Lamanya waktu bersama tidak menjamin sebuah ikatan langgeng dan bahagia. Bahkan meski hampir 20 tahun Elara Nasution menghabiskan hidupnya bersama sang suami Ares Dawson Atmaja. Semua terasa tidak berarti untuk pria itu. Ditambah dengan belum adanya buah hati di antara mereka membuat hubungan suami istri itu menjadi semakin renggang.
Kehadiran orang ketiga yang dibawa secara sadar oleh Ares menjadi awal dari keruntuhan rumah tangga yang telah susah payah Elara bangun. Elara pun menyerah, melepaskan cintanya yang telah mati dan tergantikan oleh sosok baru yang mengasihinya lebih dari siapa pun. Penyesalan selalu datang terlambat, dan itu semua dirasakan Ares saat Elara bukan lagi miliknya.
Apa yang akan dilakukan Ares untuk mendapatkan kembali cinta Elara?
Apakah Elara akan menerima Ares atau menjalin kasih dengan pria idaman lain ?
follow my ig @ismi_kawai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Kawai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24
Author POV
Gloomy Corporation.
Kabar perceraian Ares dan Elara mengusik para anggota dewan direksi. Mereka tidak terima dengan keputusan Ares secara sepihak yang akan berdampak buruk pada perusahaan.
"Tuan Ares, mengapa anda mengambil tindakan yang begitu beresiko? Lagipula apa alasan mendasar hingga anda menceraikan Nyonya Elara?" Salah satu anggota dewan bertanya.
"Benar, bagaimana nasib kita kedepannya? Uniclever bukanlah saingan mudah, hampir semua kebutuhan rumah tangga masyarakat menggunakan produk mereka. Bahkan cottonbuds saya di rumah dari mereka," keluh yang lain.
Para dewan direksi saling bersahutan menyalahkan Ares dan tidak terima akan perceraian itu. Ares memejamkan mata sebelum mengultimatum para anggota.
"Sudah selesai mengeluhnya?" Para anggota dewan terdiam. "Kalian tidak perlu khawatir, laba yang kalian dapat tidak akan berubah. Jadi jangan ikut campur masalah pribadiku, jika tidak ingin didepak dari sini. Rapat selesai!" Ares segera pergi meninggalkan ruang meeting dengan amarah. Romi mengikutinya dari belakang.
"Dasar para pemalas, hanya ingin enaknya saja!" Ares membanting jasnya ke sofa, menarik dasi yang rasanya mencekik leher.
"Tenang Tuan,"
"Buatkan aku segelas kopi," pinta Ares.
"Baik, Tuan!" Romi menekan nomor bagian pantry lalu memesan segelas kopi untuk Ares.
Ares menyalakan rokok, menghisapnya dengan kasar. Bayangan Elara yang mengecup pipi pria yang ternyata investor perusahaannya terbayang begitu saja, mereka akan menikah... dalam waktu dekat. Ares benar-benar mendapatkan kejutan di hari ia menceraikan Elara. Ares pikir dia akan baik-baik saja, tapi buktinya dia merasakan nyeri yang mengganggu.
Tangannya meremas kemeja dibagian dada. "Aku sebaiknya pulang, Sophie pasti bisa menghiburku," gumamnya.
🍁🍁🍁
Kediaman Ares Dawson Atmaja
Sophie sedang duduk dipinggir kolam renang, menikmati terpaan sinar matahari dengan bikini di tubuhnya.
"Inilah hidup... tenang tanpa pengganggu," ucapnya sambil tersenyum.
Suara seseorang membuat wanita itu berlonjak kaget. "Siapa penggangu?"
Sophie mendongak dan melihat Ares yang berjalan ke arahnya. Wanita itu sumringah, dengan cepat berdiri untuk menyambut sang suami.
"Tuan, sudah pulang?"
Ares yang melihat Sophie bergerak cepat lalu memegang tangannya. "Hati-hati, nanti bayinya terkejut! Kamu jangan bangun tiba-tiba, pelan-pelan saja," ujarnya khawatir.
Sophie terkekeh. "Iya Tuan, maaf... karena sangat senang melihat Tuan, Sophie jadi lupa," belanya.
Ares mengambil bathrobe lalu memakaikannya pada Sophie. "Pakailah, nanti masuk angin," ucapannya membuat Sophie mengerucutkan bibirnya.
Dia gemas, mengapa Ares tidak bilang apa-apa mengenai penampilannya yang sangat sexy. Wanita hamil dengan perut membuncit memakai bikini bukankah mampu menaikkan libido seorang pria?
"Ganti bajumu, temani aku minum teh di taman," titah Ares.
Sophie hanya mengangguk lalu pergi ke kamarnya untuk berganti baju. "Apa dia buta? Padahal aku sudah berdandan semenarik ini, bahkan dia tidak memujiku," keluhnya sambil menghentak hangger ke ranjang. Mona meringis melihat banyaknya baju berserakan
Ternyata menghadapi wanita macam Sophie tidak mudah, dia haus pujian, dan bertindak seenaknya dengan memaki para pelayan jika tidak dapat memenuhi kemauannya. Nyonya Elara bahkan tidak pernah meninggikan suaranya di hadapan para pelayan meski sedang marah. Mona mulai membanding-bandingkan majikan barunya.
"Mona, kenapa melamun? Cepat pilihkan baju yang bagus untukku, Tuan memintaku menemaninya minum teh!" hardiknya pada Mona hingga gadis itu terhenyak.
Dan satu lagi, wanita ini sama sekali tidak tau mode. Memakai baju harus selalu Mona yang memilihnya. Ini benar-benar menambah daftar pekerjaan gadis itu. Jika bukan karena Sophie memberi uang lebih di setiap gajinya, ia rasanya ingin menyerah menjadi pelayan pribadi wanita itu.
"Baik Nyonya," Mona mengambil dress berwarna nude. Sophie berbinar melihat dress itu.
"Kau memang pandai!" serunya.
"Terima kasih, Nyonya," sahutnya lembut.
Kenapa tidak pilih sendiri? Bukankah semua baju di lemarimu bagus-bagus? Apa kau tidak percaya diri? Dan membandingkan diri dengan Nyonya Elara? Menyusahkan! batin Mona.
🍁🍁🍁
Kedatangan Sophie memutus atensi Ares pada ponselnya. Dia baru saja membuka berita terbaru, tidak biasanya dia seperti itu... mencari sesuatu secara acak. Berita tentang pernikahan mantan istrinya dengan pria lain. Ares meletakkan ponselnya lalu tersenyum pada Sophie.
"Mari duduk di sampingku," pintanya.
"Iya, Tuan." Sophie menyelipkan anak rambut dibelakang telinganya.
Wanita itu sedang bersiap-siap menantikan pujian dari Ares yang tidak kunjung datang. Hanya hening yang terjadi membuatnya meremas dress di pangkuannya.
"Tuan..." Sophie melihat Ares yang termenung. Apa-apaan pria ini? Meminta dirinya berganti baju hanya untuk menemaninya melamun?
Sophie menyentuh bahu Ares dan menggoyangnya. "Tuan..."
Ares masih diam hingga goyangan Sophie semakin keras barulah pria itu sadar.
"Iya, Ara?" sahut Ares.
Mata Sophie membulat saat nama wanita lain terdengar di telinganya. "Apa?"
"Apanya?"
"Tuan memanggil Elara," jawab Sophie dengan mata berkilat.
Dahi pria itu mengeryit, dia tanpa sadar menyebut nama mantan istrinya dan dia tidak merasa seperti itu. "Tidak," sahutnya.
"Barusan Tuan menyebutnya!" Sophie bersikukuh.
"Tidak Sophie, aku tidak memanggil Ara," sanggahnya membuat Sophie semakin mengeraskan wajahnya.
"Tuan kembali menyebutnya, dia sudah tidak ada di sini Tuan! Hanya aku istri Tuan!" suara wanita itu meninggi membuat Ares tersentak.
Pria itu menunduk lalu meraih ponselnya. Benar kata Sophie, Ara sudah tidak ada di sini. Ini pilihannya, demi anak yang sedang dikandung Sophie. Apa benar barusan dia menyebut mantannya? Pikirannya seperti tidak di tempat.
"Kamu kembali istirahat saja, aku ada sesuatu yang harus diurus," Ares beranjak dari kursi taman meninggalkan Sophie yang hampir menangis.
Wanita itu membanting cangkir teh yang ada di meja. "Wanita sialan! Sudah pergipun masih tidak rela dan menghantui pikiran suamiku, Aku akan buat perhitungan denganmu!" geramnya.
🍁🍁🍁
Kediaman Evans Scoot
"Apa ini benar?" Widiawati memekik ketika melihat sosial medianya.
Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu mendekati sang istri. Istrinya yang terpaut usia 5 tahun dengannya.
"Ada apa?" Sahutnya.
Widiawati memperlihatkan layar ponselnya yang berisi berita tentang perceraian Ares dengan Elara. Pria itu mengerutkan kening. "Bagaimana bisa? Apa ini ulah Charles?"
Widiawati tersenyum manis. "Kalaupun benar, aku mendukungnya!"
"Honey, tidak boleh begitu. Aku tidak mau anakku menjadi perusak rumah tangga orang," sergahnya.
"Evansku tercinta, kebahagiaan anak kitalah yang utama!" ucapnya sambil menarik tangan suaminya. "Ayo ikut aku, kita harus melamar Ara sekarang juga!"
Tbc.
Please rate, vote dan likenya yach!
Sertakan comment kalian agar aku lebih baik lagi, Enjoy!
Ares mulai merasakan jejak penyesalan neh... pasti pada seneng... hahahaha!
Apa ada yang iba juga sama Ares binti sanusi?
Aku gak janjiin up tiap hari ya... do'akan saja aku banyak waktu luang dan diberikan kesehatan... makasih masih stay disini... salam ***** dari akoh!! 👄👄👄
alur ceritanya jg Ter atur. love u thor 🥰🥰🫰
gita " tapi malu... "