~Jingga melambangkan keindahan dan kesempurnaan tanpa celah ~
Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan cinta Jingga. Seorang yang rela menjadi pengantin pengganti untuk majikannya, yang menghilang saat acara sakral. Ia memasuki gerbang pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap di cintai.
Jingga menerima pernikahan ini, tanpa di beri kesempatan untuk memberikan jawaban, atas penolakan atau penerimaannya.
Beberapa saat setelah pernikahan, Jingga sudah di hadapkan dengan sikap kasar dan dingin suaminya, yang secara terang-terangan menolak kehadirannya.
"Jangan harap kamu bisa bahagia, akan aku pastikan kamu menderita sepanjang mejalani pernikahan ini"~ Fajar.
Akankah Jingga nan indah, mampu menjemput dinginnya sang Fajar? layaknya ombak yang berguling, menari-nari menjemput pasir putih di tepi pantai.
Temukan jawabannya hanya di kisah Jingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rengganis Fitriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aturan Pernikahan
“Sayang”, rengek Maura dengan manja, kala sedang berada dalam satu kemudi dengan Fajar, namun tak ada satu katapun yang terlontar dari mulut Fajar untuk membalas ucapan kekasihnya. Tatapan matanya menghunus tajam, menatap padatnya jalanan setelah jam istirahat.
“Aku akan mengantarkan mu pulang!”, serunya dingin, enggan menatap wanita yang selama lima tahun mengisi hatinya.
“Tapi aku masih ingin bersamamu, kita sudah satu minggu lebih tidak bertemu”, rengeknya kembali, dengan memasang wajah yang imut dan manyun.
“Jangan bilang, karena wanita murahan itu kamu jadi bersikap acuh padaku seperti ini”.
Fajar diam, ia hanya melirik Maura sekilas dengan tatapan yang dingin dan menakutkan.
“Iya, baik kalau itu maumu, tapi janji ya lain hari kita ketemu lagi, semenjak ada wanita sialan itu, kamu hampir tak pernah lagi datang ke apartemenku”. Sepanjang perjalanan pulang, Maura, hanya mengomel-ngomel saja, dalam hati ia juga memaki-maki perlakuan Fajar padanya hari ini.
Fajar tidak bergeming, ia bersikap seperti biasanya dingin dan tak tersentuh. Sesampainya di apartement, Maura, meminta Fajar untuk mengantarkan sejenak ke unit miliknya, namun dengan tegas Fajar menolak dengan alasan sedang di tunggu rekan kerjanya untuk meeting.
Sesampai di dalam kamar, Maura membanting pintunya dengan cukup keras, ia melempar tas kecil di tangannya ke sembarang arah. Membuka sendal hak tingginya dengan paksa.
“Arhhhhh”. Teriaknya frustasi, kini tubuh sempurna dalam balutan dress mini warna merah, berjalan menuju cermin besar yang ada di samping ranjangnya.
“Lihat saja Fajar, aku akan membuatmu bertekuk lutut, mengiba padaku. Akan aku pastikan kamu dan seluruh hartamu dalam genggamanku. Dan satu lagi, akan aku pastikan kau lekas menceraikan wanita sialan itu”.
Ia menatap cermin besar tersebut, berjalan berkelok-kelok selayaknya ketika menjadi model. Membuka bajunya dengan pelan, yang memperlihatkan tubuh indahnya terbuka.
“Lihat Fajar, betapa sempurnanya tubuhku ini!”. Tangannya terulur membelai tubuhnya sendiri.
***
Kantor Dirgantara.
Pintu lift terbuka, Fajar mulai masuk menuju lantai tujuh tempat singgasananya. Dua asisten sekretaris sudah berdiri menyambut kedatangannya.
“Selamat siang Pak”. kompak keduanya menyambut atasannya dan membungkukan badannya.
Fajar diam saja, enggan untuk membalas sambutan mereka.
“Jam empat anda harus menemui Tuan Alex di hotel miliknya, Pak”. Yuri, salah satu asisten sekretaris menyerahkan sebuah berkas milik PT Rajawali Angkasa.
“Mereka jadi menggunakan tim kita?”. Tanyanya dengan tangan memeriksa lembaran demi lembaran berkas yang baru ia terima.
“Pukul dua nanti panggil manager pemasaran, suruh mereka menghadap ke sini, dan panggilkan Reza sekarang”. Titahnya dengan tangan mengibas keluar, sebagai isyarat menyuruh sang asisten sekertaris untuk pulang.
“Baik Pak”. Yura menundukkan badannya lekas meninggalkan ruangan Fajar, dan melaksanakan semua perintah atasannya.
Lima menit kemudian....
Tok....tok....
Suara ketukan pintu dari luar.
“Masuk”.
Reza melangkah untuk masuk mendekati atasannya, ia membungkukan badannya sebagai salam atas kehadirannya. Ia tak bertanya apa-apa, Reza sudah hafal betul, jika Fajar memanggilnya berarti ada hal yang harus ia kerjakan, baik itu berkaitan dengan perusahaan maupun kehidupan pribadinya.
“Aku mau kamu buatkan aturan setelah menikah untuk Jingga”. Perintahnya pada Reza.
Reza melongo untuk sementara waktu, ia berusaha memperbaiki pendengarannya.
“Maaf Tuan, boleh di ulang lagi?”.
“Aku memintamu membuatkan aturan setelah pernikahan untuk Jingga, apa telingamu sedang bermasalah!”. Wajahnya menatap tajam.
Reza mencoba menelan ludahnya dengan santai, meski tak dapat di pungkiri bulu kuduknya merinding.
“Aturan seperti apa yang Tuan harapkan?”.
“Segalanya tentang diriku”. Sudut bibirnya terangkat sedikit ke atas, namun sangat tipis sekali, hingga hanya ia dan Allah yang tahu.
“Aku mau sebelum Jingga pulang bekerja, semua aturan itu sudah selesai! Dan berikan padanya sebelum aku pulang!”. Titahnya kembali dengan tegas.
“Baik Tuam, siap laksanakan”, Kini Reza mulai undur diri untuk mengerjakan perintah dari atasannya.
*****
Di sebuah Cafe, saat menjelang Magrib.
“Nona Jingga, saya harus menyampaikan beberapa hal pada anda terkait pernikahan Nona dengan Tuan muda”. Reza datang menjemput Jingga sepulang bekerja, ia kemudian membawa Jingga ke salah satu Cafe yang ada di sekitar tempat ia bekerja.
Sebenarnya Jingga takut, jika salah satu temannya ada yang tahu. Ia tak ingin ada kesalah pahaman yang tercipta, kala teman-temannya melihat keberadaanya dengan lelaki yang berpakaian kantoran dan rapi.
“Ada beberapa aturan yang harus anda perhatikan ketika menjalani pernikahan dengan Tuan Fajar. Saya sudah mendeskripsikan secara rinci dalam kertas ini”. Reza menyerahkan bendelan kertas yang berada dalam balutan map coklat.
Jingga masih tak mengerti apa maksud semua ini, tangannya terulur meraih amplop coklat itu, perlahan tangannya mulai membuka isi di dalamnya, tentu saja dengan gemetaran.
Mata Jingga membelalak sempurna, kala melihat rentetan aturan yang telah terperinci dengan begitu panjangnya di sana. Seperti sedang membaca kamus bahasa Jerman saja.
“Apa!, apa aku harus melaksanakan semua ini, bukankah Tuan Fajar sendiri tak menginginkanku, tapi mengapa semua tugas yang tertulis di sini seperti ini”. Desisnya dalam hati dengan menelan ludahnya kasar. Rasanya tenggorokannya tercekik sulit untuk mengungkapkan sebuah kata.
“Apakah ada yang Nona Jingga, ingin sampaikan?”.
Aku ingin protes tapi aku bisa apa, bukankah memang tugas sebagai istri begini seharusnya.
“Apa saya harus melakukan semua yang tertulis dalam lembar kertas ini?”, Jingga membuka suaranya dengan pelan, memberanikan diri menatap Reza dan bertanya padanya.
“Seperti yang sudah saya jelaskan, jika Nona Jingga harus melakukan semua yang ada dalam aturan itu, jika masih menginginkan menjadi menantu keluarga Dirgantara”.
Sebenarnya tidak ada alasan untuk Jingga bertahan di sana, tidak ada ancaman ataupun orang yang harus di lindungi ketika ingin meninggalkan pernikahan ini. Tapi Jingga sudah lebih lama berprinsip, ia akan menikah hanya satu kali saja sepanjang hidupnya.
Ia tak ingin mempermainkan sebuah pernikahan, bukankah itu adalah ikatan yang suci di hadapan sang pencipta. Selain itu pernikahan juga sebagai wujud balas budinya pada keluarga Hermawan yang telah merawatnya sejak kecil semenjak kepergian orang tuanya.
“Baik Pak Reza, saya akan mencoba membaca dan belajar memahami satu persatu aturan yang ada di kertas ini, bila perlu saya akan menghafalkannya”. Desis Jingga dengan mencoba tersenyum.
“Yang paling utama harus Nona Jingga, lakukan adalah melayani Tuan Fajar, dan menjalankan kewajiban Nona sebagai istri Tuan Muda”.
Seketika mata Jingga, membelalak menatap Reza. Seakan mengerti apa yanga ada dalam pikiran Jingga, Reza lekas membalas cepat pertanyaan Nona mudanya, meski belum sempat Jingga lontarkan.
“Saya pikir kecuali hal itu, Nona Jingga jangan berharap lebih untuk bisa melayani Tuan Fajar dalam urusan ranjang, karena Nona Jingga sebenarnya bukanlah kriteria wanita idaman Tuan Fajar”.
Jingga tersenyum kecut mendengar perkataan Reza.
“Aku memang istri yang tak di anggap”, desisnya dalam hati.
“Nona muda juga mematuhi setiap perintah dari Tuan Fajar saja, tidak perlu bertanya mengapa ia memerintah hal itu”.
“Nona Jingga, tetap bisa menjalankan aktivitasnya seperti biasah, seperti bekerja, berhubungan dengan teman-teman dan juga keluarga anda. Tapi ada hal yang harus Nona Jingga perhatikan, Nona Jingga harus kembali sebelum Tuan Muda datang”.
“Baik, saya akan menjalankan semua yang ada dalam lembaran kertas ini, tapi bolehkah saya bertanya?”.
“Silahkan Nona Jingga”,
“Apa saya boleh berhubungan dengan laki-laki lain?, berpacaran misalnya?”
.
.
.
.
Jangan lupa like,komen dan subscribe teman-teman, selamat menjalankan ibadah puasa 😊