NovelToon NovelToon
Cinta Beracun Pak Gustav

Cinta Beracun Pak Gustav

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nara Diani

"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.

"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.

Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.

Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.

Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.

George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 06

Gladys terbangun begitu merasakan hawa dingin menusuk kulitnya, perempuan itu mengerjap-ngerjap pelan menormalkan padangan mata yang kabur.

“Engg ... di mana ini?” lenguh Gladys mau bangun tapi niat itu urung begitu menyadari ada kepala Gustav yang berbaring di atas dadanya.

Tangannya bergerak membelai rambut hitam Gustav yang tumbuh begitu tebal dan halus, si pria tanpa sadar merasa semakin nyaman memeluk Gladys lebih erat dan kuat.

“Wajahnya terlihat sangat lelah akhir-akhir ini,” gumam Gladys terus membelai surai hitam Gustav.

Gladys dengar jika ada kasus kematian terjadi di salah satu hotel Gustav yang membuat citra hotel tersebut rusak juga penggelapan dana dan hama yang terjadi di perkebunan.

Banyak masalah yang terjadi bulan ini, hingga Gustav jarang mengunjunginya dan jika berkunjung pun hanya untuk tidur sebentar setelahnya pergi lagi.

Gladys menghela napas panjang, manusia memang tidak bisa lepas dari yang namanya masalah, kapan pun dan di mana pun, masalah sendiri sudah seperti jiwa bagi kehidupan kita.

Ia membaringkan badannya kembali, percuma juga mau bangun karena Gladys tidak akan mampu menggeser badan besar Gustav dari atasnya.

Menatap langit-langit kamar, entah sejak kapan dia sudah berada di sini. Hal terakhir yang Gladys ingat adalah dia dan Gustav masih berada di Singapura untuk makan malam di restoran lalu minum-minum di pantai sambil melihat bintang.

Untungnya hari ini Sabtu, hari di mana biasanya mereka menghabiskan waktu berdua seharian.

Gladys tersadar dari lamunannya begitu mendengar ponselnya berdering diikuti Gustav yang bergumam kesal karena terganggu.

Perempuan itu secepat mungkin mengangkat panggilan dan mengusap-usap kepala Gustav lembut agar kembali pulas.

“Halo, Mit?” sapa Gladys pelan, takut membangunkan bayi besar yang baru puas menyusu semalam.

"Dys, lo udah mutusin belum mau magang di mana?” Suara Mita bertanya.

Gladys bergumam berpikir. “Aku sudah menyurvei beberapa perusahaan sih tapi belum menemukan yang tepat,” jawab Gladys.   

"Gue juga belum,” kekeh Mita di seberang sana.

"Pokoknya gue gak mau tahu kita harus satu tempat magang ya, Dys. Titik.”

“Iya-iya bawel, kamu mana bisa pisah dari aku,” ledek Gladys, Mita tertawa cengengesan si seberang sana.

"Udah dulu ya, aku mau lanjut tidur nih ngantuk,” pamit perempuan itu.

“Oke, Bye, Dys.”

"Bye.”  

"Magang di tempatku,” ucap Gustav bangun, Gladys terlonjak kaget.

"Kirim CV-mu dan teman bodoh mu itu ke perusahaan, aku sendiri yang akan meng-acc kalian,” ujar Gustav dengan suara serak dan berat.

Matanya masih berat, tetapi Gustav sudah terbangun sejak dering telepon terdengar, badan Gustav naik ke atas mencium leher wangi Gladys tanpa meninggalkan jejak di sana.

"Apakah tidak apa-apa?” tanya Gladys ragu.

Perusahaan Hotel dan Resort Gustav memang menjadi salah satu yang paling di pertimbangkan oleh para mahasiswa seperti dirinya  tetapi sejak awal Gladys tidak memasukkannya ke dalam daftar karena di sana ada Gustav. Ia tidak mau mengambil risiko besar yang bisa saja mengancam pendidikannya.  

"Jadi kau mau bekerja dengan orang lain daripada denganku, hem?” tanya Gustav menyidik, mata hitam tajamnya langsung bertatap intens dengan mata coklat khas Asia Gladys.

Tangan Gustav naik mencengkeram leher Gladys pelan dengan wajah mengeras, memangnya ke mana lagi gadisnya ini mau magang jika bukan tempatnya?

"Kau mau magang di tempat lain agar terbebas dari pandanganku dan membiarkan pria-pria lain mendekatimu, begitu?” tuding Gustav memicing.

“Bukan begitu,” sanggah Gladys, ia sedikit kesusahan bicara karena cengkeraman Gustav makin lama makin keras.

“Aku takut kehadiranku mengganggumu.”

Gustav melepaskan tangannya dari leher Gladys membuat perempuan itu bernapas lega. Kini ia beralih menggenggam pipi Gladys dengan satu tangan.

"Kau itu milikku, sudah seharusnya berada di tempatku,” desis Gustav, sekali lagi mengingatkan pada Gladys siapa pemiliknya.

"Besok kirim CV-mu ke kantorku mengerti?” titahnya mutlak.

Gladys mengangguk. “Baik.”

Gustav bergumam puas. “Dengan siapa kemarin kau bertemu di kafe?”

Gladys terdiam, teringat dengan pertemuannya dengan George. Terlintas di masa lalu bagaimana cara Gustav membereskan setiap lelaki yang berusaha mendekatinya Gladys menelan ludah gugup.

Bagaimana ini? Jangan-jangan dia mau mencelakai George?

"Apa kau mendadak bisu? Jawab aku!” cerca Gustav kesal.

"Seorang pelukis, dia teman baruku,” jawab Gladys takut-takut.

"Pelukis? Siapa namanya? Di mana kalian bertemu?”

“George Dawson. Kami bertemu di museum saat menghadiri pameran seni bersama Mita.”

“George?” gumam Gustav.

Gladys menggigit bibirnya takut, salah satu hal yang membuatnya sekarang sangat cuek pada para lelaki itu karena Gustav yang cemburuan parah, tapi George berbeda, Gladys bisa merasakan ketulusan pertemanan dan tidak ada niat buruk dalam diri pria itu.

“Jangan terlalu dekat dengannya.”

“Ap--apa?” Gladys mengerjapkan mata.

Apa tadi? Jangan terlalu dekat hanya itu saja? Gladys menatap wajah Gustav tidak percaya, hidayah dari mana tiba-tiba pria ini tidak marah mendengar Gladys punya teman lelaki?

Gustav mendorong kening gadisnya kesal. “Singkirkan wajah bodohmu itu, buka bajumu aku mau lanjut tidur, cepat!”

“Iya-iya baik,” jawab Gladys gelagapan memberikan yang pria itu mau.

***

 George di ruangan pribadinya sedang fokus memoles dua lukisan yang ia lukis kemarin dengan Gladys sebagai modelnya.

Tangan besar berurat menonjol seksi itu dengan lihai menambahkan objek dan detail pada lukisan, warna-warna cat yang bervariasi kadang kala menetes dan terciprat pada lengan serta wajahnya.

Pria itu meletakan kuasnya ke dalam wadah air, mengambil napas lega lantas bersandar pada kursi.

“Akhirnya selesai,” gumam George, mengamati wajah Gladys pada lukisan. Wajah manis dengan senyum yang ceria tapi matanya terlihat sendu menyimpan luka.

George mengusap bagian mata lukisan pelan. “Apa yang membuat mata indah ini menyimpan luka, hem?” monolognya.

“Mata seindah ini tidak seharusnya bersedih, apa yang membuatmu sedih?” pikir George, Gladys dari luar terlihat seperti gadis biasa yang ceria dan positive vibes, tetapi jika ditilik lebih dekat matanya terlihat sendu, seperti menyimpan luka yang dalam.

“Sudah lama aku tidak menginginkan sesuatu,” gumam George. Tidak bisa dipungkiri kalau sejak pertemuan pertama George sudah tertarik dengan Gladys.

Pria itu terkekeh pelan menikmati perasaan aneh yang terasa mengaliri jiwa kosongnya.

“Kali ini tertarik pada sesuatu yang manis dan cantik.”

“Gladys, Gladys, Gladys,” gumam pria itu merapalkan nama yang sama berkali-kali. Dua sudut bibirnya yang sedikit terbuka naik ke atas dengan mata menajam, seringai.

***

“Lo udah nentuin tempatnya?” tanya Mita menjilat es krim matcha yang ia beli di minimarket barusan.

Gladys dan Mita sedang makan es krim berdua di halte, pagi tadi mobil Gladys di servis, besok sore baru diambil dan selama itu ia memilih pulang-pergi kampus dengan bus bersama Mita.

“Serenova Resorts & Residences,” jawab Gladys menyebut perusahaan milik Gustav.

Mita tersedak es krim, dia menoleh pada Gladys dengan wajah terkejut, tidak habis pikir ternyata perempuan itu langsung menargetkan perusahaan besar.

"Serenova? Lo serius, Dys?”

Gladys mengangguk. “Besok kita langsung kirim CV sama surat lamaran ke sana,” ucap Gladys enteng, tentu saja enteng pemilik sendiri yang menawari padanya, sementara Mita malah gugup setengah mati.

Serenova Resorts & Residences perusahaan yang bergerak di bidang hotel dan resort, baru-baru ini mereka juga tengah mempersiapkan proyek pembangunan villa besar-besaran.

"Lo yakin, Dys?” tanya Mita sekali lagi.

"Yakin, kita persiapkan semuanya dengan matang pasti bakal keterima di sana.”

“Masalahnya gue yang enggak yakin, lo mah enak otak lo pinter lah gue yang remahan rengginang ini gimana nasib gue nanti?”  keluh Mita cemberut.

Gladys merangkul sang sahabat dengan tangannya. “Tenang, kan ada aku. Nanti aku bantu kamu.”

“Benar janji ya?”

“Janji.”

Gladys dan Mita benar-benar melamar ke kantor Gustav. Hari itu mereka mengajukannya ke pihak kampus, setelah disetujui langsung saja mereka mengirim surat  lamaran dan CV ke Serenova Resorts and Residences di hari yang sama.

Saat sampai di sana, secara tidak terduga mereka bertemu dengan musuh lama.

"Hai, Gladys Anastasya. Long time no see,” sapa seorang gadis cantik tersenyum smirk. Matanya yang anggun menatap Gladys dari atas ke bawah menilai.

Gladys menahan napasnya, kenapa harus bertemu dengan orang ini di sini sih?

1
Myra Myra
lupakan gustac dah sesuai Ngan mu
Chung Chung
Up
Tình nhạt phai
Gokil abis!
Amanda
Seru banget deh!
Mina
Mantap jiwa banget, bikin nagih baca terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!