"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 25
Hari ini mendung menggelayuti langit di atas sana, awan kelabu berarakan menciptakan kilat cahaya yang menyambar-nyambar. Bersamaan dengan keranda yang di iringi oleh orang-orang berbaju hitam kini nampak menuju ke pemakaman umum. Kesedihan laksana api yang menyambar, banyak isak yang di warnai tangis, mengiringi bu Ratna ke peristirahatan terakhirnya.
Elena di papah Dea bersimpuh ia tak kuasa menahan tangisnya, persendiannya terasa lemas untuk melanjutkan langkah. Dengan perasaan sedih yang sama, Dea berusaha memapah Elena kembali, akhirnya gadis itu bisa bangun kembali.
Marvin bersama orang tuanya juga datang, anak-anak asuh yang pernah di rawat di panti asuhan bu Ratna pun menyempatkan diri untuk melayat, juga barisan anak-anak yang kini telah kehilangan penopang kehidupan mereka, menangis tersedu sedan bersama mewarnai penguburan almarhumah.
...***...
Beberapa hari setelahnya.
"Aku sudah memutuskan akan menjalani wasiat terakhir bunda. Yaitu menikah dengan Bagas." Menghirup nafas panjang, Elena akhirnya mengatakan itu.
"Elen, apa kau yakin?" tanya Marvin, ada gurat ketidakrelaan di wajahnya.
Elena mengangguk meski pelan. "Aku seratus persen yakin kak. Bagaimana pun ini adalah permintaan terakhir bunda. Mungkin dengan ini aku bisa membalas semua jasa beliau terhadap ku selama ini."
"Dan juga panti asuhan ini memerlukan pengurus baru setelah bunda tiada. Dan aku akan mengabdikan hidup ku untuk itu."
Marvin menghela nafas. Meski merasa sangat tak rela tapi ia menghargai keputusan gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.
"Baiklah, jika memang itu keputusan mu. Mudah-mudahan semua ini yang terbaik," ucap Marvin dan Elena mengaminkan.
...*...
Di kantor, Erick di kejutkan dengan kedatangan Elena yang tiba-tiba. Ia belum mendapatkan kabar apa- apa tentang kabar panti asuhan kini, jadi ia terlihat kaget ketika Elena datang dengan wajah sembab seperti habis menangisi kepergian seseorang.
"Pak saya mengajukan surat pengunduran diri saya, mohon di terima."
Bagai tersambar petir Erick membeku seketika. Pria itu menjatuhkan pena yang di genggamannya hingga bunyi nya masih bisa terdengar di ruang yang kini di selimuti keheningan itu.
"Berhenti? kenapa?" meski tercekat, akhirnya Erick bertanya tentang alasan Elena yang tiba-tiba itu.
"Karena saya akan segera menikah." jawab Elena.
Tersentak untuk kesekian kalinya, hati Erick bagai di hujani ribuan belati, ada desir menyakitkan yang mengalir di setiap pembuluh darah nya. Ia menoleh pada Elena, memandang gadis itu dengan tatapan luka.
"Menikah? ... " tanyanya demi memastikan apakah dia tidak salah dengar atau tidak.
"Ya pak. saya akan segera menikah." Elena mantap menjawab.
Erick sontak berdiri dari singgasananya, netra pria itu mengerjap demi menghalau debu tak kasat mata yang mencoba membuat matanya berair. Ia berdeham sebisa mungkin menelan gumpalan kesedihan yang kini menyumbat kerongkongannya.
"Jadi ... Kau akan menikah?" jangan tanyakan keadaan Erick saat ini, dia seperti orang linglung yang kehilangan arah. Merasa seperti ada sebuah anak panah yang di cabut paksa dari dadanya.
"Ya. pak." Elena tak mengerti, kenapa atasannya itu bersikap aneh saat ia mengumumkan kabar yang bahagia.
Tanpa sadar Erick terkekeh, ada sesak yang coba ia sembunyikan. "Jadi inilah alasan kau menolak lamaran dari saya."
"Kita berbeda pak. Itu alasannya, bukan karena ini."
"Kenapa? kenapa Elena?" lirih Erick seperti orang mabuk.
"Pak ... " Elena hendak menggapai Erick ketika tubuh pria itu mendadak limbung, tapi Erick menghempaskan tangan Elena kasar, tak ingin di sentuh gadis itu.
"Beri saya satu alasan, untuk terakhir kali. Apa alasan mu untuk menikah? Apa kau mencintai laki-laki yang akan kau nikahi itu?"
Elena menggeleng lamban, lalu tersenyum. "Saya tidak mempercayai adanya cinta lagi pak, tidak setelah saya patah hati karena nya. Saya melakukan semua ini karena memang kewajiban saya."
Erick tertegun dengan perkataan Elena, ia terperangah sepintas lalu mengangguk atas jawaban gadis itu.
"Baiklah jika itu memang anggapan mu."
Erick menegapkan tubuhnya, bagaimana pun egonya sebagai laki-laki tetap menang kali ini, jadi ia tak ingin terlihat lemah di hadapan Elena.
"Saya menerima surat pengunduran diri mu." Erick mengambil map dari tangan Elena.
"Besok kau akan menerima surat pemberhentian dari perusahaan di sertai tanda tangan saya."
Elena menunduk ada gejolak aneh di hatinya, bersatu padu menyergap dirinya.
"Terimakasih pak." ia membungkuk sekilas.
"Dan ya. Selamat untuk pernikahan mu." Erick mengulurkan tangannya di hadapan Elena.
Elena terpaku sejenak menatap tangan kokoh Erick, lalu menyambutnya. "Terimakasih pak."
...***...
Malam harinya di mansion Davidson.
Mata tua tuan Rey berbinar tak kalah Erick memberitahu kan jika ia menyetujui perjodohan untuk nya.
"Jadi kau setuju?!" tuan Rey mengulangi lagi pernyataan putranya.
"Ya pah." Erick menganggukkan kepala, pelan. Kini tak ada alasan lagi ia untuk menolak. Mungkin inilah takdir yang coba Tuhan berikan untuk nya dan ia harus menerimanya.
Sontak tuan Rey memeluk tubuh putranya. "Oh my son, kau membuat ku sangat bahagia. Ini barulah putraku, keturunan Davidson yang terhormat!"
Tanpa sengaja, Mona datang dan kebetulan ia sedang bersama sang mommy.
"Kenapa dad? why you look so happy?"
Tuan Rey menoleh pada putrinya. "Of course my princess, lihat kakak mu sudah menyetujui perjodohan nya, akan ada pesta pernikahan Akbar yang sebentar lagi akan di laksanakan!" ucapnya dengan euforia begitu tinggi.
Raut wajah binar penuh kebahagiaan tak kalah di tunjukkan dari wajah Mona dan ibunya.
"Itu berita yang sangat bagus," Ujar nyonya Sarah.
"Haruskah aku menelpon kak Clarissa dad?" tanya Mona dengan berjingkat senang.
"Tentu saja. Sekalian kita harus mengundang keluarga Smith untuk memberitahu kan rencana kedepannya."
Sementara Erick hanya tersenyum tipis dengan tatapan sayu yang ia tampilkan. Antara senang karena melihat keluarga nya bahagia atau justru sedih, karena akhirnya baik ia dan Elena sudah menemukan jalan masing-masing dengan pasangan yang berbeda.
...**...
Elena di panti sedang merapikan kamar yang di tempati bu Ratna. Ketika sedang mengemasi barang lama bu Ratna di dalam koper untuk di rapikan, menatap sendu ia memegang bingkai foto di atas dipan kecil samping ranjang almarhumah.
Ada foto bersama para donatur, juga bersama anak- anak di depan panti, yang membuat hati Elena terenyuh adalah fotonya bersama sang bunda yang saling memeluk dan tersenyum lebar, membuat air matanya kembali menetes.
"Jika bukan karena bunda, Elena mungkin tidak akan berdiri di sini. Terimakasih bunda atas semua jasa mu, Elena berjanji akan memenuhi permintaan terakhir bunda, beristirahat lah dengan tenang."
Sesaat kemudian, Elena kembali merapikan almari pakaian bu Ratna, sampai tiba-tiba seorang anak asuh panti memberitahu kan nya jika ada tamu yang menunggu di luar, gegas Elena menata kembali penampilan nya demi menyambut tamu yang datang.
Dan betapa terkejutnya ia saat tahu jika pak Edy yang berkunjung.
"Selamat malam Elena, maaf jika mengganggu waktu mu."
"Tidak apa-apa, pak silahkan duduk. Saya ambilkan minum dulu."
"Tidak perlu, Elena. Saya hanya perlu sebentar saja."
Meski bingung Elena mempersilahkan pria paruh baya itu duduk dan ia sendiri mengambil tempat di kursi satunya.
"Ada apa pak Edy? kelihatannya ada sesuatu hal yang ingin bapak bicarakan."
"Saya hanya ingin memberikan ini, Elena." pak Edy memberikan sebuah map coklat padanya, ragu Elena menerimanya.
"Sebenarnya saya sudah mempertimbangkan hal ini, saya hanya ingin memberitahu kan mu jika semua biaya pendidikan mu bukanlah dari saya dan penyumbang terbesar untuk panti ini itu juga bukan murni dari saya, bisa di bilang saya hanya perantara saja."
"Lalu siapa pak? ... " Elena tertegun dengan penuturan pria setengah baya itu.
"Kamu bisa membacanya di sana,"ucap pak Edy menunjuk map coklat itu.
Dan alangkah terkejutnya Elena setelah membuka map coklat di tangannya, matanya terbelalak dengan tangan gemetar, tak percaya.