Melissa Permata Sari, gadis muda yang nekat menjual keperawanannya demi melunasi utang keluarganya sebesar 150 juta. Di hotel tempat "transaksi" berlangsung, ia justru bertemu Adrian Sutil, pria tampan dan kaya yang bukan mencari kesenangan, melainkan seorang pengasuh untuk putrinya yang berusia tiga bulan.
Adrian memberikan penawaran tak biasa: jika Melissa berhasil membuat putrinya nyaman, separuh utang keluarganya akan lunas. Namun, ada satu masalah—Melissa belum bisa memberikan ASI karena ia masih perawan. Meski sempat ragu, Adrian akhirnya menerima Melissa sebagai pengasuh, dengan satu syarat tambahan yang mengubah segalanya: jika ingin melunasi seluruh utang, Melissa harus menjadi lebih dari sekadar pengasuh.
Bagaimana Melissa menghadapi dilema ini? Akankah ia menyerahkan harga dirinya demi keluarga, atau justru menemukan jalan lain untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Hamil?
1 bulan berlalu. Selama itu Melissa ditinggal oleh Ethan, dan selama itu juga ia hidup di kurung bagai Rapunzel. Sama-sama memiliki rambut panjang, hanya saja nasib yang membedakan.
Jika Rapunzel memiliki ending dengan kebahagiaan bersama laki-laki sejatinya, Ending Melissa justru disesatkan dengan laki-laki yang salah, itu menurutnya. Selama tidak adanya Adrian Melissa mengupgrade diri menjadi pribadi yang cuek, dan lebih banyak diam.
"Nona makan yuk!" Anak itu hanya menggeleng, tertanda ia tak nafsu dan tak mau.
Dulu yang kita lihat, perempuan itu sangat ceria, konyol dan super aktif. Sekarang melihatnya tersenyum saja sangat jarang bahkan tidak sama sekali. Ia berubah menjadi pribadi yang introvert.
"Nanti sakit, Non!" Sekali lagi Sasa membujuk.
"Emang udah sakit, sakit jiwa malah!" sahutnyabtanpa nada semangat. Ia pun menggulung badannya kembali ke dalam selimut. Alhasil, Sasa hanya menghela napas.
"Dia jarang makan, tapi badannya makin melar. Apa itu ya alasan dia gak mau makan, takut gendut?" batin Sasa.
"Saya taruh di sini ya, Non. Siapa tau nanti lapar!" Sasa membubuhkan sebuah nampan makanan bergizi di atas nakas.
Kemudian, pembantu paling cerewet itu meninggalkan kamar.
"Huekk, huekk... makanannya bau!"
Sudah bertindak dua kali, tetapi Sasa kaget mendengar suara itu. Ia kembali mendekat. "Non, tapi makanannya jauh lho, kenapa bisa menyimpulkan makanan ini bau?"
"Aneh! Mulutnya kali yang terlalu deket sama hidung," batin Sasa.
Ia menatap Melissa yang seakan kebauan, meski nyatanya makanan itu jauh dari posisinya. Sasa menghampiri, lalu mengambil makanan itu karena takut mengganggu. Tanpa bicara lagi, ia keluar.
"Huekk...."
"Lhoo?" Sasa kebingungan, padahal makanannya sudah ia bawa, tetapi Melissa justru muntah di lantai.
"Aku mual, Mbak!"
Sasa meletakan makanan itu lalu mengabaikannya, kini ia menghampiri Melissa lagi. Sasa membawanya ke toilet, membantunya untuk mengeluarkan isi perut.
Melihat Melissa yang begitu kesusahan, membuat Sasa khawatir. Namun, sebisa mungkin ia tenang, tidak ingin seisi rumah gaduh. "Sudah Nona?"
"Cuma sedikit yang keluar!"
Terdengar napasnya tersengal-sengal seperti sedang diburu. "Kayaknya aku masuk angin!"
"Ayo kita ke tempat tidur lagi, aku akan ambilkan obat!"
Melissa dituntun menuju ranjang. Setelah menyelimutinya, Sasa izin keluar sebentar untuk mengambil kotak obat, akan tetapi aksinya itu ditegur oleh Yani.
"Ngapain bawa kotak obat?"
"Buat Nona Melissa . Dia muntah-muntah, masuk angin mungkin. Cuma agak aneh aja, katanya karena bau makanan yang aku bawa, Mbak!"
"Dia mual-mual? Udah ditanya datang bulannya kapan?"
"Ngapain nanya datang bu- ohhh ya ampun, bisa jadi hamil ya, Mbak?" Sasa melotot ketika ia menyadari sesuatu. Pertanyaan Yani sudah seakan membuatnya paham. "Astaga, dari tadi aku sibuk banget layanin dia gak ada kepikiran ke situ sama sekali. Sedangkan kita sudah sama-sama tau kalau dia sudah dipake ba-"
"Sudah! Cepat panggil dokter Nadya aja. Kalaupun bukan hamil, itu berarti dia sakit. Bapak dalam waktu dekat akan pulang, jadi jangan sampai wanitanya kenapa-kenapa!" sela Yani.
Segera dilakukan oleh Sasa.
Sambil menunggu kedatangan dokter pribadi yang mereka sebutkan tadi, keduanya menyempatkan masuk dulu untuk mengecek keadaan Melissa .
"Nona, apa sudah lebih baik?" tanya Yani.
"Aku bahkan belum dikasih obat apapun!" balas Melissa ketus.
"Sebentar lagi dokter datang!"
Ya, belum sampai mingkem, ucapan Yani benar. Dokter cantik yang pernah Melissa lihat saat memeriksa Chia, datang dengan senyuman ramahnya.
"Selamat siang!"
"Siang, Dok!" jawab Yani dan Sasa.
"Kenapa harus pakai Dokter si!" gerutu Melissa . "Cuma muntah dikit doang panggil dokter, repot banget!"
"Ini demi kebaikanmu Nona," sahut Sasa.
"Apa keluhannya?" tanya dokter bernama Nadya itu.
"Mual, muntah, Dok!" Bukan Melissa yang menjawab melainkan Sasa. Ya, karena wanita itu yang menjadi saksi tadi. "Muntahnya sedikit, cuma kayak cairan aja. Mungkin karena Nona juga belum makan!"
Dokter muda itu tersenyum kepada Melissa yang terlihat cemberut, lebih terkesan jutek dan kesal. Ia mengambil tangannya, lalu memeriksa dengan serius.
"Gimana, Dok?" Ya, Sasa seakan tidak sabar.
"Dengan kalian memanggil saya saat ini sungguh tepat. Karena, janin sudah tiga Minggu lebih masuk, sekarang baru disadari. Saya akan kasih suplemen untuk pereda mual.
Tolong diatur pola makannya sebaik mungkin!" Penjelasan dokter membuat Sasa dan Yani terkejut. Merasa dugaan mereka tidak meleset.
"Jujur saya katakan kehamilannya ini sangat rentan.
Melihat, usia Nona ini masih sangat muda!" Dokter itu kembali mengungkapkan, kemudian ia berkata lagi, "Tapi, ingat pesan saya tadi. Semuanya bisa dicegah asal bisa menjaga!"
"Kok udah tiga Minggu aja, Dok?" tanya Sasa. "Cepat banget!"
"Ya itu yang saya bilang tadi, karena kelalaian diri yang telat menyadari. Terkadang kehamilan juga dihitung dari hari pertama haid terakhir, atau lebih disebut HPHT, bukan dari hitungan kapan kita berhubungan intim!"
Di sela-sela penjelasan dokter.
Melissa sudah menangis, ia menggeleng-gelengkan kepalanya seakan apa yang diucapkan dokter tersebut hal yang tak layak dipercaya oleh dirinya. Antara susah menerima kenyataan, atau kesedihan yang akan ia terima nanti.
"Kalau saya boleh bertanya, kapan terakhir Nona menstruasi?"
"Gak mungkin saya hamil, Dok !" Bukannya menjawab, Melissa justru menantang kuat penyataan dokter itu. "Tolong jangan buat hal yang gak bener!"
Seketika raut wajah Nadya si dokter cantik itu keheranan. Melihat Melissa menahan amarah sambil menangis, membuatnya ia bingung.
"Hmm, Dok. Sepertinya sudah cukup, terima kasih atas penjelasannya. Kami mengerti dan akan melakukan apa yang diucapkan tadi," ucap Yani.
Melihat kondisi mulai tidak kondusif, Yani pun menuntun dokter itu agar mengundurkan diri. Sementara, Sasa menangani Melissa yang tampak depresi setelah mengetahui kondisinya saat ini.
"Tenanglah Nona, ini bukan hal yang buruk!"
"Aku gak mau, aku gak mau aaaaak...." Melissa menjambak-jambak kepalanya. Semakin berteriak, semakin kuat tarikan rambutnya. Saat itulah Sasa kewalahan menenangkannya.
"Nona Melissa , aku mohon, jangan sakiti kepalamu!"
Melissa menatap nyalang ke arah Sasa, seperti memancarkan cahaya merah di matanya. "Bisa-bisanya bilang tenang? AKU HAMIL ANAK LAKI-LAKI SIALAN ITU, MBAK!"
Teriakannya sudah sampai di telinga Yani yang mengantar dokter itu ke depan pintu, pekerja lain pun ikut heboh, sedangkan Sasa nyaris ikut berteriak saat Melissa bukan lagi menyakiti kepalanya, tetapi justru perutnya.
"Nona, astaga berhenti memukuli perutmu!!" Yani berteriak.
"Bodoh, aku gak mau hamil anak dia. Gugurkan, aku akan aborsi anak ini!"
Ia menahan tangan perempuan itu, sementara Sasa yang menahan badannya agar tidak ada lagi pergerakan. "
Dengarkan saya! Bapak juga gak akan mempertahankan anak ini Nona, saya pastikan pak Adrian akan berpikiran sama untuk menggugurkannya juga, jadi tunggu bagaimana reaksi dia nanti !"
"Buat apa? Lebih baik langsung aku hancurkan janin ini. Kenapa harus nunggu dia?" teriak Melissa . Terus berbicara dengan nada yang btinggi.
"Karena ini alasan kamu akan pulang. Ingin cepat bebas, 'kan? Kalau Nona merasa jadi budak nafsu, mungkin bapak yang sebagai dipuaskan gak akan mau dengan wanita hamil. Saya rasa, mengetahui hal ini Nona akan segera diusir karena pak Adrian gak akan mau lagi pakai Nona. Jadi, pertahankan lah dulu, yakin dengan ucapan saya!"
Mendengar penuturan itu, Melissa terdiam dengan wajah sembab. Sasa dan Yani pun saling bersitatap, merasa anak ini mulai terpengaruh ucapannya.
"Maaf, tapi pak Adrian tidak seburuk yang aku katakan itu," gumam hati Yani.
Bersambung ~