Aozora Jelitha, dikhianati oleh calon suaminya yang ternyata berselingkuh dengan adiknya sendiri. Padahal hari pernikahan mereka tinggal menunggu hari.
Sudah gagal menikah, ia juga dipaksa oleh ayah dan ibu tirinya, untuk membayar utang-utang papanya dengan menikahi pria yang koma,dan kalaupun bangun dari koma bisa dipastikan akan lumpuh. Kalau dia tidak mau, perusahaan yang merupakan peninggalan almarhum mamanya akan bangkrut. Pria itu adalah Arsenio Reymond Pratama. Ia pewaris perusahaan besar yang mengalami koma dan lumpuh karena sebuah kecelakaan.Karena pria itu koma, paman atau adik dari papanya Arsenio beserta putranya yang ternyata mantan dari Aozora, berusaha untuk mengambil alih perusahaan.Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba Aozora mengambil alih kepemimpinan untuk menggantikan Arsenio suaminya yang koma. Selama memimpin perusahaan, Aozora selalu mendapatkan bantuan, yang entah dari mana asalnya.
Siapakah sosok yang membantu Aozora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Aozora
"Iya, Sayang!" terdengar suara pria yang memang sangat familiar di telinga Aozora.
"Sayang, aku kangen," ucap Tsania dengan nada manja, sembari melirik ke arah Aozora seraya tersenyum mengejek.
"Aku juga kangen, Sayang. Apalagi dengan __"
"Uhuk, uhuk!" Tsania sengaja berbatuk karena dia tahu apa yang akan diucapkan pria di ujung sana.
"Kamu kenapa, Sayang?" pria di ujung sana yang tidak lain adalah Dimas, terdengar sangat panik. Jangan lupakan, Aozora yang terlihat marah dengan wajah yang memerah.
"Tidak apa-apa, Sayang! Hanya tersedak sedikit. Kamu sekhawatir itu ya padaku?" Tsania masih menatap Aozora dengan tatapan meledek.
"Tentu saja, aku panik. Tapi benarkan kamu baik-baik saja?" sahut pria di ujung sana, membuat hati Aozora semakin sakit, karena pria di ujung sana sudah lama tidak begitu padanya.
"Kalau Kak Zora yang sakit, apa kamu juga akan bersikap seperti itu?" Tsania dengan sengaja membuat suaranya semakin manja.
"Tentu saja tidak! Aku benar-benar sudah malas dengan kakakmu yang sok suci itu. Bukan seperti kamu, yang bisa memberikan apa yang aku mau," ucap Dimas.
"Oh, jadi seperti itu? Jadi kenapa kamu melamarku kalau kamu sudah malas?" Aozora yang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, akhirnya bersuara.
"Sayang, ke-kenapa ada suara Zora?" pria di ujung sana sepertinya kaget mendengar suara wanita yang sedang mereka bicarakan.
"Ya, karena memang dia ada sini, Sayang. Aku kesal karena dia merasa wanita yang paling kamu cintai. Aku juga kesal, dia mengejekku, karena akan menikah denganmu,"sahut Tsania dengan bibir yang mengerucut. Wanita itu sengaja melebihkan-lebihkan, agar pria di ujung sana percaya padanya.
"Jelaskan Dimas, apa maksud kamu? Bukannya kita akan menikah mingu depan? Tapi kenapa kamu berselingkuh dengan Tsania? Apa kamu sudah tidak waras?" ponsel Tsania kini sudah berada di tangan Aozora.
"Baiklah, sepertinya aku sudah tidak bisa menutupinya lagi. Toh kamu juga sudah tahu. Aku memang menjalin hubungan dengan adikmu, karena dia lebih mengerti apa yang aku mau. Sedangkan kamu ... Sudah 4 tahun kita pacaran, tapi kamu masih sok suci. Aku muak, melihatmu!" ucap Dimas, yang begitu menyakitkan hati Aozora.
"Kamu benar-benar tega! Kalau kamu sudah muak, seharusnya kamu jujur. Jangan malah memintaku untuk menikah denganmu!" suara Aozora mulai meninggi.
"Siapa yang mau menikah denganmu? Kan kamu yang memintaku untuk segera menikahimu. Rencanaku kalau sudah menikahimu dan mendapatkan apa yang aku mau, aku akan meninggalkanmu, dan memilih Tsania," tutur Dimas yang membuat hati Aozora semakin sakit.
"Brengsek kamu! Dasar bajingan! Sekarang aku tidak mau menikah denganmu lagi! Aku tidak sudi menikah dengan pria brengsek seperti kamu!" dada Aozora terlihat naik turun saat mengucapkan ucapannya.
"Silakan! Aku tidak akan rugi, karena dengan begitu aku bisa menikah dengan Tsania. Mamaku juga sepertinya lebih setuju aku dengan Tsania dibandingkan kamu!"
"Oh, baiklah. Sekarang aku paham,pria brengsek memang cocok dengan wanita murahan seperti Tsania. Karena jodoh itu cerminan dari diri," ucap Aozora dengan sarkas, berusaha untuk terlihat tegar.
"Jaga mulutmu, Zora!" bentak Dimas.
"Tenang, aku tetap jaga mulutku. Mulutku tetap ada di tempatnya dan dia tidak akan kemana-mana. Lagian kenapa kamu membentakku? Bukannya yang aku katakan tadi benar? Disebut apalagi seorang wanita yang sudah rela tela*njang si depan pria kalau bukan wanita murahan? Wanita baik-baik begitu?" Sudut bibir Aozora menyeringai sinis.
"Jaga mulutmu! Aku tidak murahan!" bentak Tsania.
"Jadi,kalau bukan murahan, mau disebut apalagi? Kamu memikat, Dimas sampai telan*Jang di depannya, disebut apa kalau bukan murahan?" senyuman sinis Aozora sama sekali tidak tanggal dari bibir tipisnya.
"Tutup mulutmu, Zora! Adikmu tidak mungkin seperti itu!" bentak Aditya, dengan tatapan yang sangat tajam. Mendengar adanya suara Aditya, panggilan langsung diputuskan oleh Dimas begitu saja. Mungkin karena dia tidak menyangka kalau ternyata ada Aditya papanya Aozora dan Tsania di tempat itu.
"Bela saja terus, Pa! menurut papa, apa yang dimaksud Dimas, dengan mendapatkan apa yang dia mau dari Tsania tapi tidak didapatkan dariku? Itu, Tsania sudah memberikan tubuhnya karena itulah yang tidak didapatkannya dariku,"
Aditya sontak menoleh ke arah Tsania, menuntut penjelasan.
"Sial, kenapa aku jadi seperti terdakwa sekarang?" batin Tsania, ketika melihat tatapan papanya.
"Jelaskan, Tsania apa itu benar?" tanya Aditya dengan tegas.
"Sayang, jangan tatap anakku seperti itu! Kamu sudah menakutinya!" bentak Dona yang tidak terima melihat putrinya diintimidasi.
"Sudahlah, Pa. Tidak perlu dijelaskan lagi karena kenyataannya memang seperti itu," Aozora kembali bersuara.
"Tapi, tidak heran sih, dia bisa seperti itu, karena mamanya juga seperti itu. Sama-sama murahan!" sindir Aozora, dengan seringai sinis di sudut bibirnya.
"Hei, diam kamu anak tidak tahu diri! Tahu apa kamu hah!" bentak Dona.
"Hei, kenapa semarah itu? Yang aku katakan benar kan?" kamu menjerat papaku dengan memberikan tubuhmu secara gratis. Anak sama mama benar-benar sama. Sama-sama sampah!" ucapan Aozora semakin pedas.
Tangan Dona terayun hendak menampar pipi Aozora. Beruntungnya, Aozora sudah siap dan langsung menangkap tangan wanita paruh baya itu hingga tangan itu tergantung di udara. Kemudian, Aozora menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar.
"Beraninya kamu!" Dona tidak terima dan kembali mengayunkan tangannya. Tapi, tangannya belum berhasil menyentuh pipi, Aozora, tangan Aozora sudah lebih dulu mendarat di pipi wanita paruh baya itu.
"AOZORA JELITHA!" bentak Aditya dengan suara menggelegar. "Kamu benar-benar sudah kelewatan. Kamu tidak punya sopan santun!" ucap pria itu lagi.
"Aku hanya melindungi diriku sendiri. Papa lihat sendiri, kan. Pelakor Papa ini yang mau memukulku. Masa aku diam saja. Aku bukan Zora yang dulu, yang bisa hanya menangis dan menerima nasib. Karena aku tahu, papa yang aku harapkan bisa melindungiku, tenyata tidak bisa. Jadi, aku yang akan melindungi diriku sendiri," ucap Aozora dengan lugas, tegas dan berapi-api.
Aditya sontak kembali bergeming, merasa apa yang diucapkan putrinya itu benar adanya.
"Sekarang, kalian mau aku menikah dengan Arsenio kan? Baiklah, aku akan bersedia. Tapi, aku anggap kalau Papa sudah menjualku, sebagai pelunas utang. Jadi, itu berarti kita tidak punya hubungan lagi. Karena barang yang sudah dijual dan dibeli oleh orang, tidak punya kaitan lagi," lanjut Aozora lagi dengan tegas.
"Tidak seperti itu, Nak! Kamu sama sekali tidak papa jual. Kamu hanya papa minta menikah," Aditya mulai panik.
"Sama saja. Karena aku papa minta menikah, untuk membayar utang. Orang tua mana yang tega mengorbankan putrinya sendiri demi membayar utang? Bukannya itu termasuk papa menjualku? Pokoknya, aku tegaskan kalau aku sudah menikah dengan pria itu, berarti kita sudah tidak punya hubungan apapun!" tegas Aozora.
"Terserah kamu, mau bilang apa, aku tidak peduli! Mau kamu bilang kalau kamu itu dijual dan tidak punya hubungan apapun dengan kami, aku tidak peduli. Karena aku juga tidak ingin punya hubungan apapun denganmu," ucap Dona dengan sinis.
"Sayang! Dia itu anakku!" bentak Aditya.
"Apaan sih? Kan dia sendiri yang bilang akan memutuskan hubungan denganmu, kalau dia menikah dengan Arsenio? jadi untuk apa kamu marah? Lagian, kamu mau dia tidak menikah dengan Arsenio, yang ujung-ujungnya perusahaan akan bangkrut? Tidak kan? Jadi, mending kamu iyakan deh,"
Aditya lagi-lagi terdiam, membenarkan ucapan istrinya.
"Tidak, aku tidak mau perusahaan itu hancur," gumam Aditya.
"Nah kalau begitu, iya kan saja pada yang dia katakan. Repot amat. Perusahaan lebih penting dari dia," ucap Dona lagi.
Aozora berdecih, kemudian tersenyum smirk berusaha menutupi rasa sakit hatinya melihat papanya yang ternyata lebih mementingkan perusahaan dibandingkan dirinya.
"Tante, apa Tante lupa kalau itu perusahaan peninggalan mamaku? Jadi kalau utang sudah lunas, berarti perusahaan itu akan kembali padaku sebagai ahli waris. Rumah ini juga diwariskan padaku, jadi setelah aku menikah, sebaiknya kalian pergi karena kita sudah tidak punya hubungan lagi!" ujar Aozora, sinis.
Tawa Dona seketika pecah mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Aozora.
"Kamu kira perusahaan dan rumah masih atas namamu? Semuanya sudah aku alihkan atas nama Tsania,"
Mata Aozora membesar, terkesiap kaget mendengar ucapan wanita paruh baya itu.
"Tante jangan bohong, karena aku sama sekali tidak pernah menandatangani, perpindahan nama," Aozora sama sekali tidak percaya.
"Sangat mudah untuk memalsukan tanda tanganmu, Aozora," ucap Dona tersenyum sinis.
"Kalian benar-benar brengsek! Dan papa benar-benar sudah dibohongi wanita culas ini!" umpat Aozora.
Ingin sekali Aozora mengatakan kalau dia juga tidak perlu lagi, untuk menikah dengan Arsenio, karena bagaimanapun perusahaan itu bukan miliknya lagi. Tapi, dia menggantung ucapannya di udara, karena dia seperti itu, berarti perusahaan peninggalan mamanya benar-benar akan bangkrut dan dia tidak punya kesempatan untuk merebut kembali perusahaan mamanya.
"Baiklah, berarti aku memang harus menikah dengan pria itu, sembari memikirkan cara untuk merebut kembali semua harta peninggalan almarhum mama," bisik Aozora pada dirinya sendiri.
"Baiklah, sekarang kalian semua bisa menang. Tapi, aku tidak akan pernah tinggal diam. Cepat atau lambat, aku akan mengambil alih apa yang harusnya menjadi milikku!" pungkas Aozora dengan tegas.
Tanpa mereka sadari, pembicaraan mereka semua didengar oleh seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Arsenio, pria yang akan menjadi suami Aozora. Wanita itu tadinya berniat akan menjemput calon menantunya sendiri.
"Aku akan kembali ke mobil. Sekarang kalian sendiri yang masuk, dan bawa calon nona muda kalian ke rumah!" titahnya, sembari melangkahan kakinya menuju mobil.
Tbc