Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
Kedua pasangan tanpa status dan ikatan itu saling terdiam satu sama lain. Mereka tengah di mobil dalam perjalanan pulang. Rania yang menampakkan wajah mrengut, serta Rayyan yang nampak sedikit kesal. Mereka terdiam tanpa ada satu pun yang niat berbicara. Hingga mobil berhenti tepat di pekarangan rumah pria itu, keduanya masih betah membisu. Rania hendak langsung turun, namun Rayyan yang masih kesal mengunci mobilnya.
"Dok, buka pintunya, aku mau turun!" mohon Rania jengkel.
Rayyan nampak santai, menyorot gadis di sampingnya dingin. Bisa-bisanya Rania dengan percaya dirinya menolaknya dengan yakin. Tentu saja Rayyan kesal, entah mengapa Rayyan kali ini begitu bersemangat dan tidak menerima penolakannya.
"Dok, Dokter mau ngapain?"
Gadis itu nampak gelisah saat pria itu membuka kemejanya di depan Rania. Lalu menatapnya penuh kilatan yang berbeda.
"Ra, mau nikah sama aku, atau mau kawin sama aku?" tekan Rayyan gemas tanpa menyaring perkataanya. Pria itu semakin mengikis jarak, posisi mereka di dalam mobil sama sekali tidak menyulitkan pria itu.
"Dokter ngomong apa sih, aku belum mau nikah Dok!" tolak Rania memekik garang.
"Kamu tahu nggak, caramu menolak aku tuh seakan-akan kamu tidak butuh aku, tidak peduli masa depan kamu!" ucap Rayyan santai namun cukup mengintimidasi.
"Aku ini pacar orang Dok, tolong hargai keputusan aku?" lirih Rania memohon. Rayyan bergeming, tetap menghimpit Rania hingga gadis itu tak ada celah menghindar.
"Kamu pikir aku peduli, kamu pacar orang, kamu istri orang, berhenti menyebut orang lain saat kita sedang berdua Ra, hanya ada aku dan kamu. Aku tanya sekali lagi, mau nikah sama aku jadi istri beneran, atau mau istri bohong-bohongan dan aku tidak akan meloloskan kamu malam ini!" Entah setan apa yang merasuki pria itu, Rayyan begitu emosi.
"Jawab, Ra!" Rayyan mengendus wajahnya, membuat Rania begitu resah dalam tekanan.
"Katakan padaku kamu mau Ra, maka aku tidak akan menyentuhmu bila kamu tidak mengizinkan!" tandas Rayyan sekali lagi.
Rania menangis, lelehan bening itu membanjiri pipinya. Gadis itu jelas ketakutan, mereka baru kenal selama kurang lebih dua minggu, dan Rayyan sudah banyak berulah layaknya mereka dekat. Gadis itu jelas mau menikah, namun tentu saja dengan pria yang ia cintai, dan itu pun tidak sekarang, perjalanan karirnya, cita-citanya akan ia gapai terlebih dahulu, baru berpikir untuk menikah.
"Astaga Rania! Kamu tuh hanya perlu menjawab, kenapa harus menangis!" Rayyan yang sebenarnya berhati lembut dan penyayang itu jelas terusik melihat gadis di depannya terisak ulah dirinya. Apakah dirinya sebegitu menakutkan? Sungguh pria itu hanya bergurau saja yang memang mengarah ke tahap yang lebih serius, balada menaruh hati dengan gadis muda siap dicengengin.
"Jangan nangis Dek, aku minta maaf." Rayyan menghapus air mata itu dengan jemari tangannya, lalu menarik dalam pelukan, Rania pun tak berontak, ia hanya takut dan bingung dengan sikap posesif pria itu.
"Oke, aku minta maaf, sekarang aku nggak mau maksa, tapi kamu bisa kan pertimbangkan kata-kata aku?"
Rania tetap bergeming, ia takut menjawab yang nantinya akan membuat emosi pria itu kembali menyala. Atau jujur dengan hatinya namun merasa terancam.
"Udah, jangan nangis, ayo kita turun!" titahnya lembut.
Rania melepas heelsnya lalu berjalan cepat menuju kamarnya. Rayyan membiarkan saja gadis itu berjalan mendahului, mungkin memang dirinya hari ini sedikit keterlaluan. Pria itu memasuki kamar, menghempaskan tubuhnya ke kasur, penat begitu melanda, tidak seharusnya kalau ia kesal dengan keadaan menjadikan Rania sebagai pelampiasan.
Rayyan mengguyur tubuhnya pada shower, berharap otaknya yang mulai panas kembali dengan gejolak hati mampu terendam oleh dinginnya air yang mengalir. Lama pria itu berada dalam renungan, hingga suasana dingin menghentikan aksinya.
Keesokan paginya, Rania terbangun lebih awal, ia sadar betul harus berangkat lebih pagi hari ini. Ia juga tidak lupa dengan tugas stase pribadinya di rumah ini. Walaupun malas melanda, ia harus menyelesaikan satu minggu terakhir dengan harapan baik-baik saja.
Rayyan masih tertidur pulas ketika gadis itu menyambangi kamarnya. Dengan hati-hati Rania pergi ke ruang ganti, menyiapkan pakaian, sepatu, dan semua perlengkapan yang akan dipakai hari ini. Ia juga sudah mengatur suhu air di kamar mandi untuk pagi ini. Gadis itu sendiri pagi ini sudah rapih, dan akan langsung berangkat.
"Dok, bangun Dok! Saya mau berangkat pagi-pagi, semuanya udah aku siapin, nanti bangun sendiri ya!" ucap Rania setengah berbisik.
"Ra!" seru pria itu menahan tangan Rania. Tangannya begitu dingin tidak seperti biasanya. Gadis itu pun berbelok, lalu mengecek keningnya.
"Dokter demam? Dokter sakit?" tanya Rania spontan.
"Sini Ra, aku tidak enak badan," ucap Dokter menahan tangannya. Rania jelas galau, hari ini bahkan ia harus berangkat lebih awal keliling bangsal untuk meng-follow up pasien sebelum residen (Dokter yang sedang menempuh PPDS) datang.
"Konsulen kamu siapa Ra?"
"Dokter Arumi," jawab Rania mengingat dengan betul.
"Kamu hari ini izin ya, nanti surat keterangannya aku yang urus," ujar Rayyan santai.
"Tapi Dok, bukankah tidak boleh izin terkecuali sakit dan dalam keadaan sangat mendesak."
"Serahin aja sama aku, Ra, bisa diem nggak, nurut gitu, rawat aku hari ini!" ujarnya masih mode dingin.