Segalanya yang telah ia hasilkan dengan susah payah dan kerja keras. lenyap begitu saja. kerja keras dan masa muda yang ia tinggalkan dalam menghasilkan, harus berakhir sia-sia karena orang serakah.borang yang berada di dekatnya dan orang yang ia percayai, malah mengkhianatinya dan mengambil semua hasil jerih payahnya.
Ia pun mulai membentuk sebuah tim untuk menjalankan rencana. dan mengajak beberapa orang yang dipilihnya untuk menjalankan dengan menjanjikan beberapa hal pada mereka. Setelah itu, mengambil paksa harta yng dikumpulkan nya dari mereka.
"Aku akan mengambil semuanya dari mereka, tanpa menyisakan sedikitpun!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vandelist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Selamat membaca
Banyak hal yang telah dilewati dalam masa dirinya mengalami pertumbuhan. Masa dimana ia melewatkan hal menyenangkan dalam hidupnya.
Masa kecil yang penuh keceriaan dan masa remaja yang seharusnya dimanfaatkan untuk menjalin banyak persahabatan sering kali menjadi kesempatan yang terlewat. Hal ini adalah pengalaman yang umum dialami oleh banyak orang.
Banyak hal yang sulit untuk di ungkapkan dalam hidupnya saat itu. Ia yang tak berani untuk menegakkan pendirian, ketakutan yang terus dibayangi oleh orang-orang terdekat. Dan juga tatapan amarah yang selalu ditunjukkan orang terdekatnya ketika ia mengalami kegagalan.
Kegagalan sering kali menjadi pengingat bahwa ada yang kurang dari usaha seseorang. Itu bisa dianggap sebagai titik awal bagi setiap individu yang berambisi meraih kesuksesan. Kegagalan adalah hal yang biasa dialami oleh banyak orang dalam perjalanan panjang menuju pencapaian.
Namun baginya, kegagalan bisa dibilang aib yang akan terus menghantui dirinya hingga nanti.
Tatapan amarah yang ditunjukkan oleh mereka setiap kali ia mengalami kegagalan semakin memperburuk situasi. Kegagalan, yang bagi banyak orang mungkin dianggap hal yang wajar dalam proses belajar, namun menjadi beban tersendiri baginya.
Kegagalan bisa dibilang adalah hal yang tak seharusnya menjadi kebanggaan dari keluarga Nurzaki. Dalam pandangannya, kegagalan bukan sekadar sebuah pengalaman, tetapi penilaian bahwa dirinya tidak layak untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.
Dan sebab hal itulah, dirinya menjadi bahan cemoohan bagi orang-orang terdekatnya. Terutama paman dan bibinya, serta anak-anak mereka.
Setiap kali dirinya mendapat kegagalan, ia harus menebalkan kupingnya untuk tidak mendengar ucapan-ucapan kotor dari mereka. Ia benci ketika berada di rumah, dia ingin memiliki rumah sendiri tanpa adanya mereka. Namun ia tidak bisa, ada beberapa hal yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja dari rumah ini.
Terutama dengan orang yang selalu dilindunginya dan yang selalu ada setiap dirinya mengalami kegagalan. Dia bisa saja memiliki rumah sendiri dengan tabungan yang ia hasilkan sendiri. Namun ia tidak bisa melakukan hal itu, karena ada beberapa orang yang disayanginya berada di rumah ini.
Terutama saudara kandungnya, yaitu adiknya sendiri. orang yang selalu dilindunginya ketika mereka ingin pelampiasan amarah. Dia adalah alasan dirinya, enggan untuk pergi dari rumah ini. Adiknya adalah sumber kekuatan baginya ketika dirinya sedang menjadi lemah. Dia adalah orang yang berarti di dalam hatinya.
“Gagal lagi gagal lagi, sebenarnya kamu itu bisa menghandle perusahaan nggak sih Rik? Masak gitu aja nggak bisa buat menanganinya?”tukas Nurlaela dengan nada ejekan padanya. Adik dari ibunya yang tinggal di rumah ini sekitar 5 tahun lalu. Perasaan iri yang juga lontaran ejekan. Selalu terucap dari mulut bisa wanita itu. Keluarga mereka memang tidak akan pernah akur satu sama lain.
Akibat perasaan iri dan dengki, serta keinginan untuk memiliki semuanya. Adalah hal yang sulit untuk dihilangkan dari diri mereka. Termasuk kemampuannya. Ia sudah tak heran dengan ucapan serapah mereka ketika dirinya mengalami kegagalan. Dan ia sudah terbiasa akan hal ini dalam hidupnya.
“Yah namanya juga urusan perusahaan nggak mudah buat ditangani sendiri, masih harus belajar banyak hal agar lebih terasah. Dan juga nggak menyerah di tengah jalan hanya karena percintaan yang nggak tergapai. Masih mending lah aku gagal dalam menangani masalah ini, daripada membuat ulah yang tersorot media hingga akhirnya mempermalukan keluarga sendiri. Oh ya bukankah Reno baru-baru ini disorot media?”jawab Erica dengan sindiran pada Nurlaela dan bertanya pada bibinya lagi.
Dia ingin memberi pelajaran dari orang yang menjadi bibinya itu, bahwa Reno sepupunya. Baru saja melakukan hal yang memalukan untuk dirinya sendiri. Dan juga keluarganya. “Sepertinya Tante memang harus melihat berita hari ini, tapi nanti jangan kaget ya. Soalnya berita ini bikin jantungan buat orang tua.”
“Setidaknya… kegagalanku bukanlah sesuatu yang memalukan, karena kegagalanku tidak membawa nama keluarga ku sendiri,” jawabnya tenang. Setelah itu, ia melangkah menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah seharian bekerja.
Bekerja seharian penuh. Ia telah berkutat dengan tumpukan kertas dan lembaran tanda tangan yang harus ditanganinya sendiri. Di usianya yang masih muda, kebebasan tampak seperti sesuatu yang sudah di depan mata.
Namun kebebasan ini, bukanlah kebebasan yang ia inginkan. Erica menghembuskan napasnya pelan, ia pun berjalan menuju ke tempat favoritnya. Yaitu balkon. Melihat pemandangan sekitar dan menikmati udara yang ada. Kegiatan yang akan selalu dilakukannya setiap kali selesai bekerja.
“Mari, Erica, lakukan segala sesuatunya dengan tenang. Nikmati setiap hasil yang telah dicapai” bisiknya lembut pada diri sendiri, sambil menyunggingkan senyuman manis yang merekah di wajahnya.
Senyuman itu bukan sekadar hiasan, melainkan sebuah pengingat akan perjalanan yang telah dilalui, mengisi hatinya dengan rasa syukur dan damai.
Emosi itu mengalir, membawanya pada momen-momen kecil yang penuh arti, seolah waktu berhenti sejenak untuk menghargai setiap detik yang telah berlalu.
μμ
“Semuanya jadi 110 ya, nggak bisa dikurang lagi!”
“Iya iya nek, astaga kayak aye pernah minta diskon aja.”
“Emang iya kan? Bahkan sering?”
Pelanggan itu mendengus setelah nenek Amita mengucapkan hal itu. Ia juga tak bisa menampik bahwa dirinya juga sering meminta diskon di toko nenek Amita. Bahkan bisa dibilang dari banyaknya pelanggan yang membeli di toko ini, hanya dirinya lah yang sering meminta diskon pada nenek Amita.
“Udah semuanya kan?”tanya pelanggan itu pada karyawan toko nenek Amita. Karyawan itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Makasih ya nek, aye pulang dulu”pamit pelanggan itu pada nenek Amita yang sedang menghitung penghasilannya.
“Iya”jawab nenek Amita yang menjilat tangannya dengan uang yang ada di genggamannya. Kegiatan yang selalu dilakukannya sehari-hari.
Berada di toko dan mencatat kebutuhan yang ada di toko, serta menghitung penghasilan dari penjualan. Kegiatan rutin yang selalu dilakukannya setiap hari.
Di masa tuanya yang sunyi ini, ia hanya ingin mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang bermanfaat. Mengelola toko ini bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga sebuah cara untuk tetap terhubung dengan dunia di sekitarnya.
Ada rasa bangga dan kebahagiaan tersendiri saat melihat pelanggan keluar dengan senyuman, meski kadang diiringi dengan tawar-menawar yang menggelikan.
Mengelola toko kecil yang berisi kebutuhan sembako bagi setiap orang, dan juga mendapat bagian dari tokonya sendiri. Agar dirinya tidak terlalu bersandar pada anaknya. “Kip, semua udah selesai dicatat. Nanti jangan lupa beri tahu pak Dadang buat nganterin pesanannya”suruh nenek Amita pada Akip karyawan yang bekerja di tokonya.
“Siap nek”jawab Akip. Ia pun melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi.
“Kayaknya lagi banyak pelanggan nih?”tanya seseorang yang dikenali nenek Amita. Nenek Amita pun menolehkan kepalanya dan melihat cucunya yang datang berkunjung ke tokonya. Ia pun menghampiri cucunya dan memeluknya dengan erat.
"Cucu Nenek akhirnya datang juga! Kamu sehat kan?” tanya Nenek Amita dengan nada ceria. Ia memeriksa keadaan cucunya dari atas hingga bawah, sambil memutar tubuh cucunya untuk melihatnya dengan seksama.
“Aku baik nek. Astaga. Udah muter-muterin akunya. Jadi pusing nih kepala.”
“Hah syukurlah kalau kamu baik-baik aja. Tiap kali kesini kamu itu selalu bikin jantung nenek deg-degan.”
Erica menyengir dengan pernyataan nenek Amita. Yang diucapkan neneknya, itu memang benar adanya. Setiap kali dirinya berkunjung, tubuhnya selalu saja dipenuhi dengan luka memar dan darah yang bercucuran. Dan karena hal itulah, nenek Amita selalu memeriksa tubuhnya ketika dirinya berkunjung.
“Cucu nenek baik-baik saja kok, tenang nek Erica udah bisa melindungi diri sendiri kok kalau mereka nyakitin cucu nenek ini”jawab Erica dengan nada tenangnya.
“Tahu kok kamu emang bisa jaga diri, tapi nggak bisa nglawan kalau mereka nyakitin kamu kan?”sarkas nenek Amita. Erica menyengir mendengar ucapan neneknya, ia terlalu lemah jika menyangkut perlawanan terhadap orangtuanya.
Ada banyak hal yang tak bisa dilakukannya dalam melawan mereka. Karena ancaman dan juga kekangan yang selalu memberatkannya. Untuk itulah, dirinya tidak bisa melawan mereka. Dan juga, ia masih mempunyai beberapa orang yang harus dilindunginya dalam hal ini. Maka dari itu, ia tidak berani untuk melawan mereka berdua.
“Sudahlah, yuk kita pulang dulu. Nenek tadi masak semur jengkol sama tahu bacem, lumayan banyak juga. Kalau disuruh ngabisin sendiri nggak bisa nenek,”
“Yuk cucu nenek ini perutnya juga udah mulai kelaparan dari tadi,” Nenek Amita menatapnya dengan penuh kasih sayang dan membentuk senyuman tipis di wajahnya.
Ia pun menolehkan kepalanya ke arah Akip karyawan nya. “Kip nanti tokonya jangan lupa dikunci ya, semua barang-barang yang ada diluar dimasukin ke dalam”pesan nenek Amita pada Akip.
“Iya nek”jawab Akip.
μμ
Membolak-balikkan kertas dengan berisi tulisan yang membuat siapa saja akan pusing untuk melihatnya. Termasuk dirinya, banyak kejanggalan dan juga kecurangan yang dilakukan orang-orang kepercayaan orangtuanya.
Membuat dirinya harus bekerja ekstra dalam memeriksa semua kejanggalan itu. Dan ada yang lebih menyebalkan lagi adalah, semua yang ia lakukan sekarang bukanlah tugasnya. Semua kelakuan buruk dari orang-orang kepercayaan orangtuanya, selalu melakukan hal buruk dalam mendapat keuntungan diri sendiri.
Kedua orangtuanya selalu melimpahkan semua ini kepada dirinya. Ada rasa jengkel setiap kali dirinya mengemban semua ini sendirian tanpa ada bantuan dari pihak lain. Meskipun dirinya memiliki sekretaris, namun ia rasa itu masih kurang dalam menangani semua ini sendirian.
“Semua ini hasil rekapan saya bos, setelah ini apa yang bakal dilakuin?”tanya Fyneen. Sekretaris kepercayaannya. Ia menghela napas dan mendongakkan kepalanya ke atas. “Apa nggak ada yang bantuin dalam mengatasi masalah ini Fyn?”tanya Erica.
“Semua, sedang disidang oleh pak bos. Gara-gara ulah yang dilakuin kemarin,”jawab Fyneen. “Mereka cuma bisa bikin masalah tapi nggak mau bertanggung jawab, mereka cuma bisa lempar tanggung jawab tanpa mau menyelesaikan masalah nya sendiri.”
“Mau bagaimana lagi bos, di antara keluarga bos. Cuma bos doang yang paling normal. Lainnya… bos tahu sendirilah.”
“Kebiasaan mereka dari kecil dimanja, ketika udah gede minta lebih. Lalu setelah itu yang disalahin gue, kan aneh.”
“Paman dan bibi bos sepertinya memang tidak ada yang waras. Semuanya seperti terperangkap dalam kebodohan mereka sendiri.”
Ia memejamkan matanya dan meresapi setiap wewangian yang selalu ia nyalakan di dalam ruangannya. Santai dan juga tenang di dalam ruangannya, adalah hal menyenangkan baginya.
Karena ketika seperti ini,dirinya tidak akan mengalami gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apalagi dengan cacian dari mulut kedua bibinya. Membuat dirinya harus menebalkan telinga lebih tebal dari biasanya.
Telinganya seolah ada yang melindungi dari ucapan serapah mereka. Kelebihan yang ia miliki, memang akan selalu membuat beberapa orang iri dengan apa yang ia punya.
Dalam dunia bisnis, persaingan sering kali memicu individu-individu untuk berkompetisi secara ketat. Tanpa ragu, mereka bersedia mengorbankan segalanya demi meraih kemenangan. Tak perduli harus mengorbankan apa saja, jika persaingan yang terjadi pemenangnya adalah diri sendiri.
Mereka akan melakukan segala cara untuk mengalahkannya di segala hal. Namun, persaingan itu seolah menjadi ajang untuk mengkambinghitamkan anak yang mereka rawat untuk dijadikan boneka.
Anak yang tidak tahu apa-apa, harus mengikuti arus yang sudah ditentukan oleh kedua orangtuanya tanpa bertanya apa keinginan anak itu sendiri.
“Oh iya bos, kabarnya si Reno bakalan di kirim ke keluar negeri buat ngeredain kasusnya. Si Reno nih, emang kagak punya rasa manusiawi. Udah nabrak orang saat mabuk, nggak tanggung jawab sama apa yang dia perbuat”gerutu Fyneen pada ponakannya.
“Kalau dia dikirim keluar negeri, pekerjaan kita jadi lebih banyak dong”keluh Erica. Mereka berdua menghembuskan napasnya. Pasrah, adalah hal yang selalu mereka lakukan ketika ada salah satu anggota keluarga Nurzaki melakukan kesalahan. Dan jika pekerjaan yang bersangkutan belum selesai, maka mereka berdua yang akan menyelesaikan semua itu.
“Yang punya kerjaan siapa, tapi malah lempar tanggung jawab. Kagak punya prinsip banget tuh orang!!”gerutu Fyneen pada sepupu bosnya.
μμ
“Semuanya udah selesai kan?”
“Sudah Bu, sesuai dengan perintah ibu semua dijalankan sesuai rencana.”
“Baguslah, akhirnya bisa istirahat juga setelah penantian panjang.”
Ia mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangannya. Bernapas lega setelah menyelesaikan pekerjaan yang berhari-hari menguras tenaga, dan bernapas lega karena setelah sekian lama berjalan dirinya bisa duduk dengan tenang. Pekerjaan yang sebenarnya bukan tanggung jawabnya harus diselesaikan tepat waktu, sesuai tenggat yang telah ditentukan.
Tentu saja, itu bukanlah hal yang mudah baginya. Ia juga memiliki tanggung jawab lain yang harus diselesaikan sendiri. Namun, ia tidak berani menolak. Semua ini terjadi karena desakan dari orang tuanya, demi menjaga martabat perusahaan agar tidak runtuh hanya karena kesalahan sepupunya.
Dan ia harus mengurus semua pekerjaan yang dititipkannya itu. Erica memejamkan matanya sejenak, mengosongkan pikiran dari aktivitas yang menguras tenaga dini hari. Serta merilekskan otot-otot, dari kelelahan aktivitas hari ini.
Semua masalah yang terjadi hari ini, ia berharap tidak akan ada masalah lagi di hari selanjutnya. Dia berharap, dia tidak akan mengalami masalah itu juga nantinya. Dirinya terlalu lelah untuk menghadapi semuanya sendirian.
“Bos Rika!!” panggil seseorang yang ia kenal. Suara itu mengguncang ketenangannya. “Gawat bos, bos besar dan nyonya besar mengalami kecelakaan. Mereka saat ini sedang dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Dan satu lagi… nenek Amita baru saja jatuh dari jembatan akibat ulah pengendara yang tak hati-hati,” ucapnya pelan, suaranya tersekat oleh ketakutan.
Erica yang sedang berusaha tidur pun bangkit dari baringnya, tatapannya tajam dan penuh kebingungan. Ia menatap sekretarisnya dengan alis yang berkerut, berusaha memahami apa yang baru saja didengar.
“Apa maksudnya?” tanyanya, suaranya bergetar penuh kekhawatiran.
“Seperti yang saya bilang, bos. Saat ini orangtua bos sedang berada di rumah sakit dalam kondisi kritis. Sementara nenek Amita…” ucapnya, suara itu semakin melemah. “Belum ada kabar sampai sekarang tentang keberadaannya,”
Erica menutup mulutnya dengan kedua tangan, dan pupilnya membesar setelah mendengar ucapan Fyneen. Ia merasa seperti bumi terbelah di bawah kakinya.
Dalam sekejap, semua rasa lelah dan harapan untuk ketenangan sirna. Dengan cepat, ia berdiri dari tempat duduknya dan mengambil tasnya, hati berdegup kencang, siap menghadapi badai yang tak terduga ini.
“Antar aku ke tempat kejadian nenek terjatuh sekarang!” perintahnya tegas kepada Fyneen, suaranya bergetar penuh kepanikan. Dia tak peduli dengan keadaan orang tuanya yang mungkin sedang terpuruk; saat ini, yang terpenting baginya adalah neneknya. Nenek yang telah ia anggap sebagai sosok kedua setelah ibunya, nenek yang selalu menjadi cahaya dalam kegelapan hidupnya.
Amita, nenek yang tak hanya memberikan kasih sayang, tetapi juga menjadi alasan dia bertahan dalam setiap cobaan yang datang.
Dengan langkah cepat, hatinya berdebar kencang, penuh harap dan rasa cemas. “Semoga nenek baik-baik saja,” bisiknya dalam hati, berdoa agar wanita tua itu tetap kuat dan selamat.
Dalam pikirannya, nenek adalah satu-satunya tempat berlindung yang tulus, sementara orangtuanya, ia tidak perduli dengan keadaan dua orang itu. Dia harus menemukan neneknya, menyelamatkan satu-satunya orang yang selalu ada untuknya, sebelum semuanya terlambat.
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩