Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25.
Setelah Anan kenyang dan merasa ngantuk, Fadila pamit lebih dulu untuk membawa Anan masuk. Arnan berdiri membawa Anan di gendongannya, dan Fadila hanya membiarkan.
Arnan kembali lagi ke balkon setelah memastikan Fadila dan Anan masuk kamar.
"Gimana, Ar? Apa Fadila bisa kamu tenangkan tadi?"
Pertanyaan papa Simon membuat semua orang menatap Arnan.
"Sudah, Pa. Hanya aku belum yakin kalau dia percaya sama aku. Hanya waktu yang bisa jawab dan buktikan semuanya. Pelan-pelan aku akan buat Fadila percaya dan yakin kalau aku adalah pilihan terbaik. Sekaligus bergantung padaku atas segala hal," ucap Arnan yakin.
"Kamu hanya perlu terus mendampinginya, Ar. Jangan pernah biarkan dia sendirian menghadapi masalahnya. Karena sebenarnya selama ini Fadila sudah terlalu tenggelam dalam trauma dan ketakutan masa lalunya," ucap Dwi.
"Iya, jangan pernah kecewakan dia apapun alasannya. Kesakitan masa lalu begitu melukai hatinya." Sinta ikut bersuara.
"Maaf, Nak. Kalau boleh Tante tahu, memangnya apa yang terjadi sama pernikahan Fadila sebelumnya? Tante merasa, menantu Tante itu menjaga jarak sama Tante tadi. Bahkan terkesan takut sama Tante, sedih hati ini rasanya."
Mama Marni memilih bertanya tentang apa yang terjadi pada menantunya agar tahu harus bagaimana menghadapi ketakutan Fadila padanya.
"Pernikahan Fadila sebelumnya gagal karena suaminya selingkuh, Tante. Dan parahnya, selingkuhan itu yang bawa mertua Fadila sendiri. Hanya karena Fadila anak yatim piatu dari panti asuhan yang dan gak punya apa-apa." Dwi terkihat sedih.
"Mantan mertua Fadila sering melakukan kekerasan fisik maupun ferbal sama, Fadila. Tapi suaminya selalu belain ibunya karena lebih percaya cerita ibunya dan gak mau dengar penjelasan dari istrinya. Semua itu buat Fadila trauma, Tante."
Sinta menghalus air matanya yang sempat keluar akibat melanjutkan cerita Dwi tentang Fadila.
"Ya ampun, kasihan banget menantuku. Pantas dia menghindariku dan kelihatan takut padaku. Aku sendiripun pasti bakalan trauma kalau menjalani kehidupan rumah tangga begitu." Mama Marni ikut sedih.
"Awas kalau kamu sampai berani sakiti menantu Mama ya, Ar! Mama gak akan akui kamu sebagai anak kalau berlaku gak berperikemanusiaan begitu."
Mama Marni menatap tajam penuh peringatan pada Arnan.
"Iya, Ma. Cuma laki-laki bodoh dan gak dewasa yang bisa sakiti pasangannya cuma karena harta. Apa lagi sampai mau selingkuh hanya karena perintah orang tua. Kalau dia memang benar-benar mencintai istrinya, yang harus di lakukan itu menenangkan hati orang tuanya. Menyakinkan kalau pilihan kita yang terbaik, bukan menuruti sampai harus selingkuh."
Arnan menyampaikan pandangannya tentang peringatan sang mama.
"Papa, suka dengan ucapan kamu. Tapi kamu harus memegang ucapan kamu tadi. Jadilah pria sejati yang bisa di pegang omongannya," ucap papa Simon.
"Pasti, Pa. Untuk dapetinnya saja susah, bahkan sampai harus ada drama kemarahan orang tua. Mana mungkin di sia-siakan setelah dapat," ucap Arnan.
"Yang penting kamu menikah, Papa punya cucu yang lucu dan menantu yang cantik," kata papa Simon.
"Kalau sama, Mama. Cantikan yang mana, ya?" Mama Marni melirik suaminya.
"Tentu cantikan istriku tercinta dong."
Papa Simon mengajak istrinya masuk karena hari yang semakin larut malam.
Dua pasangan kekasih yang merupakan sahabat pengantin baru itu juga berpamitan.
Arnan masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Fadila duduk bersandar di ranjang. Keduanya slaing berpandangan sesaat sebelum akhirnya Fadila mengalihakn pandangannya.
"Kamu belum tidur?" Tanya Arnan.
Pria itu berjalan menuju lemari besar yang ada di kamarnya. Di lihatnya ada baju istri dan anaknya sudah tertata rapi di sana. Menyembunyikan senyuman dan mengambil baju tidur.
"Belum, apa Dwi dan yang lain sudah pulang?"
Arnan melihat Fadila yang sedang melihatnya pula.
"Sudah, baru saja. Mas, ganti sebentar." Fadila mengangguk.
Sesaat kemudian, Arnan kelua rdari kamar mandi dengan keadaan segar. Pria itu menggosok gigi dan mencuci wajahnya juga agar terlihat lebih baik.
"Mas, Mandi lagi?" Tanya Fadila.
"Enggak, cuma gosok gigi sama cuci muka saja."
Arnan naik ke kasur dengan pelan agar tak membangunkan anaknya. Pria itu menundukkan wajahnya dan mengecup kening Anan pelan.
Pria itu menatap wajah Anan serius lalu menatap Fadila yang sedang menunduk melihatnya dan Anan.
"Anan, benar-benar duplikat kamu. Kamu versi laki-laki ini namanya.
Arnan terkekeh pelan masih menatap Anan yang sedang tidur.
"Iya, dia memang duplikat wajahku. Kata Dwi supaya Anan mudah cariin aku kalau seandainya hilang karena lepas dari pengawasan."
Fadila melihat kedua tangannya yang sedang memilin selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Wanita itu sangat gugup dan bingunh dengan apa yang harus di lakukannya.
Arnan menyadari kegugupan Fadila yang begitu kentara. Istri Arnan itu malah jadi terlihat seperti Anan saat gugup.
Menggemaskan juga dia, batin Arnan.
"Kamu gak ngantuk?" Tanya Arnan.
Fadila menoleh ke arah suaminya yang sudah meletakkan kepala di bantal ddengan tangan yang memeluk tubuh Anan.
Dengan pelan pula Fadila menurunkan tubuhnya untuk berbaring. Wanita itu menatap langit-langit kamar.
"Tidurlah, Mas gak akan macam-macam. Mas bakalan tunggu kamu siap. Kalau kamu sudah siap untuk Mas sentuh sepenuhnya, Mas bakalan minta Anan lainnya."
Fadila melotot menatap suaminya yang sedang terkekeh pelan menatapnya pula.
"Memangnya, Mas mau punya anak berapa?" Tanya Fadila.
Penasaran saja wanita itu dengan permintaan suaminya tadi.
"Hm ... Semampu kamu kasih Mas berapa banyak. Soalnya kamu yang hamil dan melahirkan, kamu juga yang merasakan semuanya. Mas, cuma bisa mendampingi dan kasih yang terbaik buat kamu sama calon anak kita."
Hati Fadila terasa tentram mendengar kalimat suaminya. Sederhana tapi terdengar romantis, bolehkah Fadila berharap kalau suaminya tak akan pernah merubah sikapnya?
"Perlu kamu tahu Mas, dulu untuk punya Anan. Aku butuh waktu 1 tahun lebih menunggu kehadirannya. Bahkan Anan hadir dengan cara kurang baik, karena saat itu aku seperti di eprkosa oleh suamiku sendiri."
Fadila menceritakan sedikit kisah hidupnya yang membuat Arnan kaget.
"Maksud kamu bagaimana?" Tanya Arnan penasaran.
"Waktu itu mantan suamiku pulang dengan keadaan marah. Entah karena apa dia marah, dan aku terus memancing keributan dengannya yang ingin tahu kemana dia pergi. Akhirnya dia marah besar dan perkosa aku."
Fadila menghirup udara dalam-dalam kala perasaan sakit mengingat masa lalu itu kembali.
"Jangan di ceritakan lagi kalau kamu gak sanggup. Mas, gak akan pernah ungkit masa lalu kamu, karena yang Mas inginkan cuma masa depan dengan kamu dan anak-anak kita. Kita harus hidup untuk masa depan, bukan masa lalu."
Arnan menggenggam erat tangan Fadila sembari tersenyum meyakinkan. Fadila ikut tersenyum tipis dan ikut mengeratkan genggaman tangan suaminya.
Akhirnya mereka berdua tidur bersama dengan Anan di tengah sebagai pembatas. Arnan tidak keberatan dengan itu, apa lagi saat ini tangan besar dan panjangnya bisa memeluk Fadila dan Anan bersamaan.
sangat mengecewakan Thor....
ambisi terlalu tinggi sampai tega menghancurkan rumah tangga anaknya....
😱😱