Sekuel dari Anak Jenius Mom Sita. Disarankan untuk membaca novel tersebut dulu agar mengetahui tokoh tokohnya.
Kai Bhumi Abinawa memiliki identitas ganda. Ia dijuluki sebagai Mr Sun di dunia hacker yang ditakuti dunia internasional. Sedangkan di dunia nyata Kai dikenal sebagai pemilik sekaligus CEO dari A-DIS ( Abinawa Defense of Internet System) Company yang sukses. Namun kesuksesan yang dimiliki membawa ia dalam banyak masalah. Banyak wanita yang mengejarnya serta musuh yang ingin menjatuhkannya.
Merasa lelah dengan rutinitasnya, Kai memutuskan untuk menepi dan melakukan sebuah perjalanan. Ia meninggalkan semua kemewahannya dan berkelana layaknya pemuda biasa.
Di tengah perjalanannya Kai bertemu penjual jamu gendong yang cantik. Kirana Adzakia nama wanita berhijab tersebut. Kai jatuh hati terhadap Kiran dan Ia memutuskan untuk menetap di daerah tempat tinggal Kiran sebagai penjaga warnet. Namun siapa sangka Kiran adalah seorang janda muda di usianya yang baru 21 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBH 25. Ulah Riati
Martiyah tertawa puas saat datang ke rumah Kiran semuanya sudah kosong. Barang barang Kiran sudah tidak ada sama sekali. Semuanya bersih kecuali perabotan rumah.
" Hahahah bagus, memang bocah pinter. Disuruh pergi ya langsung pergi."
Riati yang datang bersama dengan Martiyha ikut tersenyum. Meskipun rumah itu nanti bukan lah untuknya namun ia senang sepupunya itu sekarang tidak lagi punya rumah.
" Buk, aku yakin Kiran mesti hidup susah."
" Hahaha biarin saja, biar dimakan tuh wajah ganteng bule kere suaminya."
Perkataan ibu dan anak itu sungguh membuat orang yang mendengarkan begitu miris hingga mengelus dada.
" Kok yo ono yo karo ponakan ne tego. Ibune gek entes ninggal wes diusir. ( kok ada ya yang tega dengan ponakan sendiri. Ibunya baru saja meninggal sudah diusir.)"
" Ho o yu, ko ra mesakne. Ku lak sakjane hak e Kiran ( iya mbak kok tidak kasihan. Itu kan sebenarnya hak milik Kiran.)"
Martiyah yang mendengar ucapan para tetangganya itu geram ia pun keluar rumah dengan berkacak pinggang.
" Heh… kalian ini lho punya mulut mbok nggak usah ikut campur urusan ornag lain. Inget ya ini rumah punya almarhum bapakku jadi adalah hak ku. Kiran itu kan cuma anaknya mas ku dan masku udah ninggal. Jadi suka suka aku buat ngusir dia dari rumah."
"Owalah… wong gendeng."
Beberapa warga yang melihat hanya menggelengkan kepalanya dengan ucapan Martiyah. Mereka sungguh merasa bahwa martiyah itu begitu tega dan sudah tidak punya hati.
" Mbakyu ati ati, nanti kamu kena karma lho mendzolimi orang lain terlebih itu masih saudaramu sendiri."
" Heh… ndak usah sok jadi bu nyai. Pake ceramah segala. Aku ndak butuh ceramahmu."
Sikap sombong dan congkak Martiyah sungguh membuat para tetangga gerah. Ia merasa orang paling kaya di desa itu. Martiyah selalu ingin disejajarkan dengan Ningsih ibu dari Jaya yang merupakan orang terkaya dan terpandang di daerah tempat tinggalnya.
" Sudah buk, malu."
" Halah, kamu ngerti opo. Biarin saja biar mereka tahu siapa kita."
Riati hanya bisa membungkam mulutnya sendiri. Ia tahu sifat ibunya yang begitu keras akan melawan siapa saja yang menurutnya menyinggungnya.
🍀🍀🍀
Tok….tok...tok…
" Assalamualaikum bang…"
" Waalaikumslaam…. Bentar."
Kai yang masih membantu Kiran beberes berjalan menuju pintu. Ia mendengar suara Arman.
" Ada apa man."
" Bang bisa ke warnet sebentar, ada yang error."
Kai berpikir sejenak lalu masuk kembali ke rumah untuk menemui sang istri.
" Kiran, aku harus ke warnet ada yang perlu dikerjakan. Apa tidak apa apa jika ku tinggal?"
" Ndak pa pa bang. Pergilah. Ini tinggal sedikit lagi selesai kok."
Kai tersenyum, ia mendekat ke arah Kiran dan mencium kepala sang istri lalu mengusapnya perlahan.
Deg… jantung Kiran berdetak kencang mendapat perlakuan dari Kai yang menurutnya sangat manis.
" Assalamualaikum."
" Wa-waalikumsalam."
Kiran masih membeku saat Kai pergi meninggalkannya ke warnet. Ia merasakan bibir lembut Kai menyentuh kepalanya.
" Ya Allaah… itu tadi bibir lembut banget."
Kiran tersenyum senyum sendiri hingga ia tersadar pintunya digedor dengan sangat keras.
" Ya tunggu sebentar."
Kiran berjalan sedikit cepat ke arah pintu dan membukanya. Senyum yang tadi menghiasi bibirnya seketika sirna melihat Orang yang berada di depan pintu rumahnya.
" Huft… mau apa mbak?"
" Nge cek aja, apa kamu nyaman tinggal di rumah yang sempit ini."
Kiran membuang nafasnya kasar. Ia sungguh enggan ribut dengan sepupunya itu.
" Alhamdulillah aku nyaman mbak tinggal bersama suamiku."
Kiran sengaja menekankan kata suamiku di hadapan Riati. Ia tahu Riati sungguh tidak suka dengan Kiran yang sudah memiliki suami lebih dulu dari pada dian.
" Halah suami kere aja bangga."
" Alhamdulillah meskipun suamiku bukan orang kaya tapi dia begitu menyayangiku. Harta gampang bisa dicari kok mbak."
Riati bertambah geram dengan ucapan Kiran. Sejenak ia tertegun melihat sebuah cincin indah yang ia yakini bermata belian itu melingkar di jari manis adik sepupunya.
Riati pun dengan dan kuat menarik tangan Kiran dan merebut paksa cincin tersebut. Kiran yang menyadari kalau Riati mau mengambil cincin pemberian Kai berusaha untuk mempertahankan.
Ia bahkan menggigit tangan Riati. Namun Riati yang sudah kalap seketika mendorong tubuh Kiran hingga pelipis mengenai sudut meja.
" Auch… " Kiran mengaduh, darah segar keluar dari pelipis Kiran. Riati seketika berlari dan berhasil merebut cincin tersebut dari Kiran.
Seorang tetangga yang melintas sungguh terkejut melihat Kiran yang wajahnya berdarah.
" Ya Allaah nduk. Koe kenopo( kamu kenapa)?"
Tetangga yang tidak lain istri dari Pak No itu membantu Kiran untuk duduk di kursi dan keluar mengambil p3k di rumah nya.
" Le, panggil bang bule di warnet mas Arman. Bilang mbak Kiran jatuh pelipisnya berdarah."
" Nggeh buk."
Seorang anak seusia smp itu segera berlari mematuhi perintah ibu nya. Ia berlari dengan sangat kencang menuju warnet Arman.
" Hoshh… hosh… hosh… bang…."
Arman dan Kai sedikit bingung melihat bocah gembul itu ngos ngos an.
" Nopo Ton."
" Iku mas… bang bule… mbak Kiran jatuh. Kepalanya berdarah."
" Apa???"
Kai begitu terkejut mendengar keadaan istrinya. Yang dia tahu tadi ia meninggalkan Kiran di rumah baik baik saja. Kai pun berlari diikuti Tono dan Arman.
" Kamu kenapa Kiran."
Kiran menangis terisak. Kai memindai seluruh tubuh Kiran dari kepala hingga kaki. Pelipisnya sudah diberi obat luka dan ditempeli kain kasa oleh Bu No.
" Bu No, ini tadi kenapa."
" Saya juga ndak tahu bang bule. Tadi saya hanya dengar ada ribut ribut pas saya keluar Kiran sudah jatuh di lantai. Ya sudah saya tak pulang dulu ya bang. Ayo Ton."
" Ya Bu No, terimakasih."
Bu No mengangguk dan berlalu pulang ke rumah bersama sang putra. Namun Arman masih ada di sana.
Kai duduk disebelah istrinya yang masih menangis.
" Apakah sakit."
Kiran menggeleng. Kai sedikit bingung ia meraih tangan Kiran dan melihat jari Kiran begitu merah bahkan sedikit tergores. Kai sangat geram melihat keadaan istrinya seperti itu.
" Abang… hiks… pasti marah… cincin yang abang kasih… hiks...direbut paksa mbak Riati. Tadi Kiran sudah berusaha mempertahankannya tapi mbak Riati lebih kuat."
Kai mengambil nafasnya dalam dalam dan membuang nya perlahan. Ia meredakan amarah yang memenuhi dirinya. Bukan marah karena cincin pemberiannya hilang tapi ia sangat geram dengan perlakuan kakak sepupu Kiran itu.
" Abang tidak marah soal itu. Abang marah karena kamu terluka. Tadi biarkan saja dia mengambilnya."
Kiran mendongakkan wajahnya menatap Kai. " Ya ndak bisa gitu bang. Itu kan cincin pemberian abang. Cincin pernikahan kita."
Kini Kai tahu mengapa istrinya berusaha mempertahankan cincin itu hingga dirinya terluka.
" Ya sudah, nanti abang akan ambil."
" Bagaimana caranya bang."
Kai tersenyum ia mencium luka di pelipis Kiran dan juga tangan Kiran. Arman yang melihat romantisme pasangan baru itu bagai obat nyamuk yang tak berarti.
" Ekhem… inget… Disini ada jomblo."
Kiran dan Kai tersenyum kikuk mendengar selorohan Arman.
" Man… Ayo ikut aku."
" Siap bang."
Kiran bingung apa yang akan dilakukan Kai untuk mengambil cincin pernikahan mereka. Namun Kiran mencoba percaya saja, suaminya itu pasti akan melakukan dengan baik.
TBC