masalah walaupun sang suami masih belum mencintai dirinya, yang penting sang suami pelan-pelan mulai berubah.

***

Zain mengedarkan pandangan matanya melirik ke arah sekitar, ia pikir ia akan datang ke tempat hiburan bersama gadis ini.

Nyatanya Alya malah membawanya ke masjid, ketika menginjak teras masjid ada banyak sekali manusia. Dengan pakaian rapi, tengah melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang berzikir, menunggu waktu masuknya azan magrib. Ada pula yang tampak mengaji, di sana.

Keduanya berhenti di area wudhu, di mana tempat perempuan dan lelaki dipisah.

"Mas wudhu dulu di sana, tunggu aku di sini. Nanti kita masuk sama-sama, sebentar lagi azan magrib akan berkumandang. Kita salat berjamaah di sini, yakin deh. Hati Mas akan merasa ada yang berbeda," ujar Alya.

Zain mengangguk kecil, keduanya melangkahkan masuk ke dalam tempat wudhu masing-masing. Tak lama Alya dan Zain ke luar, dengan keadaan wajah penuh dengan bulir-bulir air.

Alya melangkah bersisian bersama sang suami, Zain duduk di baris paling belakang. Dengan Alya yang duduk di barisan paling depan, gadis itu mengeluarkan mukena traveling yang ia bawa. Memakainya, Zain hanya melihatnya.

"Ini!" Alya mengulurkan kain sarung untuk Zain.

"Buat apa?"

"Buat dipakai salat Mas," balas Alya sebelum terkekeh kecil.

Zain melirik ke arah sekitar, ada banyak yang memakai sarung. Kapan Alya membawanya? Zain tidak tahu kalau sedari tadi sang istri membawa kain sarung.

Zain meraihnya, bangkit dari posisi duduknya. Memakai kain dengan tergesa-gesa, hingga tampak tak rapi. Alya mengeleng kecil, ia ikut bangkit. Membenahinya, wajah Zain sontak saja merah padam. Beberapa jamaah menyorot keduanya dengan pandangan beragam, wajah Zain yang tampak seperti koko-koko India. Membuat mereka berpikiran, jika pria itu adalah seorang mualaf.

"Nah, selesai. Kan, rapi kalau kayak gini," ujar Alya.

"Suaminya mualaf, ya, Dik," timpal ibu-ibu di samping Alya.

"Ganteng banget, suaminya."

Alya mengulum senyum, Zain merasa tertohok. Lelaki yang lain bergerak menarik tirai pemisah antara barisan lelaki dan wanita, Alya melirik yang lain mulai bersiap-siap. Azan mulai berkumandang dengan merdunya, ditarik oleh beberapa lelaki paruh baya. Merangkul orang baru yang masuk Islam adalah sebuah keharusan untuk mereka. Setidaknya itu yang mereka pikirkan tentang Zain.

Alya tersenyum-senyum kecil melihat Zain dikerumuni oleh bapak-bapak di barisan depan salat tadi, mereka tampak begitu ramah pada orang baru. Apalagi dengan yang tadinya disangka mualaf, mereka memberikan banyak keramah-tamahan pada Zain. Mulai membagikan kopi hitam cup, sampai membagikan kue untuk di makan, duduk di teras masjid.

Sesekali Zain tampak meringis, meskipun tampak tersenyum. Ia melirik ke arah sang istri yang kini meraih Al-Qur'an. Memilih untuk membaca ayat suci dengan khusyuk, membiarkan sang suami tetap bercengkrama dengan orang-orang.

"Jadi Nak Zain ini dari Ibu kota," celetuk salah satu pria tua di sana.

"Oh? Ah, iya, Pak. Saya dari Ibu kota," jawab Zain kikuk.

"Pasti mau bulan madu, ya, sama istrinya ke sini," timpal pria berkopiah hitam itu.

Kepala Zain tampak mengangguk patah-patah, dan tersenyum.

"Iya, Pak."

"Wah! Memang ya, cinta bisa menuntun orang pada jalan yang benar. Gimana keluarganya Nak Zain, apakah tidak masalah masuk Islam?"

Sontak saja para pria tua di sana menatap Zain dengan sorot mata yang tampak penmagriban, ingin dibantah rasanya tidak enak. Ia memang sedari lahir sudah memiliki KТР dengan Islam, meskipun begitu ada banyak hal yang ia sendiri tidak ketahui tentang Islam. Bahkan salat 5 waktu saja, yang wajib sering Zain tinggalkan.

"Gak kok, Pak. Mereka mendukung apapun keputusan saya," jawab Zain penuh dusta.

Mereka secara serentak mengangguk, dan tersenyum lebar. Tidak banyak yang mampu menerima kalau ada yang merubah agama mereka, tetapi keluarga pemuda satu ini memiliki hati yang besar.

"Kalau begitu, Nak Zain simpan nomor Bapak. Nanti siapa tahu Nak Zain butuh bantuan," ujar salah satu di antara mereka.

"Nomor Bapak juga bisa simpan, Nak."

"Iya, Bapak juga boleh di simpan."

"Ini juga simpan nomor Bapak."

Zain melirik ke arah semuanya dengan wajah tak paham, dengan sebegitu ramahnya orang-orang tua itu. bagaimana ini? Zain tidak terbiasa menghadapi orang yang sudah tua. Ia mengangguk cepat, meminta mereka semuanya menunggu sebentar saja. Sesekali Zain melirik ke arah Alya yang masih khusyuk dengan kitab suci, membacanya.

***

"Baik, Pak Adam. Terima kasih atas informasinya, Pak!" seru Usman dengan wajah cerah.

"Sama-sama Bapak, saya juga berharap kalau mereka bisa menjadi pasangan suami-isteri pada umumnya. Bisa saling cinta, bersama sampai tua," jawab lelaki di seberang sana.

Kepala Usman mengangguk-anggukkan kecil, meskipun Adam di seberang sana tidak akan melihatnya. Dari arah rumah sang istri tampak datang dengan pembantu di belakang tubuh mengikuti sang istri.

1
Annisa Rahman
Mari mari yuk mampir kesini ditinggu kedatangannya
bolu
selama baca dari chapter 1-22 jalan ceritanya sangat bagus dan fresh, tolong secepatnya update chapter ya kak ✨🌼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!