Rahasia besar dibalik persaingan dua kedai yang bertolak belakang dalam segala hal.
Saat yang nampak tidak seperti yang sesungguhnya, saat itu pula keteguhan dan ketangguhan diuji.
Akankah persaingan itu hanya sebatas bisnis usaha, atau malah berujung pada konflik yang melibatkan dua sindikat besar kelas dunia?
Bagi yang suka genre action, kriminal, mafia, dengan sentuhan drama, romansa dan komedi ringan, yuk.. langsung di klik tombol "mulai baca"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 19
Area di sekeliling tempat itu cukup gelap. Hanya ada beberapa lampu jalan yang sebagiannya sudah tak berfungsi. Entah siapa yang harus dituntut. Yang seharusnya bertanggung jawab tentang penyediaan fasilitas umum, atau mereka yang berbuat onar dan tanpa rasa bersalah melampiaskan kekesalan atau keisengannya terhadap benda mati.
Jalanan pun terlihat sangat lengang, seolah daerah itu tak berpenghuni. Kalaupun ada orang, sepertinya takkan mau ambil bagian dari apapun yang terjadi di situ. Mungkin karena sudah terbiasa. Dan mereka sudah sangat paham, menyaksikan berarti menjadi saksi. Mereka malas untuk itu dan memilih menutup pintu, mata dan telinga mereka rapat-rapat.
Tapi gelap dan sunyi itu malam ini pecah oleh sebuah pertarungan yang tak imbang dari segi jumlah. Akita dan Ryuu terpaksa meladeni penyerang mereka yang berjumlah lebih dari sepuluh orang hanya dengan tangan kosong. Untungnya para penyerang itu bukan ahli beladiri, yang mereka lakukan hanyalah menyerang membabi buta tanpa teknik sama sekali. Namun senjata tajam dan beberapa tongkat besi yang mereka gunakan cukup menyusahkan Akita dan Ryuu.
"Ryuu..!", seseorang menjerit nyaring kemudian melemparkan dua katana pada Ryuu.
"Nami?!", Akita tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Sekejap kemudian gadis itu dengan lincah dan cepat sudah meladeni setiap serangan lawannya dengan katana miliknya.
"Jangan bunuh mereka!", teriak Akita di sela-sela gerakannya menangkis dan menjatuhkan penyerang mereka.
Ia bahkan tak mau membuka sarung katana di tangannya, dan hanya memperlakukannya seperti pedang kayu. Namun itu pun sudah cukup membuat lawannya babak belur tak berdaya. Berbeda dengan lawan yang dihadapi Ryuu dan Nami yang mengalami luka akibat sayatan dari katana mereka.
Hanya dalam beberapa menit, semua musuh mereka tumbang. Sebagian dari mereka masih bisa beringsut melarikan diri untuk mencari selamat. Nami mengenali seorang dari mereka, pemuda kulit hitam yang tadi siang memesan ramen padanya.
Nami mendekatinya dengan tawa sinis. Pemuda itu terlihat gemetar dengan tatapan ngeri pada gadis yang ternyata berbeda jauh dengan yang ia temui sebelumnya. Tatapan takutnya ternyata hanya kedok, karena mata itu kini seolah menyala dan seperti siap membalas dendam. Barulah ia tersadar kalau sudah mencari masalah pada orang yang salah.
"Kau tadi belum mengambil pesananmu, kenapa sudah buru-buru pergi?", Nami mengacungkan ujung katana ke dekat urat leher pemuda itu.
"Maafkan aku nona, aku.. aku tidak bermaksud.."
Bugh!
Pukulan keras Nami menghentikan kalimatnya. Pemuda itu kini terkulai tak sadarkan diri.
"Ayo kita pergi!", ajak Akita.
Namun mata Nami menangkap sesuatu yang menarik di situ dan mengambilnya.
"Boleh aku menyimpan ini?", tanya Nami sambil menenteng tongkat besi yang diambilnya dari pemuda yang tadi dipukulnya.
"Baiklah, cepat", Ryuu melotot pada Nami dan beberapa detik kemudian mereka sudah berlalu dari tempat itu.
Ketiganya kini sudah berdiri di depan sebuah rumah. Setelah berpikir sejenak, Akita memutuskan.
"Nami, sebaiknya kau pulang saja. Dan kau Ryuu, tunggu apa kata bibi Katsumi saat tahu kau mengajak puterinya melakukan hal berbahaya seperti ini", ancam Akita serius pada Ryuu.
Ryuu melengos lalu menatap Nami.
"Sana, cepat kau pulang!", bentaknya, menyalurkan kekesalannya terhadap ancaman Akita pada gadis itu.
Dengan wajah cemberut, Nami mengikuti perintah Ryuu.
Beberapa kali ketukan akhirnya membuat pintu di depan mereka terbuka. Si pemilik rumah sepertinya tak terkejut sama sekali. Mungkin sudah terbiasa menerima tamu tak biasa di jam-jam tak biasa pula.
*********
"Racun ini cukup berbahaya. Dua atau tiga dosis lagi, nyawamu bisa melayang. Siapapun yang memberikan itu padamu, dia benar-benar orang yang teliti dan hati-hati. Aku menduga, dia orang yang cukup dekat denganmu, yang bisa memberimu racun itu tanpa perlu kau curigai", ucap Benjamin.
Ryuu menatap Akita seolah menyalahkannya.
"Tapi kau tidak perlu khawatir, racun ini punya penawarnya", Benjamin menuju ke sebuah lemari kaca yang penuh dengan tabung dan perlengkapan kimia aneh lainnya.
Dia mengambil sebuah suntikan kemudian menuju kulkas untuk mengambil sebuah tabung kaca kecil.
"Tunggu!", Ryuu menahan pergerakan Benjamin yang sudah siap menyuntik lengan Akita.
"Bagaimana kami bisa percaya ucapanmu, sedangkan kau sendiri adalah orangnya Luca Gambino. Dalam perjalanan ke sini pun kami diserang oleh kelompok suruhannya".
Benjamin mengurungkan niatnya.
"Oh.. jadi si gila Gambino yang menyuruhmu ke sini?" Diletakkannya suntikan berisi penawar itu ke atas sebuah piringan aluminium.
Wajahnya berubah serius, sementara tangannya bersedekap sambil menatap tajam pada Ryuu.
"Tak biasanya dia mengirim musuhnya padaku, bukankah itu tak masuk akal?", tanya Benjamin.
"Ceritanya panjang, dan aku hanya perlu jaminan dengan apa yang coba kau lakukan pada kami", Ryuu masih bertahan.
"Baiklah, bagaimana kalau kukatakan begini. Andai ada orang di dunia ini yang paling ingin dilenyapkan oleh Luca Gambino, maka orang itu adalah aku. Tapi sayangnya ia tak kan berani melakukannya".
Akita duh nasibmu terancam
Akita malah bersyukur ada goncangan di pesawat, dapat pelukan tangan...
😘😘😘
👍👍👍
😄😄😄
😅😅😅
Ryuu sudah sangat bosan dengan genre romansa, saatnya genre HOROR & Baku Hantam ...!!!
Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya...
Jadi kena juga !!!!