Seorang gadis bernama Amira berusia 20 tahun baru di pecat dari pekerjaannya. Karena rekomendasi dari ibu kosnya akhirnya ia masuk ke yayasan pengasuh milik teman ibu kosnya itu. Tak lama ia pun mendapat majikan yang baik bernama nyonya Sarah. Amira sangat menyukai pekerjaannya itu.
Hampir dua tahun ia bekerja disana dan ia pun bukan hanya mengasuh satu anak namun dua sekaligus karena tak lama setelah Amira diterima menjadi pengasuh nyonya Sarah melahirkan anak keduanya. Perlakuan nyonya Sarah yang baik dan bahkan menganggapnya seperti saudara membuat Amira sangat menghormati dan menyayangi majikannya itu begitu juga dengan kedua anaknya.
Suatu hari saat Amira ikut berlibur bersama keluarga majikannya tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang sangat mencekam. Saat suami nyonya Sarah tiba-tiba harus pergi karena urusan kantor terjadi penyerangan terhadap nyonyanya. Dalam keadaan terluka nyonya Sarah menitipkan kedua anaknya pada Amira. Kini Amira harus berjuang menyelamatkan kedua anak majikannya itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ye Sha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Kembali
Sementara nyonya Sarah setelah mengantar kedua anaknya ke sekolah pergi ke lapas tempat tuan Sam kini berada. Dengan di temani oleh Amira ia memantapkan dirinya untuk menemui pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu. Sebenarnya masih ada rasa ragu saat memutuskan untuk bertemu namun memang harus ia lakukan agar semuanya jelas apalagi bagi kedua buah hatinya yang tak tahu apa-apa. Sesampainya di sana mereka berdua pun turun dan kemudian menemui petugas jaga untuk meminta ijin menjenguk tuan Bram.
Ketika tuan Bram dibawa keluar dari ruang tahanan untuk menemui nyonya Sarah, Amira sengaja berpindah tempat duduk agak jauh agar keduanya bisa berbicara lebih leluasa. Suasana langsung terasa agak canggung saat tuan Sam mendudukkan dirinya diatas bangku. Di seberang meja terlihat nyonya Sarah dengan wajah yang sulit untuk diartikan.
"Bagaimana kabarmu dan anak - anak?" tanya tuan Bram membuka percakapan.
"Baik..." jawab nyonya Sarah singkat.
Tuan Bram pun menghembuskan nafasnya pelan, ia tahu istrinya sedang berusaha menahan emosi.
"Maaf... aku mohon maafkan aku..." ucap tuan Bram tercekat.
Nyonya Sarah masih saja diam. Ditatapnya laki-laki yang ada di hadapannya itu. Terlihat bahwa tubuh tuan Bram yang semakin kurus dan tak terawat. Ada rasa iba yang terselip dalam hati nyonya Sarah melihat tuan Bram dalam keadaan seperti itu. Namun tak dapat dipungkiri hatinya juga masih sakit atas pengkhianatan yang telah dilakukan oleh suaminya itu. Apalagi akibat dari pengkhiatannya itu nyawanya dan terutama nyawa kedua buah hatinya terancam. Bahkan kedua anaknya yang masih kecil itu harus melihat kekejaman orang yang ingin melukai mereka dan harus merasakan sulitnya hidup dalam kesusahan. Walau pun ia tahu Amira sudah berusaha memberikan yang terbaik tetapi tetap saja nyonya Sarah masih merasa perih.
Mereka berdua pun terdiam beberapa saat.
"Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkan kamu mas..." akhirnya nyonya Sarah pun bersuara.
Mendengar perkataan nyonya Sarah wajah tuan Bram semakin suram dan dia pun kembali menghela nafas berat.
"Aku tahu kesalahanku padamu dan juga anak-anak sangat fatal ... apalagi aku juga telah melakukan kecurangan di perusahaan orang tuamu" ujarnya.
"Maka dari itu aku menerima semua hukuman yang akan diberikan padaku dengan ikhlas... tapi jika aku bisa memohon ... tolong berikan aku sedikit maafmu walau mungkin kita tak akan bersama lagi. Dan jika boleh ijinkan aku untuk masih dapat menemui kedua buah hati kita..." kata tuan Bram panjang lebar mengungkapkan semua isi hatinya.
Melihat wajah tuan Bram saat memgungkapkan semua isi hatinya itu nyonya Sarah tahu jika suaminya betul-betul merasa bersalah dan menyesal atas semua perbuatannya.
"Beri aku waktu mas ... untuk memikirkan semuanya..." ucap nyonya Sarah akhirnya.
Mendengar ucapan nyonya Sarah ada rasa sedikit lega di hati tuan Bram. Memang benar kata orang jika kita sudah kehilangan seseorang barulah terasa betapa berartinya orang tersebut bagi kita. Dan inilah yang kini dirasakan oleh tuan Bram yang berada dalam jeruji besi. Andai saja waktu bisa di putar kembali mungkin ia tak akan pernah mencoba untuk bermain api yang kini telah membakar seluruh kebahagiaan yang ia bangun dengan susah payah selama ini.
Ya penyesalan memang selalu datang terlambat... namun setidaknya dengan ia berusaha untuk tobat tuan Bram berharap masih dapat menyelamatkan rumah tangganya yang sedang diujung tanduk. Biar pun ia harus mendekam terlebih dahulu didalam penjara.
"Maaf waktu berkunjung sudah habis..." tiba-tiba suara sipir membuyarkan lamunan keduanya.
"Baiklah mas ... aku pulang dulu, jaga dirimu baik-baik..." pamit nyonya Sarah.
"Kau juga jaga kesehatanmu... kalau bisa tolong bawa anak-anak kemari ... aku sangat merindukan mereka.." ucap tuan Bram sambil menggenggam tangan nyonya Sarah sebentar sebelum akhirnya ia berdiri dan berjalan diiringi oleh petugas masuk kembali ke dalam lapas.
Nyonya Sarah menghela nafas pelan tak dapat dipungkiri tadi saat tuan Bram menggengggam tangannya sebentar ada rasa hangat yang menjalar dihatinya. Ya rasa cinta itu masih ada meski pun rasa sakit karena pengkhiatan itu juga ada.
Melihat nyonyanya yang masih duduk dibangku Amira pun menghampirinya.
"Kak..." panggilnya lembut sambil menyentuh pundak nyonya Sarah pelan.
Merasakan ada yang memanggil dan menyentuh pundaknya nyonya Sarah pun menengok dan sedikit tersenyum yang terlihat sangat dipaksakan pada Amira.
"Ayo kita pulang" ajak Amira.
Lalu keduanya pun keluar dari ruangan tersebut. Sesampainya didalam mobil nyonya Sarah sudah tidak dapat menahan air matanya.
"Menangislah kak... tidak apa-apa..." ucap Amira lirih sambil meletakkan kepala nyonyanya keatas bahunya.
Sopir yang melihat dari kaca spion pun tak berani menjalankan mobilnya menunggu nyonyanya itu tenang. Setelah beberapa saat menangis menumpahkan segala sesak yang ada di dalam dadanya akhirnya nyonya Sarah bisa sedikit tenang.
"Kakak mau pulang dulu? Nanti biar anak-anak Amira yang jemput..."
" Ga usah Ra ...kita jemput sama-sama aja..." jawab nyonya Sarah.
"Pak kita jemput anak-anak sekarang ..."
"Baik nyonya..."
"Tapi kak ... wajah kakak sembab..." kata Amira khawatir.
"Nanti sesampainya di sekolah aku pergi ke toilet dulu agar tidak terlihat sembab ..." terang nyonya Sarah.
Mobil pun melaju menuju sekolah Adit dan Anna. Sampai di tujuan nyonya Sarah langsung turun dari mobil dan ke toilet untuk memperbaiki tampilannya agar lebih segar. Sedang Amira menunggu didepan gerbang sekolah. Tak lama bel pulang sekolah berbunyi dan anak-anak TK dan PAUD itu pun berlarian keluar dari kelas masing-masing. Terlihat Anna dan Adit ada diantara mereka. Dengan melambaikan tangan Amira memberitahukan posisinya pada kedua bocah itu. Melihat Amira keduanya pun langsung berlari kearahnya.
"Bunda..." teriak keduanya kegiranga.
"Mama mana?" tanya Anna begitu sampai didepan Amira.
"Mama masih ke toilet..." jawab Amira.
"Kita tunggu di mobil ya.." sambungnya. Kedua bocah itu pun langsung mengangguk dan berjalan bersisian dengan Amira ke mobil.
Baru saja mereka melangkah terdengar suara nyonya Sarah memanggil. Ketiganya pun langsung menengok ke arah suara dan terlihat nyonya Sarah yang berjalan ke arah mereka.
"Mama..." panggil Anna dan Adit setelah nyonya Sarah sampai di depan mereka.
"Sayang ..." kata nyonya Sarah sambil memeluk keduanya erat. Amira yang berada di dekat mereka pun ikut tersenyum.
"Ya Allah ... alhamdulillah sudah Kau kabulkan do'aku ..." batin Amira tak terasa air matanya menetes namun cepat dihapusnya dengan punggung tangannya.
"Kita ke mall yuk..." ajak nyonya Sarah dan dijawab dengan teriakan senang dari Anna dan Adit.
"Yey!! kita ke mall ...".
Melihat tingkah keduanya nyonya Sarah dan Amira saling pandang dan melempar senyum. Dan mereka pun masuk ke mobil dan langsung meluncur ke arah mall.
Sementara itu tuan Sam yang sedang rapat dengan kliennya di sebuah kafe tampak agak tidak fokus. Berkali-kali terlihat oleh Lukas jika tuannya itu tampak melamun. Dan dengan terpaksa beberapa kali pula Lukas harus mengingatkan tuannya untuk berkonsentrasi dengan menyenggol lengan tuannya itu. Dan akhirnya Lukas pun berinisiatif untuk mengakhiri pertemuan agar nantinya tidak terjadi kesalahan. Beruntung sang klien dapat menerima dan akhirnya pertemuan pun diakhiri. Begitu para klien pergi Lukas pun menanyakan sebab tuannya hilang konsentarasi.
"Tuan ada masalah apa? Sepertinya dari tadi tuan tidak fokus" tanya Lukas.
"Hmmm... aku tidak apa-apa" jawab tuan Sam, tampaknya ia masih tak ingin terbuka.
"Jika ada masalah tuan bisa bicara pada saya mungkin saya bisa membantu..."
"Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya tuan Sam tiba-tiba.
"Maksud tuan?"
"Ya.. jatuh cinta... suka pada cewek..." terang tuan Sam.
"Itu..." jawab Lukas menggantung.
Sesungguhnya ia memang sudah menduga jika tuannya risau karena masalah cinta tapi ia tak menyangka jika tuannya akan jadi sekacau ini.
"Bagaimana? Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya tuan Sam lagi.
Tampaknya dia tak akan puas jika Lukas tak menjawabnya dengan jujur. Akhirnya mau tidak mau ia pun menjawab pertanyaan tuannya itu.
"Pernah tuan ... tapi itu dulu saat SMU" ucapnya pasrah.
"Lalu apa yang kau lakukan?"
"Hadeeuh ... ini orang mau curcol apa mau minta saran sih? Tinggal ngomong aja apa susahnya ga usah muter-muter ga jelas.." gumam Lukas dongkol dengan sikap tuannya itu.
"Yaa waktu itu saya katakan saja perasaan saya padanya..."
"O.."
"Hah... hanya o..." sergah Lukas dalam hati.
"Apa tuan sedang jatuh cinta?" tanyanya hati-hati.
Sedang yang ditanya hanya diam seperti tak mendengar apa pun membuat Lukas tambah dongkol.
"Kalau saja kau bukan bosku ... sudah kubejek-bejek dan kucekik lehermu itu..." umpatnya masih dalam hati.
"Hah kau bilang apa?"
"Ti.. tidak tuan saya tidak bilang apa-apa." jawab Lukas cepat.
"Hadeeuh... ni orang ditanya ga jawab giliran omongan dalam hati gua dia langsung konek..".
"Tuan apa kita langsung pulang ke kantor atau..." belum lagi Lukas selesai berkata tuan Sam sudah berdiri dan berjalan keluar.
Lukas pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah tuannya.