Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Kau akan menyesal telah memilih dia. Lihat saja nanti. Akan ku buat kau menangis darah sobat
🔥🔥🔥
Setelah Azlan dan Arga pulang, Dewi dan Aluna masuk ke dalam rumah. Aluna tertegun saat membuka pintu. Rumah yang kemarin saat dia tinggal sangat berantakan, kini rapi dan bersih juga wangi.
Seingatnya, pintu sudah dia kunci dan dia tambahin kuncinya pakai gembok. Berharap tidak ada lagi orang lain yang bisa masuk. Lalu kalau begini keadaannya, siapa yang melakukan ini semua. Aluna menggelengkan kepala. Tapi dia tidak percaya kalau pelakunya Andra dan Nina, kecuali mereka sudah sadar.
" Kenapa nak, kenapa berhenti di pintu. Ayo masuk." Dewi menarik tangan Aluna yang masih terdiam di depan pintu.
" Eh iya bunda. Aluna berdoa dulu. Beberapa hari rumah kosong. Siapa tahu ada yang mampir. Jadi harus kita baca-bacain dulu. " Dia tidak ingin Dewi curiga, mencari alasan yang tepat agar Dewi percaya. Tapi apa yang dia ucapkan memang benar bukan?
Dewi mendahului masuk ke dalam rumah dan terus menuju kamar. Mungkin Dewi capek dan ingin langsung istirahat.
Rumah yang kosong beberapa hari bisa dimasuki makhluk lain. Dan kita harus membaca doa sebelum memasukinya. Agar terhindar dari hal yang tak diinginkan. Lalu ini sia-pa.
"Selamat datang kembali beb.."
Aluna menoleh ke arah suara tersebut. Di depan pintu berdiri sosok lelaki tampan yang belakangan ini datang dalam hidupnya. Dia tidak yakin ini nyata. Apalagi saat Dewi melenggang masuk begitu saja. Bahkan barang-barangnya, sudah berpindah tempat. Sudah ada di dalam rumah. Padahal Aluna tidak melihat Dewi membawanya.
" Hem" Aluna berhenti sejenak untuk memandang sekeliling.
" Selamat kembali ke rumah mine.." satu lagi suara muncul. Aluna yakin pasti akan ada lagi suara-suara yang lain. Sosok tampan yang kemarin muncul di rumah sakit pasti akan muncul di rumahnya juga.
" Rumah sudah kita rapikan love. Kemarin saat kamu tinggal, berantakan bukan? Kunci sudah kita ganti. Keluarga yang suka kemari sudah tidak bisa seenaknya datang kemari lagi."
" Kok bisa. Bagaimana caranya? Apakah mereka bisa melihat kalian." Aluna heran cara mereka mengusir Andra dan juga Nina.
" Kamu tidak perlu tahu caranya. Yang pasti sekarang tidak lagi ada orang yang akan mengganggu kehidupan kamu. Hanya ada kita.."
" Duduk dulu sini kak kita berbincang.." Sergio menarik tangan Aluna ke arah sofa yang terlihat baru juga.
Aluna menarik nafas panjang. Ruang tamu di rumahnya telah berganti perabotannya. Semua perabot terlihat baru. Dan semua barang adalah barang-barang yang Aluna inginkan.
" Bagaimana mungkin, ini, ini, itu..? " Aluna menunjuk satu persatu perabot yang telah berganti yang baru. Aluna hanya mendesah pasrah. Dia tidak tahu harus berkata apa. Entah harus bahagia atau bersedih. Dia tidak tahu ini nyata atau hanya ilusi.
" Bagaimana kalian tahu.?" Aluna menatap satu persatu mereka yang ada di sana.
" Tahu dong beb, kan ada kita. Kita akan mewujudkan semua yang kamu inginkan." Juan mendekat dan duduk di samping Aluna, dan meraih tangannya.
" Beb, Alhamdulillah kamu udah sembuh. Kedepannya berhati-hati lah. Tidak perlu berhubungan lagi dengan si brengsek Bram itu. Buang saja mereka ke laut." Juan berkata dengan berapi-api. Seolah dia sendiri yang mengalami.
" Jangan ngegas dong. Muncrat semua." Viandra terbahak sambil mengibaskan tangannya ke udara.
" Gue emosi bener dah. Melihat bebeb gue diperlakukan begitu. Sahabat macam apa yang merebut kekasih sahabatnya sendiri.." Juan semakin terlihat emosi.
" Nih minum dulu yang dingin-dingin. Biar adem itu pikiran." Sergio memberi Juan segelas air minum dan tanpa pikir panjang langsung di minum oleh Juan. Namun baru seteguk, dia muntahkan lagi.
" Sialan lo, air apa ini. Awas Lo ya.." Sergio langsung kabur setelah tadi memberi minuman pada Juan. Karena dia tahu apa yang akan terjadi.
" Hahahaha... Sorry brow.. Hahahah.." Sergio terbahak sambil berlari menjauh. Suasana jadi riuh.
" Memang rasa apa Juan." Davian mendekati mereka sambil membawa tahu goreng dan juga cireng. Tadi dia dari dapur membuat cemilan bersama Jerry.
" Coba saja sendiri. Temen Lo memang minta di lempar ke rawa." Juan masih saja mengumpat. Minuman yang di berikan sergio rasanya aneh dan tidak enak. Entah terbuat dari apa sehingga rasanya bikin mual.
Aluna hanya bisa memandang tanpa bisa berbuat apa-apa. Tapi senyum terbit di bibirnya. Dia merasa terhibur oleh tingkah mereka.
" Kenapa diam mine. Di makan cemilannya. Saya yang buat tadi bersama bang Jerry." Davian duduk di sebelah Aluna.
" Bisa ya mengakui. Yang buat saya love." Jerry datang sambil membawa minuman. Es campur yang terlihat menggoda. Hampir saja air liur Aluna menetes.
" Buruan apa bang. Lihat kak Luna sudah keluar liurnya." Viandra bangkit dan membantu Jerry meletakkan gelas-gelas cantik yang berisi es campur. Dan khusus memberikan gelas yang tercantik buat Aluna.
" Ini khusus buat kamu love.." Jerry tidak memperbolehkan Viandra mengambil gelas yang memang sengaja dia sediakan untuk Aluna.
"Iya...iya buat your love." Mereka semua tertawa.
Aluna belum berani menyentuh apapun yang ada di atas meja. Masih ada rasa ragu di dalam hatinya. Dia masih bimbang siapa mereka sebenarnya. Dia takut seperti di film, makanan dan minuman akan berubah jadi hewan yang menjijikan.
" Di minum mine. Tidak ada racunnya kok. Masa kita tega sama kamu." Davian mengambil piring kecil yang menaruh beberapa cemilan kemungkinan memberikan pada Aluna.
Dengan ragu Aluna menerima. Matanya menatap satu persatu mereka yang duduk melingkari meja yang penuh dengan makanan. Mereka terlihat makan dengan lahap suguhan yang tersedia di meja.
" Kenapa cuma dilihat, kak. Di makan dong. Ini hasil jerih payah mine dan love." Viandra tersenyum jahil. Dia mengambil lagi cireng dan bakwan di tangan kiri.
" Maruk banget sih lo. Satu-satu megangnya. Takut amat dihabisin." Sergio menepuk pundak Viandra yang mencomot lagi walaupun yang ditanganinya belum juga di makan.
" Enak banget tahu. Gue suka" dengan mulut yang penuh Viandra menjawab.
Semua menikmati makanan yang ada kecuali Aluna yang hanya memandang mereka satu persatu. Semua pertanyaan berkecamuk dalam kepalanya. Namun tidak berani dia kemukakan.
" Beb, gue tahu. Lo pasti sedang berfikir, kita ini siapa. Benar bukan." Juan berkata lembut sambil menatap Aluna.
" Yang pasti kita tidak akan berbuat jahat pada kamu dan juga bunda Dewi." Tambah Sergio.
" Kita memang diciptakan untuk menjadi teman kamu kak.." Viandra menimpali.
" Kita akan menjaga dan menemani kamu saat kamu membutuhkan." Davian tersenyum.
" Love, jangan takut. Tersenyumlah. Nikmati hidupmu. Jangan terpaku pada kisah sedih kehidupan yang sedang kamu alami." Jerry menambahkan.
Senyum terpancar dari kelima janji manis kehidupan. Lalu bagaimana tanggapan Aluna?
Aluna menarik nafas panjang. Menatap satu persatu mereka dengan wajah sendu.
" Maaf." ucapnya pelan
" Untuk..?" Serempak mereka menjawab.
Aluna kembali mendesah. Aluna tidak tahu bagaimana cara menyampaikan semua pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalanya. Aluna tidak ingin menyinggung mereka. Tapi Aluna takut. Takut jika dia akan terlena dan tidak bisa lepas dari mereka. Sedangkan Aluna tidak tahu siapa mereka.
" Kami tahu, kamu masih ragu menerima uluran tangan dari kami. Kalau begitu kami beri waktu untuk berpikir. Sekarang kami permisi. Maaf telah menganggu kehidupan kamu tiga hari ini.."
Satu persatu mereka bangkit dan berjalan keluar. Memandang Aluna dengan wajah sedih. Berhenti sejenak di depan pintu, memberi senyum manis dan melambaikan tangan. Kemudian hilang ditelan gelap malam.
" Tidak. Tunggu dulu. Jangan.. Jangan pergi."
"Aluna, Aluna. Kamu kenapa. " Dewi menepuk-nepuk pipi Aluna. Keringat membasahi wajah Aluna. Kepala Aluna menggeleng.
" Sayang, kamu kenapa?"
"Bunda..." Aluna membuka mata dan menghambur memeluk Dewi.
" Kenapa kamu Aluna...?" Terdengar suara Azlan bertanya dan juga pandangan cemas dari Arga.
Aluna tertegun. Saat dia melihat sekeliling, ternyata dia masih berada di dalam mobil yang berhenti di depan rumahnya. Dan yang lebih bikin malu ada Azlan dan Arga. Aluna menyembunyikan mukanya di pelukan bunda.
" Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Dan setelah berkata Aluna terlihat diam.
" Untuk." Tanya Azlan bersamaan dengan Arga.
Aluna semakin diam. Dua kata yang sama yang ada dalam mimpinya. Apakah kebetulan atau memang ada hubungannya.
Aluna bersandar di pintu mobil sambil menatap keluar. Wajahnya yang basah karena keringat dia basuh dengan tissu yang disodorkan Azlan.
" Nak, sebenarnya ada apa? Kamu mimpi apa? Sampai berteriak begitu ."
Aluna menatap Dewi dengan muka merah menahan malu. Dewi tersenyum. Dia tahu apa yang di rasakan sang putri. Dewi mengusap lengan Aluna. Sambil berbisik, "Namanya orang mimpi, tidak sengaja."
" Tidak usah terlalu dipikirkan nona.." Aluna menatap Arga. Kata-kata yang diucapkan Arga mengingatkan dia pada suatu peristiwa. Tapi Aluna lupa.
Aluna membuang mukanya ke luar jendela. Dia tidak berkata apa-apa. Dia sedang tidak ingin berpikir yang berat-berat. Apalagi saat menyadari dari kaca spion, dua orang lelaki sedang memandanginya.
Aluna mengusap bibirnya. Untung tidak ada iler yang keluar. Malu sekali. Rasanya ingin menenggelamkan diri ke dasar lautan. Tapi ini kan di dalam mobil. Bagaimana jadinya?
"Apa kamu sering ngelindur Aluna." Tanya Azlan setelah beberapa saat hening.
" Kadang-kadang.." jawab Aluna pelan. Terlihat Azlan mengangguk dan melirik Arga. Arga yang tahu maksud Azlan hanya diam. Karena memang belum saatnya semua dibuka.
" Apa sampai berteriak juga." Arga menyambung pertanyaan Azlan.
" Kadang iya." Jawab Aluna yang masih menatap ke luar jendela.
Aluna mendesah. Tiba-tiba ingatannya kembali pada sosok Bram dan Alisha yang ada di bangkar rumah sakit. "Apa yang terjadi dengan Alisha ya. Dan mas Bram terlihat begitu khawatir. "
Aluna mengambil ponselnya. Kemudian membuka nya. Dia memicingkan mata ketika terlihat ada panggilan dari Bram.
" Pantas tidak terdengar.Ternyata masih mode diam. Apa ada yang terjadi. Sampai membuat panggilan berkali-kali. " Aluna Marasa cemas. Tapi dia tidak mungkin bilang pada orang-orang yang berada di dalam mobil.
Kemudian Aluna mematikan ponselnya dan memasukkan kembali ke dalam tasnya. Nanti saja dia akan menghubungi Bram kembali. Hatinya sedang gundah dengan berbagai kejadian. Tidak ingin menambah lagi dengan menghubungi Bram.
Rumah Aluna terletak agak di ujung karena Aluna suka tempat yang sepi. Hanya ada sekitar empat rumah saja yang ada di dekat rumahnya. Lainnya agak jauh jaraknya.
" Ayo turun, bukankah kita sudah sampai." Dewi menyela percakapan mereka. Dari tadi mobil sudah berhenti , dan tak ada satu orang pun yang membuka pintu dan keluar.
Aluna baru menyadari kalau mobil sudah berhenti di depan rumahnya. Padahal sudah cukup lama mereka berhenti di sana.
"Sudah sampai ya, Kenapa tidak ada yang bilang. kenapa saya lupa kalau rumah saya yang itu."
" Kok bisa. " ucap Azlan menatap Aluna. " Rumah sendiri kok lupa."
" Entahlah apa yang saya pikirkan, semua jadi terlihat berbeda" Jawab Aluna sambil memandang rumahnya yang memang terlihat berbeda.
" Ya udah sekarang turun nona.." Aluna terkejut saat pintu sudah dibuka oleh Azlan yang mengulurkan tangan untuk membantunya keluar dari mobil.
Arga memalingkan wajahnya. Melihat ke sekeliling rumah Aluna yang terlihat asri. Arga menatap satu titik tanpa berkedip.
Ada apa sebenarnya. Apa yang Arga lihat?
Bersambung
Lopeeeee ❤️❤️❤️