"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Pertemuan Juno dan Devan
Degup jantung lelaki itu seakan berhenti didetik itu juga, manakala matanya menangkap seseorang yang dulu pernah singgah dihidupnya walau sebentar. Wanita yang dulu pernah membina rumah tangga dengannya selama dua tahun, dan tidak pernah dia anggap. Kini dia melihat wanita yang sudah dinyatakan mati 5 tahun yang lalu itu ada dihadapannya. Tepat saat dia dan dua orang kepercayaannya akan menaiki lift hotel tersebut.
Dia melihat Indira didalam lift dan menekan tombolnya menuju ke lantai atas. Pintu lift itu pun perlahan menutup.
"Indira? Mana mungkin..."
Matanya terbelalak, dia tidak berkedip menatap wanita berhijab itu didalam lift. Tubuhnya menegang dan merasa hal yang dilihatnya adalah sebuah kemustahilan. Juno terdiam sejenak, hingga akhirnya akal sehatnya kembali berfungsi dan dia segera berlari mendekati pintu lift yang hampir tertutup itu.
"INDIRA!" panggil Juno berseru. Hingga Indira yang ada didalam lift itu pun menoleh ke depan.
Mata mereka sempat bertemu pandang, hingga akhirnya pintu itu tertutup sempurna dan membuat Juno terlambat mendekati Indira. Dan Indira juga langsung membalikan badan untuk membelakanginya.
"Dia masih hidup?" gumam Juno dengan wajah yang tampak syok seperti seseorang yang baru saja melihat hantu. Perasaannya tidak karuan setelah dia yakin, wanita itu Indira.
"Aku pasti salah lihat," gumam Juno meyakinkan dirinya, bahwa dia salah lihat. Karena tak mungkin Indira masih hidup.
"Pak Juno! Bapak kenapa pak?" tanya Tiara, sektretaris Juno seraya menghampiri bosnya itu. Wildan yang merupakan asisten Juno juga turut menghampiri Juno yang masih terdiam didepan lift.
"Pak! Apa bapak baik-baik saja?" tanya Wildan khawatir, melihat presdirnya tiba-tiba saja terdiam seperti itu.
"Sa-saya tidak apa-apa. Ayo kita ke atas," jawab Juno sambil menetralkan degup jantung dan napasnya yang tak beraturan itu.
'Tidak mungkin Indira masih hidup, tidak mungkin' batin Juno yang berusaha berpikir demikian. Tapi hatinya mengatakan bahwa Indira yang tadi dilihatnya itu nyata, bahkan Indira membelakanginya dengan sengaja.
Juno dan kedua orangnya itu masuk ke dalam lift, mereka akan pergi ke lantai tempat kamar mereka akan menginap. Sementara itu Tiara terlihat memandangi Juno dengan tajam dari belakang.
'Indira? Siapa itu Indira? Aku harus lapor sama bu Sheila' kata Tiara dalam hatinya.
****
Setelah keluar dari lift, tubuh Indira langsung lemas dan tanpa sengaja dia jatuh terduduk. Kedua matanya berkaca-kaca, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Hatinya yang mulai sembuh, perlahan lukanya terbuka lagi setelah melihat penyebab luka itu ada didepan matanya.
Bayangan kehidupannya sebagai istri dari seorang Juno, kembali terlintas dikepalanya. Menimbulkan rasa sakit di dadanya, seakan separuh oksigennya terambil dengan paksa.
"Mas Juno....kenapa dia ada disini? Kenapa bisa?" gumam Indira sambil memegang dadanya yang terasa sesak.
"Indira, ayo jangan seperti ini. Suatu saat nanti kamu memang akan bertemu dengannya, tapi kenapa kamu begini? Kamu harus bisa mengendalikan perasaan kamu sendiri!" ucap Indira yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Hatinya tidak boleh lemah, karena dia bukan Indira yang dulu. Apalagi saat dia bertemu dengan Juno nanti, karena suatu saat nanti mereka pasti akan bertemu cepat atau lambat. Tapi, untuk hari ini, semuanya terlalu mendadak untuk Indira.
Indira kembali berdiri, dia mengusap air mata yang terlihat disudut matanya.Lantas dia kembali menegakkan badannya, lalu melangkah pergi dari sana untuk bertemu dengan salah satu klien wanitanya.
"Ya Allah, tolong jangan pertemukan aku dengan Mas Juno sekarang. Aku tidak ingin bertemu dengannya," ucap Indira berdoa. Dia belum mempersiapkan hatinya dengan baik, ketika bertemu Juno nanti.
Sampai urusannya selesai di hotel itu, Indira tidak bertemu lagi dengan Juno. Alhamdulillah, dia bersyukur akan hal itu. Doanya terkabul, setidaknya untuk saat ini. Atau mungkin Allah memang sedang menunda pertemuan mereka dan sudah menjadwalkannya pada waktu yang lain.
****
Siang itu, Juno keluar dari kamar hotelnya dan termasuk untuk mencari makanan di luar hotel tersebut. Selagi menunggu rapat dengan kliennya nanti sore di hotel ini. Dia pergi seorang diri sambil menaiki taksi. Padahal dia bisa saja memerintahkan asisten atau sekretarisnya untuk membelikan makanan tersebut, tapi dia malah pergi sendiri karena dia ingin sekalian jalan-jalan.
Perhatiannya lantas tertuju pada sebuah rumah restoran yang tak jauh dari taman kanak kanak. Restoran bergaya eropa itu menarik perhatiannya.
"Sepertinya makan disini akan enak juga," ucap Juno sambil tersenyum. Dia pun berjalan keluar dari taksi tersebut setelah dia membayar ongkos taksinya.
Tanpa dia sadari, dompetnya terjatuh dari kantong celananya. Seorang anak laki-laki mengambil dompet itu dan berlari mengejarnya.
"Uncle! Uncle tunggu!" seru anak laki-laki itu sambil berlari menyusul Juno yang sudah masuk ke dalam restoran. Dia masih memakai seragam taman kanak-kanaknya.
"Uncle ini dompetnya catuh!" ujar anak laki-laki itu sambil berteriak. Hingga Juno pun menoleh ke belakang, karena merasa dia yang dipanggil.
Anak laki-laki itu tersenyum dan sesaat dia lupa untuk menggunakan bahasa Inggris seperti biasanya.
"Kamu manggil saya?" tanya Juno seraya mendekati anak laki-laki itu yang berada di depan pintu restoran.
"Iya Uncle, ini dompetnya jatuh!" ucap anak laki-laki itu sambil tersenyum manis kepada Juno. Dia menyerahkan dompet berwarna coklat tersebut kepada pemiliknya.
"Wah, ini memang dompet saya. Terimakasih ya, kamu-"
Begitu Juno menatap mata anak laki-laki itu, dan melihat rupa wajahnya. Juno langsung terdiam, kedua matanya sampai tak berkedip. Jantungnya, entah kenapa berdegup kencang.
****
penyesalan mu lagi otw juno