Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Ia hidup menyedihkan dalam kemiskinan bersama sepasang anak kembarnya, padahal ayah dari anak-anaknya adalah orang terkaya di kotanya.
Semua bermula dari suatu malam yang nahas. Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
Laki-laki itu meraih paper bag dan berjongkok di sisi Star tanpa mempedulikan ekspresi penolakan yang ditunjukkan oleh Hanna. Evan menautkan gantungan di tangan kanan Star.
Ia melukis senyum di wajahnya seraya membelai wajah mungil Star. “Ini untukmu dan juga kakakmu, Nak! Katakan pada kakakmu, bahwa dia juga boleh kemari kapan saja.”
“Itu tidak perlu, aku bisa membelinya sendiri untuk anakku!” Kesal, Hanna ingin hendak merebut paper bag itu, namun Evan menghalanginya.
“Kau tidak punya hak mengambil hak anakmu. Itu untuknya dan dia berhak menerimanya atau tidak. Iya kan, Star?” ucap Evan berusaha meyakinkan Star agar menerima pemberiannya.
Star mendongakkan kepala menatap sang mommy. Walaupun sebenarnya takut, namun aroma dari roti panas yang menguar dari dalam paper bag di genggamannya begitu menggoda.
“Mommy boleh ya, aku bawa pulang ini untuk kakak. Kakak kan juga suka makan kebab. Tadi aku sudah makan roti dan kebab. Bukankah Mommy selalu bilang, aku dan kakak harus selalu saling berbagi?”
Untuk kesekian kali hati Evan menghangat mendengar ucapan Star. Ia masih sangat kecil, tetapi begitu memikirkan kakaknya.
“Baiklah, tapi kali ini saja. Ucapkan terima kasih pada paman itu dan kita pulang,” sahut Hanna enggan menoleh.
Star pun tersenyum senang. Menatap Evan dengan wajah berbinar bahagia. “Terima kasih, Paman. Aku akan bilang kakak kalau ini pemberian Paman.”
“Sama-sama, Nona Kecil ... Sampai jumpa di lain waktu.”
Entah dorongan dari mana, Evan memeluk tubuh kecil itu, hingga rasanya tak rela melepas. Setiap detik terasa begitu berarti dan setiap sentuhan menciptakan rasa yang sulit ia mengerti.
“Ayo, Star!” Panggilan itu membuat Evan melepas pelukan. Mematung menatap nanar kepergian Star yang mulai menjauh dan perlahan menghilang dari balik sebuah pilar.
Evan tak mengerti perasaan apa yang dimilikinya untuk Star. Tubuhnya terjatuh di sebuah sofa, tatapannya mengarah pada potongan kebab yang tadi dijatuhkan Star karena terkejut dengan kedatangan Hanna.
“Aku dan kakak sangat suka makan kebab, tapi mommy hanya bisa membelinya sehabis gajian saja.”
“Wah, keren sekali ... Seandainya aku bisa makan ini setiap hari ...”
“Paman, jangan izinkan dia masuk ke mari. Dia pasti kemari hanya untuk mencuri makanan.”
Apakah mereka hidup dalam serba keterbatasan hingga untuk membeli roti saja harus menunggu sebulan? batin Evan bertanya.
Tersadar dari lamunan, laki-laki itu bangkit dari duduknya dan berlari keluar. Mengedarkan pandangannya ke sisi kanan dan kiri jalanan, dan terdiam beberapa saat ketika melihat Hanna dan Star di kejauhan.
Rasa ingin tahu membuatnya nekat mengikuti Hanna dan Star dari jarak aman dan tanpa disadari oleh Hanna.
Ia bahkan harus beberapa kali bersembunyi, ketika Hanna menoleh saat akan menyeberang jalan.
Evan terhenti di depan sebuah gang sempit, tempat yang baru saja dilalui Hanna dan Star. Hingga langkah kakinya terhenti di ujung jalan sempit.
"Jadi mereka tinggal di sekitar sini?" gumam Evan mengintip dari balik tembok pemisah antara rumah satu dan rumah lainnya.
Rasa sakit kembali menjalar hingga hampir menangis. Hanna dan Star baru saja memasuki sebuah rumah sempit dan terbilang cukup kumuh.
_
_
_
Di Mansion ....
Dinginnya udara malam terasa menusuk ke tulang. Evan sedang menikmati kesendiriannya di balkon rumah.
Pertemuan dengan Hanna dan Star hari ini bagai sebuah kejutan yang tak terduga. Walaupun telah berusaha mengusir bayang-bayang Star dan Hanna dari benaknya, namun tetap tak bisa.
Kenangan masa lalu terasa berputar dalam ingatannya. Beberapa tahun lalu, ketika segala perasaan cinta menggebu yang ia miliki untuk Hanna berubah menjadi rasa benci.
Malam itu, malam tahun baru ... Ketika gemerlapnya pesta-pesta menyilaukan mata. Malam ketika ia ingin memulai sebuah hubungan baru dan menyatakan perasaan yang selama ini dipendamnya untuk seorang gadis bernama Hanna Cabrera.
Namun segalanya hancur saat ia mendapati Hanna bersama seorang pria yang tengah dalam keadaan mabuk memasuki sebuah kamar hotel. Yang mana meruntuhkan segala keyakinan Evan untuk memulai segalanya bersama Hanna.
"Anda memanggil saya, Tuan?" Suara seorang pria membuyarkan lamunan Evan.
"Iya. Osman, aku ingin kau menyelidiki seseorang."
"Baik, Tuan," jawab pria itu.
Evan menggeser sebuah foto yang diambilnya beberapa tahun lalu. "Namanya Hanna Cabrera. Aku ingin kau cari informasi tentangnya dan juga anak-anaknya. Aku mau informasi selengkap-lengkapnya."
"Itu saja, Tuan?"
"Ya," balasnya singkat.
Rasa ingin tahu semakin membelenggu Evan. Apalagi, setelah tak sengaja mendengar pembicaraan beberapa tetangga yang menyebut Hanna wanita tidak beres. Ia belum menikah namun memiliki anak.
Aku harus tahu kenapa Hanna Cabrera menghilang selama tujuh tahun ini. Di mana ayah dari anak-anaknya? Dan kenapa laki-laki itu membiarkan mereka hidup dalam serba keterbatasan dan tinggal di sebuah rumah yang tidak layak huni?
***
kalo zian dah hbs tu ayael