Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wira
Cakra masih terpaku di tempar dengan hati yang terbakar api cemburu, meski ia belum tahu siapa pemuda yang bercanda bersama Aluna kesayangannya. Entah saudara atau teman, tapi sentuhan Aluna pada pemuda itu membuat hati Cakra gatal.
Ponsel Cakra bergetar, tanpa mengalihkan tatapan pada jalan raya dimana Bulannya menghilang. Cakra mengambil benda pipih dari saku. Sekilas ia melihat foto gadis berseragam putih abu-abu yang ia gunakan untuk wallpaper sebelum mengeser logo hijau untuk mengangakat telepon yang masuk.
"Hallo."
"Hallo Cak, lo dimana? udah pulang ngampuskan? bengkel rame banget nih, kalau bisa lo pulang sekarang,"ucap seorang laki-laki di ujung lain sambungan telepon.
"Iya, gue pulang sekarang," jawab Cakra lalu menutup sambungan teleponnya.
Meski Cakra masih ingin di sana menunggu Aluna pulang, tapi Cakra tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya sebagai mekanik bengkel tempat ia bekerja dan tinggal sekarang, meski dia sedang sakit, sakit badan dan sakit hati juga.
Pemuda tampan itu mengambil nafas dalam, sebelum berjalan menghampiri motor hitam miliknya. Suara mesin motor seketika menderu kencang, seiring tarikan gas yang semakin ketat. Kuda besi beroda dua itu membelah ramainya jalanan dengan kecepatan tinggi.
Sementara itu di dalam mobil berwarna ungu yang sedang melaju, Aluna hanya diam. Tatapannya kosong, ia hanya menatap jalanan di depan tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Jenendra yang duduk di sampingnya merasa heran dengan perubahan sikap Aluna setelah meninggalkan rumah atau lebih tepatnya saat Jenandra bertanya siapa pemuda yang berdiri di depan gerbang rumah Aluna.
"Kak Aluna kenapa?" tanya Jenandra yang sudah tidak tahan dengan diamnya sang kakak sepupu.
"Nggak apa-apa kok," jawab Aluna tanpa menoleh.
Jenandra pun diam dan memutuskan untuk tidak bertanya lagi, mungkin kakaknya itu sedang ada masalah yang tidak ingin ia ceritakan. Aluna seharusnya senang, tapi melihat raut muka Cakra yang kesal dengan tatapan tajamnya membuat Aluna merasa gelisah.
Rasa gelisah yang sama dengan alasan yang berbeda dirasakan oleh Cakra. Jika Aluna gelisah dalam bimbangnya melihat, maka Cakra gelisah dengan rasa bersalah dan takut kehilangan.
Tatapan Cakra yang tadinya fokus menatap jalanan dengan berisiknya kepala perlahan memicing, saatr menangkap sosok seorang pria yang berdiri di samping mobil yang terparkir lima puluh meter sebelum bengkel mobil Flashline.
Cakra berdercih,ia berusaha acuh dan pura-pura tidak melihat pria itu. Namun, pria itu malh berjalan ke tengah jalan dan melambai, mengisyaratkan Cakra untuk berhenti. Mau tak mu Cakra pun menepikan sepeda motornya sesuai keinginan pria itu. Setelah menstandarkan motornya Cakra pun turun sembari melepaskan. belum sempurna kaki Cakra berpijak di tanah berumput, tangan kekar pria paruh baya itu mengambil paksa helm Cakra lalu menghantamkan benda keras itu ke kepala Cakra, membuat dia limbung dan jatuh bersama sepeda motornya.
"Apa yang kamu lakukan pada Miranda, dasar anak sialan!" teriak Wira dengan marah, matanya seolah buta tertutup emosi.
Cakra merasakan kepalanya berdenyut sesaat belum akhinya tergeletak di tanah. Kelopak mata Cakra mengerjap memulihkan kesadaran, dengan tenga yang tersisa dia mendorong motornya dan berusaha untuk bangkit. Sementara pria paruh baya itu tidak perduli pada darah dagingnya yang merintih kesakitan.
"Jawab! Kenapa diam saja!" teriak Wira kesal.
Setelah berhasil meloloskan kakinya, Cakra memberdirikan motornya. Dengan merasakan sakit di kaki dan kepalanya Cakra menatap nyalang pria itu.
"Apa mau Anda? Belum puas Anda menyiksa saya, belum puas heh! Belum cukup mengunci saya di kamar mandi sampai mau mati!" teriak Cakra dengan nafas tersengal.
Emosinya kembali memuncah, kilasan malam dingin dimana dia meringkuk kedinginan di kamar mandi yang gelap dan kesakitan itu kembali berputar. Matanya melebar memerah penuh amarah. Sama halnya dengan mata Wira.
"Jangan jadi anak kurang ajar kamu! kamu pikir, kamu pantas bicara seperti itu pada orang tua!"
Cakra tertawa sumbang mendengar ucapan Wira.
"Saya tidak punya orang tua! satu-satunya orang atua saya sudah mati dan Anda yang membunuhnya," sarkas Cakra.
Plak
"Jaga mulut kamu!" teriak Wira setelah menampar Cakra dengan keras sampai laki-laki tertoleh dan menimbulkan robekan di sudut bibirnya.
Cakra meludakan darah di mulutnya. Tanpa mengucapkan apapun dia memilih menaiki motornya, dia ingin meninggalkan pria ini dari pada harus melawan. Tapi niat kabur Cakra tidak semudah itu. Wira menghadang, berdiri tepat di depan motor Cakra.
Dengan kasar Cakra memutar kunci motornya, mematikan mesin yang baru saja menyala. Ia turun lalu menghampiri wira dan mendorongnya dengan keras.
"Apa lagi, An***g!" ledak Cakra frustasi, matanya semakin merah dengan sorotnya yang gelap.
Wira yang sempat terhuyung mundur membalas mendorong Cakra dengan lebih keras, satu tangannya kerah jaket pemuda itu.
"Anak sialan, pantas kamu bicara seperti itu sama saya?! Dasar anak sialan kamu!" teriaknya tepat di wajah Cakra.
"ya, Anda pantes di panggil A**ng," tukas Cakra penuh penekan.
"Kurang ajar," geram Wira.
Brugh
Brugh
Dua pukulan mendarat di kepala Cakra di susul tendangan yang membuat Cakra tersungkur di tanah.
"Keparat kamu, anak sialan!" Wira memukul lagi perut Cakra dengan tinjunya, Cakra tidak membalas ia hanya mengelak dan berusaha menghindar.
"Saya kemari hanya mau bicara baik-baik sama kamu, kamu malah balas kurang ajar kayak gini?!" ujar Wira dengan nafas tersengal setelah menyalurkan emosinya.
Cakra hanya diam merasakan sakit sambil memegangi perutnya.
"Apa yang kamu lakukan pada Miranda, heh. Kamu buat dia malu? Apa pantas seorang laki-laki melakukan itu pada calon istrinya?"
Perlahan Cakra membangkitkan tubuhnya, dia melirik sekilas pria paruh baya yang menatapnya dengan tidak suka.
"Gadis itu urusan Anda, bukan saya," sahut Cakra sambil mengusap ujung bibirnya yang kembali berdarah.
Tangan Wira mengepal, emosinya kembali menyeruak mendengar anak laki-lakinya yang terus saja membantah.
"Kamu sudah saya jodohkan dengan Miranda, pertunangan kalian akan berlangsung bulan depan. Kamu seharusnya bisa merubah sikap kamu pada Miranda. Apa susahnya menuruti kemauan saya, toh kamu juga kan diutungkan dengan hubungan ini. Kamu bia kembali ke rumah dan menikmati fasilitas yang saya berikan,"tutur Wira dengan sedikit menekan egonya.
Cuih
"Saya tidak butuh semua itu. Anda saja yang menikahi gadis tidak jelas itu, lagi pula Anda sudah tidak berhak mengatur saya. Kita sudah tidak ada hubungan apapun Tuan Wira sanjaya laksemana. Saya sudah membuang nama laksemana itu jauh-jauh, jadi Anda adalah orang asing bagi saya sekarang," sahut Cakra dengan terkekeh penuh kemenangan.
"Kamu, bener-ben-"
Tangan Wira terangkat naik, siap mendaratkan pukulan ke tubuh Cakra yang sudah banyak luka itu.
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒