NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Billionaire

Jerat Cinta Sang Billionaire

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: DENAMZKIN

Sekar Arum (27) ikut andil dalam perjanjian kontrak yang melibatkan ibunya dengan seorang pengusaha muda yang arogan dan penuh daya tarik bernama Panji Raksa Pradipta (30). Demi menyelamatkan restoran peninggalan mendiang suaminya, Ratna, ibu Sekar, terpaksa meminta bantuan Panji. Pemuda itu setuju memberikan bantuan finansial, tetapi dengan beberapa syarat salah satunya adalah Sekar harus menikah dengannya dalam sebuah pernikahan kontrak selama dua tahun.
Sekar awalnya menganggap pernikahan ini sebagai formalitas, tetapi ia mulai merasakan sesuatu yang membingungkan terhadap Panji. Di sisi lain, ia masih dihantui kenangan masa lalunya bersama Damar, mantan kekasih yang meninggalkan perasaan sedih yang mendalam.
Keadaan semakin rumit saat rahasia besar yang disembunyikan Panji dan adik Sekar muncul kepermukaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENAMZKIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EGO DAN HASRAT

Sekar mengenakan gaun putih itu. Gaun itu pendek, berhenti tepat di atas lututnya, dengan kain yang jatuh sempurna mengikuti lekuk tubuhnya. Tali gaunnya menggantung longgar di bahunya, sementara potongan leher berbentuk hati sangat pas menonjolkan keindahan tubuhnya. Warna putih dari gaun membaur dengan kulitnya yang putih membuatnya seolah bersinar, dan Panji harus mengingatkan dirinya untuk bernapas.

“Wow.”

“Kenapa ya, kamu selalu bisa mendandaniku lebih baik daripada aku sendiri?” Sekar bertanya sambil tersenyum kecil.

“Aku memang ajaib dalam mengubah sesuatu agar terlihat bagus,” jawab Panji pelan. Namun, dalam hatinya dia tahu, dia tidak pernah membuat sesuatu terlihat seindah ini.

"Haruskah aku mengikat rambutku?" tanya Sekar sambil mengangkat rambutnya dengan tangan, menyisirnya untuk membuat kuncir kuda sementara.

"Tidak, jangan" jawab Panji dengan senyum kecil. "Rambutmu terlihat lebih bagus saat terurai di bahu."

Sekar menurunkan tangannya, membiarkan rambutnya jatuh ke punggungnya. Sebuah getaran kecil merambat di tulang punggungnya, dan dia mengalihkan pandangan dari Panji ke arah air.

"Sepertinya pagimu sangat sibuk?" Sekar bertanya.

"Aku bisa menceritakan semuanya padamu, tapi tidak ada gunanya membuatmu kesal saat masih pagi begini," kata Panji sambil memasukkan ponselnya ke saku.

"Panji," ucap Sekar dengan ekspresi serius, menatapnya.

Panji mempertimbangkan apa yang ingin dia ceritakan dan apa yang ingin dia simpan untuk dirinya sendiri. Setelah beberapa saat, dia memutuskan setidaknya memberi tahu Sekar tentang berita dari Ratna.

"Dika dan ibumu telah mempekerjakan seorang manajer umum untuk restoran itu. Kuharap kamu bersikap baik padanya."

"Manajer umum?" gumam Sekar pelan sambil meletakkan tangannya di pembatas balkon. Dia sebenarnya sudah lama berniat untuk mempekerjakan seseorang untuk posisi itu, tapi pria ini seperti peri penolong.

"Aku juga sedang mengatur agar Heri datang setidaknya selama satu atau dua bulan untuk membantumu dengan menu baru," kata Panji, ikut memandang ke arah air.

"Menurutmu dia akan setuju?" tanya Sekar, sedikit memutar tubuhnya menghadap Panji.

Panji mengangkat alisnya, menatap Sekar dengan ragu.

"Kamu tidak marah soal mengganti menu?"

Sekar tersenyum tipis, memandang Panji dengan percaya diri.

"Sudah kubilang, kamu tidak tahu segalanya tentang diriku," katanya dengan ekspresi penuh kemenangan.

Pada saat itu, ekspresi Sekar membuat Panji ingin sekali menciumnya—bibirnya yang selalu menggoda. Tapi, dia menjaga sikapnya, hanya tersenyum sambil kembali memandang pantai. Panji bisa mencium wangi parfumnya, hampir bisa merasakan aroma lotion di mulutnya. Sekar beraroma manis, seperti jeruk segar yang baru dikupas.

"Apa yang membuatmu begadang tadi malam? Apakah kamu sedang bekerja untuk restoran?" tanya Sekar.

"Tidak, aku sedang bekerja untuk klien lain," jawab Panji sambil mengusap bagian belakang lehernya.

"Jangan bohong padaku," Sekar memperingatkan sambil menunjuknya. "Kamu selalu mengusap lehermu saat berbohong."

Tertangkap basah, Panji mengangkat alisnya dan menatap Sekar, yang tampaknya menunggu jawaban.

"Aku sedang bekerja untuk desain restoran," akunya dengan ragu. "Aku sedang meneliti desain lantai dan meminta seseorang mengambil cetak birunya dari Jakarta. Ini proses yang akan memakan waktu."

"Kenapa tidak langsung bertanya padaku saja?" Sekar menatapnya dengan bingung.

"Karena kamu–" jawab Panji dengan ekspresi penuh kepuasan, "tidak menyukaiku."

Sekar terdiam, memandangi tangannya yang bertumpu di tralis balkon.

"Aku tidak menyukai egomu, tapi aku menyukaimu," koreksi Sekar.

Panji menatap Sekar, yang berdiri di sampingnya, dalam percakapan pertama mereka yang panjang tanpa pertengkaran atau ejekan. Bahkan tidak ada tatapan kecewa yang biasanya ditujukan Sekar khusus untuknya.

"Aku tidak pernah menjalin hubungan romantis lebih dari seminggu," kata Panji sambil memandangnya, "Pengetahuanku tentang wanita tidak terlalu mendalam, selain dalam konteks seksual."

Sekar melihat ke arah gaunnya, lalu kembali menatap Panji.

"Hadiah-hadiah itu bagus," ujarnya.

"Aku tahu pasti apa yang kusuka," Panji berkata dengan percaya diri. "Biasanya, apa yang kusukai selalu menarik perhatian. Tapi untuk benar-benar menarik minatku, harus ada sesuatu yang istimewa darimu." Panji tersenyum. "Mungkin sudah saatnya aku memberikan selamat dengan cara yang lebih intim."

"Itu dia," Sekar menunjuknya. "Ketika kamu mengatakan hal seperti itu, kamu terdengar seperti orang brengsek."

"Aku tidak akan berbohong tentang seleraku pada wanita."

"Kamu tidak perlu berbohong, tapi kamu juga tidak perlu mengutarakan niatmu seperti orang brengsek," ujar Sekar sambil merapikan rambutnya.

"Serius, aku tidak mengerti bagaimana kamu bisa begitu sukses, sementara setengah dari apa yang kamu katakan membuatku ingin menamparmu."

"Aku memisahkan urusan bisnis dengan kesenangan. Aku tahu cara menjaga keduanya tetap terpisah," balas Panji dengan senyum penuh arti.

"Jadi, aku ini apa bagimu?" Sekar bertanya sambil mengerutkan kening.

"Kesenangan," jawab Panji dengan alis terangkat dan tatapan penuh godaan. "Restoranmu adalah bisnis. Itu kesepakatannya: kamu mendapatkan restoran, dan aku mendapatkan dirimu."

Sekar memutar mata, bersandar di tralis, lalu memandang orang-orang yang berjalan di bawah mereka, masuk ke hotel.

"Kesepakatan itu antara kamu dan ibuku. Pernikahan ini tidak nyata," kata Sekar sambil kembali menatap Panji. "Tidak ada yang normal tentang semua ini, dan aku merasa seperti hampir kehilangan akal karena kamu terus memainkan permainan pikiran ini."

"Aku rasa kamu hanya terlalu membatasi hidupmu," kata Panji sambil menatap Sekar dengan saksama. "Ini pertama kalinya kamu dihadapkan pada pilihan, dan sekarang kamu tidak bisa memutuskan."

"Jangan konyol," jawab Sekar sambil memutar mata dan mendengus kesal.

"Apa aku terlihat seperti orang yang punya selera humor?" tanya Panji dengan nada serius.

Kerutan di wajah Sekar semakin dalam. "Kenapa kamu bicara padaku seperti itu? Seperti aku ini anak kecil?"

"Karena terkadang kamu bertingkah seperti itu," jawab Panji dengan nada sedikit defensif.

Sekar berbalik menghadapnya dengan ekspresi tidak suka.

"Ibuku mungkin tertipu kalau kamu pria baik, Panji. Tapi aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Meskipun kamu punya sisi baik, kamu masih harus banyak belajar untuk menjadi pria yang benar-benar baik." Dengan itu, Sekar berbalik dan mulai berjalan masuk ke dalam.

Tangan Panji menangkap lengannya dan menariknya hingga mereka berdiri sangat dekat.

"Aku adalah pria baik," katanya dengan nada memperingatkan. "Tapi aku mulai lelah dianggap sebagai si bajingan setiap kali kamu merasa takut."

Sekar menarik lengannya dari genggamannya.

"Kamj tidak tahu apa yang aku takuti," katanya sambil berjalan masuk, berharap dia akan mengikutinya. Ketika dia tidak melakukannya, Sekar menyelinap masuk ke kamar mandi, menutup pintu, dan menyandarkan dahinya ke pintu yang tertutup.

Ini gila, ini tidak masuk akal. Bagaimana semua ini bisa terjadi padanya? Dia bisa merasakan dirinya mulai memiliki perasaan, keinginan, dan dorongan terhadap Panji Pradipta.

Sekar ingin membuatnya bahagia, dia ingin mendapatkan perhatian Panji, dan hal itu benar-benar mengganggunya. Dia tidak tahan bagaimana Panji bisa begitu acuh satu saat, lalu tiba-tiba berubah total dan menatapnya dengan intensitas seperti seorang pemburu yang menemukan mangsanya.

Berbalik, Sekar menyandarkan tubuhnya ke pintu, seolah-olah Panji akan menerobos masuk kapan saja. Dia mencoba mengatur nafasnya, tetapi pikirannya terus berputar entah kemana.

1
sSabila
ceritanya keren, semangat kak
jangan lupa mampir di novel baru aku
'bertahan luka'
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!