NovelToon NovelToon
Affair With CEO

Affair With CEO

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / patahhati / Selingkuh / Cinta Terlarang / Penyesalan Suami
Popularitas:3.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Mei-Yin

Kirana tak pernah menyangka, bujukan sang suami pulang ke kampung halaman orang tuanya ternyata adalah misi terselubung untuk bisa menikahi wanita lain.
Sepuluh tahun Kirana menjadi istri, menemani dan menjadi pelengkap kekurangan suaminya.

Kirana tersakiti tetapi tidak lemah. Kirana dikhianati tetapi tetap bertahan.

Namun semuanya berubah saat dia dipertemukan dengan seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus bosnya.

Aska Kendrick Rusady, pria yang diam-diam menyukai Kirana semenjak pertemuan pertama.

Dia pikir Kirana adalah wanita lajang, ternyata kenyataan buruknya adalah wanita itu adalah istri orang dengan dua anak.

Keadaan yang membuat mereka terus berdekatan membuat benih-benih itu timbul. Membakar jiwa mereka, melebur dalam sebuah hubungan terlarang yang begitu nikmat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Puaskan sakiti aku

Pukul delapan, Zidan kembali ke rumah dan segera masuk kamar mengganti pakaian.

Tak lama pria itu kembali keluar dengan pakaian yang telah rapi, duduk di meja makan tanpa menyapanya.

Kirana hanya mengangkat bahu acuh tak acuh, setelah selesai cuci piring ia meninggalkan dapur dan kembali ke kamar.

Tak lama terdengar suara deru mesin mobil keluar dari garasi. Dia mengintip dari jendela kamar dan melihat Zidan pergi tanpa pamit.

“Dia yang salah tapi bersikap seolah-olah aku yang memiliki kesalahan,” gumamnya lirih, menghapus setitik cairan bening di sudut matanya.

Sampai siang hari dia tak melakukan apa pun, hanya berdiam diri di kamar sambil memikirkan siapa sebenarnya wanita yang menjadi istri Zidan. Di mana mereka bertemu dan sejak kapan hubungan itu berlangsung.

Memikirkan itu saja membuatnya sakit kepala.

Pukul dua belas siang dia keluar rumah berniat menjemput kedua anaknya. Mengendarai motor matic tak sampai tiga puluh menit sudah tiba di sekolah.

Kirana memilih menghindari kerumunan ibu-ibu yang ada di sana dengan tetap duduk di atas motor. Mendekati mereka hanya akan membuat batinnya tertekan dengan berbagai ucapan yang menyakitkan.

Tak sampai sepuluh menit, terdengar suara bel pulang. Kerumunan anak-anak mulai keluar dan menyebar begitu saja memenuhi halaman.

Rina dan Lina mencium punggung tangannya sebelum naik ke atas motor, setelah itu motornya melaju kembali pulang.

Sesampainya di rumah, keduanya segera mengganti pakaian dan makan siang bersama.

“Ma, kata temenku, aku bakal punya mama baru.” Ucapan Rina sontak membuat Kirana membeku.

“Siapa yang ngomong? Enggak benar, jangan percaya.” Dia menggeleng pelan, mencoba bersikap biasa.

“Katanya dia lihat papa bareng wanita.”

“Kan masih katanya. Belum terbukti benar, jadi kita nggak boleh percaya sesuatu yang masih belum jelas,” jelas Kirana, meringis ngilu.

“Aku nggak mau punya mama baru,” sahut Rina terlihat muram.

Segera Kirana mengusap puncak kepala anak sulungnya. Bibirnya melemparkan senyum tipis terlihat miris.

“Udah, nggak perlu dipikirkan. Habis makan, kerjain PR dulu ya.”

Tanpa Kirana sadari diam-diam obrolan mereka didengar oleh gadis kecil berusia lima tahun yang ternyata menyimak.

“Kalau ada mama baru, berarti ada papa baru dong, Ma?” Hampir saja Kirana tersedak mendengar ucapan anak bungsunya.

“Eh! Nggak boleh ngomong sembarangan.”

Kepala gadis kecil itu mengangguk. “Tapi bener kan, Ma? Kalau papa bawa mama baru, mama juga harus bawa papa baru. Biar sama-sama baru.”

Kirana menipiskan bibir, ingin sekali tertawa mendengar ucapan polos putrinya.

Enggak gitu juga kali konsepnya.

“Sudah—sudah jangan ngomong sembarangan.”

Setelah selesai makan siang bersama Kirana segera menyuruh dua putrinya kembali ke kamar mengerjakan tugas sekolah sementara dia akan membereskan sisa-sisa piring kotor dan mencucinya.

Di rumah sebenarnya ada Mbak ART, tetapi kebetulan dia sedang izin pulang selama dua minggu hingga Kirana yang saat ini harus mengerjakan tugas rumah.

“Lelah juga ternyata,” gumamnya pelan sambil merebahkan tubuhnya di karpet yang ada di ruang televisi.

...✿✿✿...

Pukul tujuh malam berbarengan dengan suara azan berkumandang, terdengar pintu rumah terbuka dan sosok Zidan muncul dengan wajah yang nampak lelah.

Pria itu segera menjatuhkan tubuhnya di sofa sambil memejamkan mata. Tak lama Rina datang membawa segelas air yang langsung diterima.

“Makasih, Kak,” ucapnya dengan lembut diiringi seulas senyum hangat.

Setelah meneguk minuman, Zidan langsung pamit pada kedua anaknya untuk mandi, mengabaikan dirinya yang masih duduk seolah-olah tak melihatnya.

Kirana tak peduli. Rasa sakit di hatinya masih terasa perih. Bayangan saat pria itu berdiri di pelaminan dengan senyum bahagia masih terekam jelas di otaknya.

“Mama enggak beli makanan?” tanya Rina membuyarkan lamunan.

Kepalanya menoleh ke samping dan bertanya, “Kakak sama adek, mau makan apa? Mama mau pesen online aja.”

“Aku mau cap cay, Ma.”

“Adek mau soto daging.”

Keduanya menjawab serempak begitu bersemangat.

“Ada lagi?”

“Sekalian alpukat kocok, Ma,” tambah Rina yang disetujui adiknya.

“Oke.” Saat matanya melirik Zidan yang baru keluar dari kamar, mau tak mau dia bertanya, “Kamu mau makan apa?”

Pria itu meliriknya. “Samakan denganmu aja,” sahutnya datar.

Kirana segera memesan beberapa menu yang berbeda-beda sesuai keinginan penghuni rumah. Sesekali. Karena sejujurnya dia sama sekali tak cocok dengan urusan masak—memasak dan sejenisnya.

“Udah dibayar belum?” Zidan mengeluarkan beberapa lembar proklamator dari dalam dompet dan mengulurkannya.

“Udah.” Bibirnya berkata sudah, tetapi uang yang diulurkan masih diterima. “Rezeki nggak boleh ditolak,” sambungnya mendapat cibiran pelan dari pria itu.

Setelah makanan datang, mereka terlihat makan bersama. Sesekali terdengar gelak tawa dari Rina dan Lina yang terang-terangan menghina rasa masakannya.

“Mama sebenarnya bisa masak, tapi sayang aja ....” Kirana tak melanjutkan ucapannya.

“Sayang nggak enak,” sambung Rina, terkekeh geli.

Terlihat Kirana mengerucutkan bibir terlihat kesal. Dia masak apa pun bisa tetapi tidak menjamin rasanya cocok. Jangankan di lidah orang lain, di lidah sendiri saja dia mengakui jika masakannya sangat buruk.

“Memang nggak enak, kok. Itu baru satu kekurangan yang terlihat, belum yang lain,” cela Zidan, seperti sedang ingin mencari-cari kesalahannya.

“Cuci tangan, cuci kaki, terus bobo. Mama mau beres-beres ini dulu,” perintah Kirana membuat keduanya mengangguk patuh.

Kirana membuatkan kopi untuk Zidan dan meletakkannya di atas meja. Dia kembali melanjutkan membereskan sisa makan malam dan mencuci semua piring kotor.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat Kirana baru saja menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Tak lupa sebelum masuk kamar, dia mengunci pagar dan pintu utama, setelah itu melihat kamar putrinya.

Saat masuk ke kamar, dia melihat Zidan bersandar di ranjang sambil memainkan ponsel.

“Apa maksudmu ngomong kayak gitu di depan anak-anak?” sentak Kirana kasar.

Meletakkan ponselnya, Zidan menghampiri Kirana dan menatap wanita itu dengan sorot mata yang sulit diartikan.

“Ngapain kamu marah? Itu kan, kenyataan. Kamu emang nggak bisa masak dan itu satu dari sekian banyak kekuranganmu yang kelihatan. Belum yang lain.”

“Tapi bukan berarti kamu kamu bisa ngomong kayak gitu depan anak-anak. Jangan libatkan masalah kita dengan mereka!”

“Kamu mulai kurang ajar, Kira!” bentak Zidan kasar.

Cairan bening yang masih tertahan sejak tadi akhirnya tumpah membasahi pipi. “Aku begini juga gara-gara kamu, Mas,” debat Kirana, suaranya terdengar bergetar.

“Kamu selalu menyalahkan aku hanya gara-gara masalah sepele itu?”

Kirana tersenyum pedih. Sepele katanya?

“Sama! Kamu dan ibumu juga selalu menyalahkanku hanya karena masalah sepele. Hanya karena aku nggak bisa melahirkan anak laki-laki buat keluargamu, lalu kamu pantas melakukan ini kepadaku dan kedua anakmu?”

Anak itu titipan, kita sebagai manusia tak bisa mengharapkan semua yang diinginkan akan sesuai. Anak tidak dibeli di online shop yang bisa ditukar tambah begitu tak cocok dengan harapan.

“Jangan bawa-bawa ibu dalam masalah ini!” bentak Zidan lebih keras, matanya menatap tajam.

“Tapi ibumu ikut bertanggung jawab dengan pilihan yang kamu ambil. Ibumu itu yang nggak benar, udah tua tapi nggak punya otak!” desis Kirana terdengar kasar, tetapi itu kenyataan. Sebagai orang yang lebih tua dengan banyak pengalaman, seharusnya bisa lebih bijak lagi dalam bersikap.

Tanpa disangka-sangka, tangan Zidan terangkat menyentuh pipi putih Kirana. Suaranya menggema begitu keras hingga wajahnya berpaling.

“Jangan pernah menghina ibu, Kira. Kamu marah? Oke, aku terima. Tapi jangan sekalipun kamu menjelekkan ibu yang telah melahirkan suamimu.”

To Be Continue ....

1
Eli Juwita105
suami nina selingkuh hayoooo
Alifah
⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐
Deasy Dahlan
setuju.... ken
Deasy Dahlan
dewasa dan bijaksana.. ken... kira...
Deasy Dahlan
benar apa yang dikatakan mama diah... orang pemarah... biasanya penyakitan...
Deasy Dahlan
hebat ken....
Deasy Dahlan
ha... ga.. Bener tuh.. Ken.. kira... anggap angin lalu...
Deasy Dahlan
proof of you.. Kira.... hebat... hinaan dibalas dengan hinaan....dgn elegan...
Deasy Dahlan
good job... Ken.. sebagai laki-laki dewasa dan suami dan ayah...kamu harus tegas...
Mira Lusia
kupu2 menari diperutku lo🤣🤣
Deasy Dahlan
trus. kira.. lawan tuh... mertua jahat...
Deasy Dahlan
Rajendra rusady...... sombong amat...
Deasy Dahlan
bener tuhh.. kira... Ken... selalu bersama.. apapun yang terjadi...
Mira Lusia
i miss u kend..😘
Mira Lusia
ternyata udah terkenal dikalangan pengusaha muda too kirana🥰
Agustina Agrety Muntu
Luar biasa
Mira Lusia
emang deh kalau dah nepsong gak ada jalan keluar selain solo karir😅
Mira Lusia
huuĥhh..panasss
Herrss Lina
alur ceritanya cepat, gak bertele"👍
Deasy Dahlan
duhh.. Thor.... hareudang... hareudang....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!