Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Twenty Four
Operasi telah selesai dilakukan dan berjalan dengan lancar. Hanum merasa lega karena ibunya baik-baik saja. Setelah memenangkan dirinya, Hanum pun memberanikan diri untuk menemui ibunya. Namun kaki nya masih gemetar saat melangkah masuk kedalam ruangan ibunya. Hanum melihat ibunya masih belum siuman, Hanum memegang tangan ibunya lalu menciumnya. Tadinya ia berjanji tidak akan menangis, tapi hati nya begitu rapuh.
"Hanum minta maaf Bu... Tapi ini semua demi ibu" ucap Hanum.
"Ibu harus sembuh mau bagaimanapun caranya, aku akan melakukan apapun demi ibu"
Hanum merasa jemari ibunya bergerak saat Hanum memegangnya. Hanum tersadar dan memperhatikan jemari ibunya, perlahan-lahan mata sayup itu terbuka. Terlihat samar dan kabur, Ratna mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia berusaha memegang pipi putrinya, Hanum mengarahkan telapak tangan ibunya menyentuh pipinya.
"Kamu habis nangis nak?" Tanya Ratna sedikit lirih.
"Nggak kok Bu" bohong Hanum.
Ratna perlahan memperhatikan sekeliling nya, ia terkejut mendapati dirinya berada dirumah sakit.
"Hanum? Ibu dimana ini?" Tanya Ratna.
Hanum hanya diam.
"Hanum ibu kenapa?" Ratna masih kebingungan.
"Ibu gak usah mikirin yang aneh-aneh dulu, mending ibu istirahat ya" Hanum mengelus pipi ibunya.
"Kenapa perasaan ibu gak enak Hanum?"
"Cuman perasaan ibu aja kan? Gak ada apa-apa kok Bu"
"Kamu sembunyikan sesuatu dari ibu?"
Hanum hanya menggeleng.
"Ibu istirahat ya" ucap Hanum.
"K..kamu mau kemana nak?" Tanya Ratna.
"Hanum ada panggilan kerja buk" ucap Hanum sambil tersenyum manis pada ibunya.
Hanum mencium tangan ibunya, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Di luar Wijaya dan Mario sudah menunggu nya.
"Ayo kita fitting gaun pengantin sayang" ucap Wijaya.
Hanum hanya tersenyum, seraya meneteskan air mata.
"Yasudah kalian lekas lah pergi" suruh Mario.
"Ah Iyah, ayo Hanum" ajak Wijaya.
Hanum hanya menunduk dan mengikuti Wijaya dari belakang.
"Jangan malu-maluin kamu disana" bisik Mario.
Hanum hanya diam.
"Turuti apapun kemauan calon suami mu, jangan banyak bantah" sambung Mario.
"Sudah sama cepat jalan" Mario mendorong punggung putrinya agar cepat berjalan menghampiri Wijaya.
***
Darren berkunjung kerumah Abyan pada malam hari. Ia menggeledah isi kulkas Abyan dan mengambil beberapa makanan didalam kulkas.
"Wah enak banget ya Lo, main ngambil aja" Abyan mengikuti Darren berjalan ke ruang tamu.
"Eh ambilin tuh soda di atas meja lupa gue" ucap Darren seenak jidat.
Namun anehnya Abyan malah menuruti permintaan sepupunya itu. Abyan kembali ke dapur dan mengambil sebotol soda dan dua gelas. Abyan meletakkan botol soda itu si atas meja.
"Awas ya kalau berserakan, gue baru aja beres-beres"
"Ahh aman itu, ntar gue beresin"
Abyan menatapnya kesal.
"Hah?? Omongan Lo itu gak bisa di pegang, udah sering Lo kabur habis berantakin rumah gue"
"Yaelah, sebelum Lo nikah bii... Makanya gue sering-sering kesini" ucap Darren sambil memperlihatkan gigi putihnya.
Abyan hanya geleng-geleng kepala.
"Oh iya, nih buat Lo" Darren memberikan semacam surat pada Abyan.
"Apa nih? Surat?"
"Baca aja njirr"
Abyan mengernyitkan dahi, ia melirik selebaran itu dengan ekspresi datar sebelum akhirnya mengambil dan membacanya. Abyan terlihat serius membaca isi dari kertas itu, dan Darren memperhatikan sepupunya dengan seksama.
"Dih? Apaan nih? Ini maksudnya apa?" Abyan membuang kertas itu sembarangan.
"Anjirr malah dibuang" Darren mengangkat alisnya, tampak tak percaya dengan reaksi Abyan yang begitu datar. Ia mengambil selebaran itu lagi dan menunjuk bagian yang menjelaskan tentang tunjangan finansial yang diberikan kepada pasangan yang menikah.
"Pemerintah kasih insentif buat pasangan yang menikah, soalnya angka pernikahan dan kelahiran di Indonesia makin turun. Ini kesempatan emas" tambah Darren.
"Lo dapat informasi kayak gitu dari mana? Atau Lo ngarang sendiri ya?"
Darren meletakan camilannya di atas meja.
"Ehh pajul.. ngarang dari mana?? Orang beritanya udah beredar luas di internet. Lo aja yang kudet" omel Darren.
"Terus apa maksud Lo ngasih info kayak gitu ke gue?"
"Ya biar Lo minat nikah, emang Lo gak mau nikah gitu? Pemerintah udah ngasih tunjangan buat warganya yang mau menikah. Lumayan njirr uangnya gede"
"Yaudah kalau gitu Lo aja yang nikah"
"Gue belum mau, makanya gue saranin mending Lo aja yang nikah"
"Gue gak mau, ngapain coba?"
"Bii... Lo itu banyak banget kan pengeluaran? Dan dengan Lo nikah Lo akan dapat tunjangan dari pemerintah dan semua beban Lo bakal berkurang"
"Darren, lo pikir gue bakal nikah cuma buat dapetin uang? Emangnya pernikahan itu transaksi ekonomi?" Kesal Abyan.
Darren mengangkat bahunya, tampak santai.
"Bukan gitu maksud gue, Bi. Tapi kalau ada kesempatan buat meringankan beban lo, kenapa nggak? Lo nikah aja, dapet uang, terus bisa lo pakai buat bayar tagihan rumah sakit. Simple kan?"
Abyan menatap Darren dengan tatapan tajam, lalu tanpa ragu meremas kertas itu dan melemparkannya ke tempat sampah.
"Darren, menikah itu bukan transaksi ekonomi. Aku nggak bakal nikah cuma buat dapetin uang dari pemerintah."
Darren mengangkat alisnya, tampak tak percaya dengan reaksi Abyan yang begitu datar. Ia mengambil selebaran itu lagi dan menunjuk bagian yang menjelaskan tentang tunjangan finansial yang diberikan kepada pasangan yang menikah.
"Darren, lo denger baik-baik. Gue nggak bakal nikah cuma buat duit. Gue lebih baik kerja mati-matian daripada harus menikah cuma buat keuntungan finansial."
"Keras kepala banget sih Lo, masih nungguin dia Lo?"
"Nggak" bohong Abyan.
"Terus kenapa Lo gak mau nikah? Belom move on kan Lo" ledek Darren.
"Apaan sih Lo?" Abyan mulai kesal.
"Ya terus kenapa Lo gak mau nikah?"
"Lo pikir nyari bini, kayak beli barang di Indomaret? Atau kayak metik daun di pohon? Gila Lo ren"
"Hahh... Lo emang kudet banget njir... Jaman sekarang Lo bisa tinggal milih bini, mau modelan kayak gimana Lo? ada banyak"
"Nah kalau gitu..." Abyan menggantung kalimatnya. Abyan merangkul sepupunya itu seraya berkata "Cari aja buat Lo sendiri"
"Gue belum minat nikah, jadi Lo aja dulu"
"Gue juga belum minat nikah" ucap Abyan.
"Tapi ini kesempatan emas pajul... Elahh terima aja, ntar kita cari calon bini Lo" paksa Darren.
"Udah gila Lo"
"Bii... Ini uang tunjangan lumayan banget bi, Lo yakin gak mau bi? Buat biaya rumah sakit Oma bi dan hutang Lo yang lainnya"
"Gue bisa sendiri ren"
"Gue cuma mau bantu, bi. Lo kelihatan makin stres belakangan ini, dan gue tahu lo butuh uang." Ucap Darren.
Abyan mengusap wajahnya, merasa sedikit lelah dengan obrolan ini.
"Pernikahan kontrak bi, Lo bisa atur masa kontrak nya berapa tahun. 2 tahun misalnya? Kalian harus pura-pura jadi suami istri. Setelah itu kalau masa kontraknya udah berakhir ya kalian bisa pisah"
"Mana ada cewe yang bersedia sama pernikahan kontrak, gila aja Lo"
"Ya Lo cari yang sama-sama emang lagi butuh duit, hasilnya Lo bisa bagi dua sama dia. Mudah kan?"
"Nggak deh nggak... Gak mau gue"
"Elahh... Kepala batu Lo emang"
Abyan tidak peduli, ia menuangkan minuman soda ke gelasnya lalu meminumnya sampai habis.
"Kalau Lo berubah pikiran kabarin gue"
"Gak habis-habis ya pembahasan nya"
"Gue gak akan nyerah, ya itung-itung bantuin Lo move on juga kan..." Ledek Darren.
"Serah Lo deh"
Darren membulatkan matanya.
"Serius terserah gue?? Berarti Lo mau gue cariin calon istri?"
Abyan hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sepupunya.
"Oke diam artinya Lo setuju"
"Gila Lo"
Abyan hanya menggelengkan kepala, sementara Darren tertawa kecil sebelum bangkit dari kursinya.
Saat Darren berjalan keluar dari ruangan, Abyan menghela napas panjang. Ia menatap layar laptopnya, tapi pikirannya melayang ke berbagai tekanan yang tengah ia hadapi. Ia memang butuh uang, tapi menikah hanya untuk mendapatkan tunjangan? Itu bukan dirinya.
Tapi... Pernikahan kontrak?
Lanjut thorrr lanjut