" Aku menyukaimu Ran. Aku sungguh-sungguh mencintaimu?"
" Pak, eling pak. Iih ngaco deh Pak Raga."
" Ran, aku serius."
Kieran Sahna Abinawa, ia tidak pernah menyangka akan mendapat ungkapan cinta dari seorang duda.
Duda itu adalah guru sejarah yang dulu mengajarnya di tingkat sekolah menengah atas. Araga Yusuf Satria, pria berusia 36 tahun itu belum lama menjadi duda. Dia diceraikan oleh istrinya karena katanya menderita IMPOTEN.
Jadi bagaiman Ran akan menanggapi perasaan pria yang merupakan mantan guru dan juga pernah menjadi kliennya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DDI 03: Merasa Ada Yang Aneh
Ran mengusap wajahnya kasar ketika membaca seluruh surat gugatan yang diberikan oleh Raga. Ia sungguh tidak menyangka bahwa gurunya itu menderita disfungsi ereksi atau kata populernya adalah impoten.
" Ekhem, Pak Raga kan sehat ya. Masa iya sih doi impoten. Apa jangan-jangan ada masalah lain. Tapi nggak mungkin kan istrinya ngegugat dengan mencari-cari alasan yang tidak ada? Sebenarnya ini semua bisa dibuktikan kalau ada keterangan medical check up dari dokter, tapi Pak Raga nggak mau melakukannya."
Ran bergumam pelan sambil membolak-balik kertas itu. Sebagai pengacara ia merasa ada yang janggal dengan ekspresi wajah mantan gurunya itu. Ia pun bertekad untuk kembali menanyakannya kepada Raga.
Ran mengingat beberapa bulan yang lalu, dimana ia dan teman-temannya menghadiri pernikahan Raga dan Rena. Dua orang yang duduk di pelaminan itu terlihat sangat bahagia dan saling mencintai. Wajah sumringah keduanya menampilkan rasa puas karena berhasil hingga tahap pernikahan.
Raga bahkan tidak melepaskan pandangannya dari wajah cantik sang istri. Terlihat sorot mata mereka yang saling memancarkan rona cinta dan kasih sayang. Maka dari itu, Ran merasa amat sangat terkejut mendapati Raga sebagai kliennya.
Ran mencoba melihat akun sosial media milik Raga dan juga istrinya. Pada akun milik Raga, masih ada beberapa foto mereka berdua. Tapi di akun miliki Rena sudah tidak ada satupun. Dan sebuah story dibuat oleh Rena di instagramnya.
" Jika sudah tidak bisa dipertahankan, buat apa? Semua tidak sesuai seperti awal yang dijanjikan. Bukan sekedar materi tapi hal lain juga menentukan sejauh mana bahtera ini akan berlayar."
Meskipun kata-katanya tidak menjelaskan, tapi Ran tentu tahu dan paham maksud yang terkandung di dalamnya. Kalimat yang Ran garis bawahi yakni, ' bukan sekedar materi,' itu benar-benar merujuk pada ketidakmampuan Raga dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang suami di atas raga.
" Arggghhh, why oh why. Kenapa harus impoten sih, dan kenapa harus ,mantan guru gue!" pekik Ran di ruangannya.
" Bu Kieran ada apa Bu? Siapa yang impoten?"
Sorang pria yang bernama Alif melongok ke ruangan Ran karena suara yang Ran munculkan lumayan keras hingga terdengar sampai ke luar. Alif Wicaksono, dia adalah mahasiswa hukum semester 6 yang saat ini magang di kantor hukum miliknya.
" Aah nggak Lif, bukan siapa-siapa. Oh iya Lif, apakah Pak Doni dan Bu Prita belum datang kah?"
" Belum Bu, katanya hari ini mereka bertemu dengan klien dulu baru ke kantor."
Doni Arganta dan Prita Anggia, mereka berdua adalah teman satu kampus Kieran. Bertiga sama-sama menempuh progam magister hukum di Universitas Nusantara dan sepakat untuk mendirikan sebuah firma hukum bersama. Dan dengan kesepakatan itu akhirnya terbentuk lah Firma Hukum Abinawa & Co. Awalnya Kieran menolak menggunakan nama Abinawa, tapi Doni dan Prita mendesak. Bagaimanapun nama Abinawa sudah mempunyai banding yang kuat, jadi akan mempermudah dalam pengoperasian firma hukum yang mereka dirikan.
Dan hal itu terbukti, baru berdiri satu setengah tahun tapi mereka cukup banyak mendapatkan klien. Maka dari itu saat ini Doni dan Prita pun tengah menemui klien mereka di tempat yang mereka sepakati. Biasanya memang di kantor, tapi Ran dan kedua temannya fleksibel juga jika ada yang meminta di luar kantor.
" Alif, kamu nggak kerepotan magang di sini sendiri. Kamu boleh lho kalau mau ajak teman kamu satu lagi." Ran mengatakan itu kepada Alif bukan tanpa alasan. Beberapa klien yang datang ke kantor beberapa waktu terakhir ini, membuat anak itu sedikit kerepotan.
" Apakah boleh Bu? Kalau Boleh saya ada satu teman lagi, dari kemarin dia bingung karena belum dapat tempat magang," sahut Alif antusias.
" Ya, boleh. Hubungi saja temanmu itu."
Wajah Alif langsung sumringah. Pemuda itu bahkan langsung menghubungi sang teman dan memintanya untuk datang besok.
Ran tersenyum melihat Alif yang seperti itu. Meskipun firma mereka baru didirikan, tapi permintaan magang dari beberapa mahasiswa hukum lumayan banyak. Dan Alif salah satu yang beruntung bisa masuk di sana.
Alif adalah mahasiswa yang mendapat beasiswa untuk progam pendidikannya. Maka dari itu Kieran lebih mengutamakan anak itu ketimbang yang lain. Ia selalu ingat kata Abi nya untuk membantu dan memprioritaskan orang yang lebih membutuhkan.
" Baiklah, mari rapikan berkas-berkas dulu. Tapi ngomong-ngomong, ini sudah hampir jam makan siang. Doni sama Prita kok belum balik ya. Mereka juga nggak ngasih kabar."
Sementara itu dua orang yang sedang Ran pikirkan saat ini sedang melakukan akan siang bersama. Doni dan Prita, dia orang itu melepas lelah mereka setelah bergulat dengan klien.
" Huuh, gila. Klien kali ini benar-benar bikin gue pusing," keluh Doni.
" Kenapa emangnya?"
Doni mulai menceritakan perihal orang yang ingin menggunakan jasanya. Sebenarnya ini belum bisa dikatakan klien resmi karena masih sekedar konsultasi. Klien Doni adalah seorang pria yang berusia 35 tahun. Pria itu merupakan seorang anak dari orang kaya. Dia digugat oleh istrinya karena hanya bermalas-malasan di rumah tanpa mau melakukan pekerjaan. Kerjaannya hanya bermain game dan selalu mengandalkan harta dari orang tuanya.
" Jadi maksudmu gimana Don. Tuh laki kagak terima digugat ma bininya?"
" Yoi, gitu Prit. Asli gue males banget kalau ngadepin laki model mokondo gini. Dia ogah di cerai sama bininya. Katanya doi cinta, preeet bener kan tuh laki."
Doni mengomel sepanjang makan siang, sedangkan Prita, ia hanya mendengarkan rekannya itu bicara. Sebenarnya mereka berhak menolak klien jika tidak sesuai dengan hati nurani mereka. Ini salah satu hal yang disepakati oleh Ran, Doni dan Prita. Ketiganya tidak semata-mata mendapatkan uang dalam melakukan pekerjaan, tapi juga harus sesuai dengan hati nurani.
" Mampus kita Don, ini udah lewat jam makan siang dan kita belum ke kantor. Kita juga nggak ngabari Ran lagi."
Plak!
Doni menepuk keningnya kuat. Ia lupa jika Ran termasuk orang yang disiplin. Meskipun mereka berteman, tapi dalam hal pekerjaan mereka harus profesional.
" Buruan balik, sebelum doi melayangkan semburan apinya."
Bukannya takut, tapi memang mereka berdua merasa bersalah. Seharusnya mereka lebih dulu datang ke kantor baru pergi menemui klien. Tapi jika mendesak mereka boleh langsung menemui klien tanpa harus ke kantor asalkan memberi kabar.
Doni dan Prita bergegas untuk kembali ke kantor. Mereka harus siap mendengarkan ceramah panjang dari Kieran Sahna Abinawa.
TBC