Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3~ HAL YANG SUDAH JARANG IA SAKSIKAN
"Makasih ya, Mas. Akhirnya kamu menepati janji untuk menikahi aku, walaupun pernikahan kita cuma sirih tapi aku senang banget." Ucap Windi dengan nada manjanya sembari bergelayut mesra di lengan Fahmi.
"Aku juga senang banget, aku sudah cukup lama menahan diri. Tapi maaf ya, kita masih harus sembunyi-sembunyi dulu. Jangan sampai orang-orang Kantor tahu." Kata Fahmi sambil membelai wajah Windi. Wanita itu hanya menjawabnya dengan anggukan pelan serta senyum nakalnya.
Akad baru selesai digelar beberapa jam lalu di rumah Windi, dengan sederhana dan dihadiri oleh ibunya Fahmi serta dua orang saksi yang merupakan tetangga Windi. Sedangkan Windi sendiri diwalikan oleh wali hakim karena telah menjadi yatim-piatu dan merupakan anak tunggal, ia hanya memiliki bibi di kampung yang sudah lama tak berkabar.
Windi sudah cukup lama berada di kota, bekerja sambil kuliah. Sampai akhirnya ia diterima bekerja di perusahaan yang sama dengan Fahmi.
Mulanya mereka sama-sama karyawan biasa, tetapi karena prestasi dan kinerja Fahmi yang memuaskan akhirnya diangkat menjadi manager. Hubungan mereka pun terjalin setelah 3 bulan Fahmi menduduki posisi manager. Seringnya bertemu dan perhatian yang selalu diberikan Windi, Fahmi mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ia mulai membanding-bandingkan antara Jihan dan Windi, hingga akhirnya terjalinlah hubungan gelap itu.
Pernikahannya malam ini pun sudah ia rencanakan sejak beberapa hari lalu, dan didukung penuh oleh ibunya. Bahkan mereka bertiga sempat makan malam bersama sebelum ibu Neny memutuskan pulang agar tidak membuat Jihan curiga.
"Malam ini, Mas Fahmi menginap di sini, kan?" Tanya Windi, tatapannya begitu menggoda membuat Fahmi pun menatapnya penuh gairah.
"Kamu ini gimana sih, ini malam pertama kita. Masa aku akan pulang." Ujar Fahmi, jari jemarinya semakin bergerak nakal, yang semula membelai wajah kini turun bergerilya di ceruk leher Windi.
"Tapi bagaimana kalau Mas dicariin sama yang di rumah?" Ucap Windi dengan nada sensual, nyaris terdengar seperti lenguhan.
"Biarkan saja, malam ini aku tidak ingin ada gangguan." Fahmi lalu menarik pinggang Windi dan merapatkan ke tubuhnya."
.
.
.
Jihan terbangun saat terdengar suara adzan subuh. Ia menghela nafas panjang kala tak mendapat Fahmi di sampingnya, termenung sejenak memikirkan dimana keberadaan suaminya sekarang, kemudian akhirnya turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi.
Usai melaksanakan sholat wajib dua rakaat itu, ia menengadahkan kedua tangannya dengan mata berkaca-kaca. Mengadukan semua keluh kesah di hatinya pada sang pencipta.
"Ya Allah, maafkanlah hambamu ini. Aku bukannya tidak bersyukur atas apa yang kami miliki saat ini. Hanya saja, aku justru merasakan kehampaan atas ini semua. Sejak derajat keluarga kami terangkat, aku kehilangan kasih sayang suami dan ibu mertuaku. Ya Allah, aku mohon kesudihan Engkau melembutkan kembali hati suami dan ibu mertuaku. Aku merindukan kasih sayang mereka. Sesungguhnya bukan hanya aku yang merasakan kesedihan atas sikap mereka, tapi putraku juga."
Air mata Jihan menetes seiring setiap bait doa yang dipanjatkan nya, bibirnya bergetar pun dengan kedua tangannya. Ia mengakhiri doa dengan menyapukan kedua telapak tangannya ke wajah, diiringi pengharapan penuh dalam hati semoga Allah memperkenankan doanya.
Setelah menyimpan mukenah dan sajadah, Jihan meraih ponselnya yang berada di atas nakas dan kembali menghubungi suaminya. Beberapa kali mencoba, namun tak kunjung ada jawaban ia akhirnya memutuskan untuk menemui ibu mertuanya.
"Astaghfirullah, apa Ibu gak sholat ya?" Gumam Jihan setelah beberapa kali mengetuk pintu kamar ibu mertuanya, namun tak ada sahutan dari dalam.
Jihan beralih ke kamar putranya, membuka pintu dengan sangat pelan agar tidak menimbulkan suara. Bibirnya menyunggingkan senyum, namun sorot matanya nampak sendu melihat Dafa yang tertidur pulas.
"Maafin Bunda ya, Nak. Bunda sengaja gak bangun Dafa sholat, Bunda gak tahu harus jawab apa lagi kalau Dafa tanya Ayah dimana dan kenapa gak sholat bareng kita. Bunda juga gak tahu dimana Ayah sekarang." Ia menghela nafas berat seraya menutup kembali pintu kamar putranya.
Demi menghalau kerisauan di hatinya, ia mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah yang biasanya ia kerjakan saat pagi.
Sementara itu di rumah Windi.
Fahmi baru saja selesai membersihkan diri, sedang Windi masih tertidur karena kelelahan melayani suaminya. Fahmi benar-benar merasa terpuaskan, semalam ia melakukannya sampai berulang kali.
Setelah selesai berpakaian, ia duduk di tepi tempat tidur. Tersenyum menatap tanda merah di leher Windi, bekas percintaan mereka semalam.
"Sayang, hei ayo bangun." Ia mengusap-usap pelan pipi istri keduanya itu.
"Mas, aku masih ngantuk." Keluh Windi dengan suara seraknya, tanpa membuka mata.
"Aku cuma mau pamitan pulang, aku harus tetap masuh kerja hari ini."
"Ya udah, Mas hati-hati di jalan ya. Tapi, hari ini aku gak masuk kerja dulu gak apa-apa, kan? Aku masih ngantuk banget, badan aku juga rasanya sakit semua." Keluh Windi.
Fahmi tersenyum, bak merasa bangga telah membuat istri sirihnya itu kelelahan karena keperkasaannya.
"Ya udah gak apa-apa, tapi jangan sampai siang tidurnya. Kamu harus mandi air hangat biar badannya terasa enakan lagi. Dan nanti aku akan kirim makanan ke sini." Ujarnya.
"Makasih ya, Mas. Kamu perhatian banget sama aku." Windi membuka mata, lalu merentangkan kedua tangannya pada sang suami.
Fahmi menyambutnya dan melabuhkan kecupan mesra di kening, kemudian bergegas pergi setelahnya. Ia akan pulang terlebih dahulu untuk berganti pakaian sebelum berangkat ke kantor, ia jadi berpikir membeli pakaian baru untuk ia taruh di rumah Windi agar tidak kerepotan seperti sekarang.
Jihan baru saja selesai menghidangkan makanan di meja makan saat terdengar suara klakson mobil yang memasuki pelataran. Ia seketika tersenyum sebab yakin suaminya yang datang, bergegas ia keluar untuk menyambut.
"Akhirnya Mas Fahmi pulang juga, semalaman aku cemas nunggui Mas pulang. Mas Fahmi kemana dan kenapa telepon aku gak di angkat?"
Fahmi membuang nafas kasar, kedua matanya mendelik kesal. "Jihan, please ini masih pagi dan gak usah ngajak ribut."
Ekspresi wajah Jihan seketika terperangah, "Mas aku cuma nanya, apa itu salah?"
"Salah, sangat salah. Kamu pikir aku kemana semalaman gak pulang, huh? Aku kerja Jihan, aku lembur dan sampai ketiduran di kantor!" Tukas Fahmi kemudian berlalu meninggalkan istrinya itu.
Jihan dengan cepat menyusul, "Mas aku minta maaf, aku gak tahu kalau Mas lagi lembur semalam. Ya sudah, sekarang Mas sarapan ya, aku sudah siapkan."
Tanpa kata Fahmi langsung menuju ruang makan, ia memang merasa sangat lapar sekarang. Tak dapat dipungkiri, semalam tenaganya benar-benar terkuras habis.
Jihan tersenyum melihat suaminya makan dengan sangat lahap, hal yang sudah sangat jarang ia saksikan. Bahkan ia tidak ingat lagi kapan terakhir kali Fahmi menikmati makanan buatannya dengan lahap seperti ini.
Jihan yang tenang ya jangan gugup keluarga Aidan udah jinak semua kok paling Fio aja yang rada2🤭🤭🤭
makanya Jihan jangan meragu lagi ya Aidan baik dan bertanggung jawab kok g kayak sie onta
sampai rumah langsung ajak papa Denis ngelamar ya Ai biar g ditikung si onta lagi soalnya dia dah mulai nyicil karma itu