Senja Dan Derita

Brak!

Senja tersentak dari tempatnya. Ia menatap pintu yang terbuka dengan kasar. Ia begitu takut melihat ekspresi murka dari Leo, tapi seperti yang tadi ia lakukan, ia berusaha untuk menyembunyikan perasaan takutnya dengan membalas tatapan ****** yang Leo lempar.

"Apa kau ingin mati dengan menolak makanan yang aku berikan?" tanya Leo berjalan cepat ke ranjang Senja dan meletakkan kembali nampan yang sempat di bawa oleh asisten rumah tangganya tadi.

"Aku tidak lapar dan tidak ingin makan. Aku ingin pergi dari sini!"

"Jangan mimpi terlalu jauh, aku sudah membelimu dan ibumu lah yang sudah menikmati uangnya. Jangan coba-coba berbuat ulah atau kau akan menyesal. Siapkan dirimu nanti malam, rahimmu sudah menjadi milikku sekarang," sergah Leo lalu pergi dari sana. "Makan! Tugasmu di mulai nanti malam. Jangan harap aku menikahimu, kau sudah bermain-main denganku, kau hanya tempat untuk tumbuhnya calon anakku." Leo membuka pintu dan hendak keluar.

"Cuih! Tidak ada yang berharap untuk kau nikahi. Aku juga tidak sudi untuk menampung benih dari manusia sepertimu!"

Leo kembali menutup pintu dan

Plak! Plak!

Tak tanggung-tanggung Leo langsung memberikan dua tamparan keras di kedua pipi Senja. Pipi tembemnya kini sudah memerah bekas tangan kasar Leo.

Tak cukup sampai di situ. Tangan Leo mencengkram mulut Senja dengan kuat. Gadis itu berusaha untuk melepas cengkraman itu, namun tenaga yang tak sebanding dengan Leo membuat apa yang dilakukan Senja terlihat sia-sia.

"Selama ini tidak ada orang yang seberani itu padaku. Jaga ucapanmu, aku tidak pernah main-main dengan apa yang keluar dari mulutku. Aku peringatkan sekali lagi, jangan sampai karena ucapanmu itu membuat ibumu yang menerima akibatnya." Leo melepas kasar cengkraman itu dan mendorongnya dengan keras. Lalu ia pergi dari sana dengan amarah yang belum reda.

Tamparan yang diberikan Leo sama sekali tak membuat Senja merasakan kesakitan. Ia sudah seringkali mendapat perlakuan yang sama dari ibunya. Senja hanya berpikir bagaimana caranya keluar dari belenggu Leo tanpa mengorbankan ibunya.

***

Di jam makan siang yang masih berlangsung, beberapa karyawan Buana Indah sudah ada yang kembali ke kantor. Menghabiskan sisa waktu istirahat dengan ngobrol ringan sesama karyawan.

"Senja nomernya nggak aktif, dia ke mana, sih? Mendadak nggak ada kabar. Mana aku tanya ke Pak Aldi juga jawabannya ambigu banget, kayak ada yang disembunyikan," ujar salah satu teman Senja.

"Mungkin dia ada urusan pribadi yang harus dia selesaikan, mudah-mudahan besok sudah kembali kerja. Nanti kita tanya dia."

Akmal yang tak sengaja mendengar obrolan kedua office girls itu seketika urung untuk makan siang. Ia kembali masuk ke kantor dan keruangan Aldi.

"Pak Akmal, ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Aldi tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Apa yang Pak Aldi sembunyikan? Ke mana Senja. Dia hari ini tidak masuk, tidak mungkin Bapak tidak tahu!" pungkas Akmal tanpa basa-basi.

"Lalu kenapa jika Senja tak masuk, Pak? Bukankah hal seperti itu sudah biasa untuk bagian office girls? Mereka bisa bertukar hari libur pada temannya, kan?" Aldi berusaha santai.

Akmal diam meneliti wajah Aldi, sejurus kemudian sudut netranya menangkap sebuah buku yang memperlihatkan sampul bagian belakang. Tentu saja buku itu begitu menyita perhatian Akmal.

"Buku apa?" tanya Akmal menunjuk buku yang teronggok di atas meja dengan dagunya.

"Ini? Buku saya, lebih tepatnya buku masa kecil saya itu sebabnya buku ini sudah usang." Aldi menjawab dengan terbata-bata.

Tanpa permisi, Akmal meraih buku itu dan melihat sampul buku bagian depan. Tangannya bergetar hebat, nafasnya mulai tak teratur dan hal itu membuat Aldi sedikit ketakutan.

"Pak, Bapak nggak apa-apa? Apa semuanya baik-baik saja?" Aldi berjalan mendekat.

"Buku siapa ini? Saya tahu ini bukan buku Bapak. Dari mana Bapak dapat buku ini?"

"Memang ada apa dengan buku ini? Ini buku biasa saja." Aldi masih menutupi.

"Tidak, buku ini memang nampak biasa saja, sama seperti buku pada umumnya. Tapi tidak dengan isi dan jumlahnya. Buku ini hanya satu, hanya satu orang yang punya buku ini." Akmal menunjukkan buku tersebut dengan tangan bergetar.

Mendengar ucapan Akmal membuat Aldi mulai mengerti sesuatu.

"Apakah Bapak pemilik asli buku ini?"

"Iya, saya pemilik buku ini, tapi saya su..."

Bugh!

Akmal yang mendapat serangan mendadak tersungkur di lantai. Ia tak marah, tak membalas, ia hanya diam saja seraya berusaha untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa buku ini ada pada karyawannya? Sudah pasti orang ini ada hubungan dengan Manda. Begitu kira-kira yang ada di pikiran Akmal.

"Sudah lama saya cari kamu. Saya tak menyangka orang yang saya cari ternyata ada di depan mata saya selama bertahun-tahun lamanya." Aldi berubah menjadi tak ramah seperti hewan buas yang sedang mengamuk.

"Pak, saya tidak mengerti jika Bapak tidak menjelaskan lebih dulu duduk perkaranya, tolong beri tahu saya, apa hubungan Bapak dengan orang yang punya buku ini?" Akmal bangkit dari lantai.

"Kau masih bertanya? Katakan padaku ke mana saja kau selama ini? Kenapa kau meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya kau pertanggungjawabkan. Laki-laki biadab!" Aldi mencengkram kerah kemeja Akmal dan menghempaskannya dengan kasar. Lagi-lagi Akmal hampir tersungkur ke lantai.

Beberapa karyawan yang mendengar ada keributan dari ruangan Aldi membuat mereka berhamburan ke ruangan kepercayaan Akmal itu. Mereka melerai perkelahian keduanya meski mereka dalam keadaan terkejut dan tanda tanya besar di dalam kepala.

"Saya tidak apa-apa. Kalian bisa kembali ke ruangan masing-masing. Ada yang harus saya selesaikan dengan Pak Aldi."

Akmal menutup pintu dan menguncinya setelah para karyawan itu pergi.

"Bisa kita bicara dengan tenang, Pak? Pak Aldi yang selalu mengajari saya untuk tetap tenang dalam situasi apapun."

"Bagaimana aku bisa tenang ketika aku menemukan orang yang selama dua puluh tahun ini aku cari? Kau mau tahu siapa aku? Aku adalah kakak dari wanita yang sudah kau rusak hidupnya." Aldi sudah tak semarah tadi, namun Kata-katanya masih terdengar menusuk telinga dan relung hati Akmal.

"Manda?" ucap Akmal lirih. "Kau kakaknya Manda?" Akmal mulai berkaca-kaca.

"Iya. Wanita yang sudah kau rusak malam itu adalah adikku. Jelaskan padaku kenapa kau lari dari tanggung jawab. Kenapa kau perkosa adikku jika kau ingin pergi ke luar negeri? Kenapa kau melakukan hal bejat itu jika kau menaruh hati padanya? KENAPA KAU TAK CARI DIA? KENAPA BEGITU KAU KEMBALI KE SINI KAU LUPA DENGAN APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN. KAU MEMANG BEJAT, AKMAL. begitu mudah bagimu melakukan hal keji seperti ini, tanpa merasa salah dan berdosa kau menikah dengan wanita lain tanpa peduli wanita yang kau rusak di masa lalu."

Bibir Akmal terasa terkunci mendadak. Rasanya sangat sulit mengeluarkan sebuah kalimat menjadi jawaban.