Aku yang dikhianati sahabat dan suamiku kembali ke masa lalu. Aku tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan mereka lagi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sia Masya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25(Pov Dinda)
"Gimana Ly? Apa yang rusak?" Tanyaku pada Loly disaat dia sedang memeriksa mesin motor tersebut. Kami terpaksa berhenti di tengah jalan. Tidak tahu kenapa motor mas Devan tiba-tiba saja mati. Loly juga mencoba menghidupkan nya beberapa kali, tapi tetap saja nggak nyala.
"Mana di sini nggak ada bengkel." Loly mulai kesal.
Motor kami berhenti di sekitar area hutan. Mungkin sekitar 50 meter di depan baru kami bisa menemukan rumah warga.
"Sebaiknya kamu pesan taksi saja Dinda, aku harus membawa motor ini ke bengkel dulu."
"Tidak. Aku bakal nungguin kamu. Kalau nggak kita dorong motor ini ke depan siapa tahu ada bengkel. Lagian aku nggak mungkin ninggalin kamu sendirian di sini."
"Tapi perumahan warga masih jauh ini ke depan. Aku nggak apa-apa kok. Mendingan kamu telepon taksi ya. Sepertinya masih ada di jam segini." Loly membujukku.
"Aku akan menelpon kakakku dulu. Kamu pesan saja taksinya."
Saat Loly masih berbicara dengan kakaknya, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan kami. Seorang pria dengan jas hitamnya keluar dari dalam mobil. Karena di area situ gelap karena tak ada lampu jalan, jadi wajahnya nggak terlihat jelas.
"Kalian berdua kenapa bisa ada di sini." Suaranya sangat familia. Ternyata itu Leo. Aku mengetahuinya setelah menyoroti wajahnya dengan senter handpone ku.
"Leo?"
Aku dan Loly menatapnya bingung. Apalagi penampilan nya seperti seorang pengusaha muda.
"Kenapa motornya?"
"Nggak tahu, tiba-tiba saja mati."
"Kamu sudah periksa apa masalahnya?" Tanya Leo pada Loly.
"Aku cuma tahu bawa saja, selebihnya aku mana tahu."
Leo menyuruh sopirnya keluar untuk memeriksa masalah pada motor tersebut.
"Sepertinya bensinnya habis Tuan."
"Oh iya," Loly menepuk keningnya pelan. "Tadi mas Devan menyuruhku untuk mengisi bensinnya dulu saat menjemputmu, tapi aku lupa."
"Pak, coba periksa di belakang bagasi siapa tahu ada bensin!" Sang sopir dengan sigap melakukan perintah bosnya itu. Ia kembali mendekat dengan membawa sebotol bensin.
"Ada tuan, tapi hanya segini saja." Sang sopir memperlihatkan sebotol kecil yang berisi bensin tadi.
"Ya sudah pakai saja itu, nanti kalau ketemu pon bensin baru di isi lagi."
Sang sopir mengisi semua bensinnya dan mencoba menyalakan motornya. Dan akhirnya motor tersebut hidup kembali.
"Loly sebaiknya kamu kembali saja ke tempat tadi. Aku akan mencari taksi buat mengantarku pulang. Sepertinya tidak akan cukup bensinnya jika kamu mengantarku lagi."
"Tapi kan aku,"
"Tidak apa-apa. Aku akan memesan taksi sekarang. Cepatlah balik, mas Devan dan Sita pasti menunggu mu. Jangan lupa isi bensinnya dulu."
"Baiklah,"
"Kalau gitu aku antar." Tawaran yang begitu tiba-tiba dari Leo membuat aku dan Loly sontak menatapnya.
"Kenapa lihat aku begitu, lagian kamu yakin masih ada taksi di jam segini? Dan kalaupun ada kamu akan menunggu lama." Aku merasa dilema antara menolak atau menerima tawaran nya.
"Aku nggak bakal ngelakuin hal yang aneh-aneh. Jadi kamu tenang saja. Lagian aku sudah pernah ke rumahmu bukan." Setelah berpikir matang-matang aku akhirnya menerima ajakan Leo.
"Baiklah kalau begitu."
"Ingat ya, jangan macam-macam sama sahabat ku. Pokoknya antar dia sampai ke tempat tujuan dengan selamat." Kata Loly dengan nada ancaman serta penuh penekanan. Leo hanya membalasnya dengan tersenyum. Aku dan Leo duduk di bangku belakang, sedangkan sang sopir sendirian di depan.
Aku memberanikan diri untuk berbicara karena merasa nggak nyaman sama keadaan yang sunyi saat ini.
"Kamu dari mana?" Leo melirik ku sebentar lalu melihat ke arah depan.
"Ada urusan di luar."
"Penampilan mu kali ini sudah seperti seorang pengusaha saja." Kataku sambil melihat penampilan Leo, namun sebenarnya mencari obrolan yang santai untuk memecah kesunyian kami.
"Memang benar tebakanmu itu. Aku memang seorang pengusaha." Jawab Leo dengan santai nya.
"Wah kamu hebat sekali, padahal kamu masih muda."
"Tidak hebat juga. Aku mengurus perusahaan ayahku. Kalau perusahaan ku sendiri sih baru bisa dikatakan hebat."
"Tapi kenapa kamu bisa tahan kelas, sedangkan mengurus perusahaan diperlukan kepintaran. Aku sangat yakin kalau kamu itu pintar." Leo tidak menjawab pertanyaan dari ku.
"Dan bagaimana cara kamu membagi waktu antara kerjaan sama sekolah?" Jiwa penasaran ku saat ini seperti nya sedang meronta-ronta.
"Kamu ini kecil-kecil cerewet juga yah."
Aku begitu kesal mendengar perkataan nya yang mengataiku kecil.
"Kecil? Emangnya kamu sudah dewasa?"
"Memang, umurku sekarang sudah 18 tahun, termaksud dewasa bukan. Sedangkan kamu masih 16 tahun. Artinya kamu lebih kecil dari aku."
"Siapa bilang, meskipun umur mu lebih tua dariku, tapi sekarang kita seangkatan jadi tetap saja sama."
"Berbeda." Suara Leo penuh penekanan.
"Sama, tidak ada yang berbeda." Aku meninggikan suaraku tidak mau kalah.
"Kamu lebih pendek dari aku." Mengesalkan, tadi katain aku kecil sekarang pendek. Ya aku akui tinggiku 150 tapi kan itu bukan salahku. Mentang-mentang tingginya sama seperti kakakku seenaknya dia memperlakukan aku. Makin sesak rasanya berada dalam mobil ini.
"Pak berhenti di sini!"
"Kenapa berhenti disini? Rumahmu masih jauh."
"Aku akan cari taksi." Si sopir menghentikan mobilnya. Aku membuka pintu mobil dengan kasar. Namun saat akan keluar, Leo menarik tangan ku dengan kuat sehingga aku tidak bisa menyeimbangkan badanku dan jatuh ke dalam pelukannya.
"Tenanglah. Aku akan mengantarmu oke. Jadi sekarang duduk dengan diam. Lagian justru kamu ngambek seperti ini menunjukkan kalau kamu memang masih anak kecil."
"Aku, aku nggak ngambek." Aku hanya terdiam tanpa mengajaknya bicara lagi. Sungguh saat dia berbicara wajah kami berdekatan dan entah kenapa hatiku terasa deg-degan. Dan caranya berbicara barusan juga begitu lembut di telinga ku. Wajahku sekarang semerah tomat matang.
"Jalan pak!"
ansk perempuan klu pacaran RUSAKKKK.