Abraham Barraq Alkahfi, pria berusia 28 tahun yang bekerja sebagai seorang montir dipaksa menikah dengan seorang Aura Falisha dari keluarga terpandang.
Demi identitas tetap tersembunyi dan keberadaannya tidak diketahui oleh banyak orang. Akhirnya Abraham yang tidak sengaja merusak mobil milik Aufa Falisha menerima pernikahan paksa tersebut.
Selama menjadi suami Aufa. Abraham mendapatkan hinaan, cacian dan direndahkan oleh keluarga Aufa. Bahkan Aufa sendiri benci padanya dan menolak kehadirannya. Sampai akhirnya semua mulai berubah saat identitas Abraham terbongkar.
Bagaimana reaksi semua orang saat mengetahui siapa sebenarnya Abraham Barraq Alkahfi lalu bagaimana perasaan Aufa, apakah dia mulai luluh atau dia memilih berpisah?
Update rutin : 09.00 & 14.00
Follow instagram author : myname_jblack
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JBlack, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelajaran Pertama Untuk Aufa
...Cinta datang karena rasa tertarik. Perasaan sayang memang kadang membuat seseorang bodoh dan melakukan segala hal tapi untuk seseorang yang bisa memanfaatkan cinta. Mereka akan menggunakan perasaan itu untuk orang yang mereka sayangi agar mampu berjalan ke jalan yang lebih baik....
...~Abraham Barraq Alkahfi...
...****************...
"Kakak beneran gak mau bangunin Kak Aufa?" Tanya Bia kesekian kalinya.
Keduanya tengah berada di meja makan. Jam menunjukkan pukul tujuh malam dan kakak adik itu sedang melaksanakan makan malam bersama.
"Gak perlu, Bia," Jawab Abraham dengan cuek.
Pria itu memakan makanan dengan lahap. Namun, sejujurnya di pikirannya juga terlintas bayangan Aufa yang masih asyik dengan alam mimpinya. Bukan dia jahat. Bukan dia tak peduli pada Aufa tapi membangunkan wanita itu rasanya dia tak tega.
"Tapi kalau Kak Aufa laper gimana?"
"Biarin dia masak sendiri," Jawab Abraham masih biasa saja dan lahap memakan makanannya.
"Tapi dia mungkin gak bisa masak, Kak. Dia juga…"
"Bi," Tegur Abraham mendongak. "Kamu harus makan. Jangan banyak bicara dan gak perlu memikirkan Aufa. Kalau dia lapar, dia pasti bangun dan makan!"
Akhirnya Bia hanya mampu mengangguk. Dirinya menunduk dan lekas memakan makanannya sendiri. Sedangkan Abraham juga segera memakan makanannya sampai akhirnya keduanya mulai membereskan piring mereka dan mencucinya.
"Bia mungkin pulang lusa, Kak," Kata Bia dengan tangan sambil mencuci bekas makan mereka.
"Kenapa cepat sekali?"
Terlihat Bia juga tak mau pulang. Kehidupan keduanya yang pahit di masa lalu juga membuat hubungan mereka sangat dekat. Kejadian pahit itu membuat Bia dan Abraham tahu bagaimana berada di posisi mama mereka.
"Kakak tau, 'kan? Aku harus kuliah. Ini saja aku udah izin libur untuk waktu empat hari. Ibu dan Ayah juga belum tau. Jika mereka tahu, entahlah alasan apa yang akan Bia berikan pada mereka," Kata Bia mengomel dengan memikirkan reaksi ibu dan ayahnya ketika dia kabur dari kuliah.
"Makasih yah, Bi," Kata Abraham yang membuat Bia menoleh.
"Buat?"
"Udah mau datang kesini dan bantuin Kakak!"
"Kakak adalah kakakku yang paling mengerti perasaan Bia. Jadi jangan merasa malu buat hubungi Bia kalau butuh apapun," Ujar Bia dengan memeluk Abraham.
Abraham mengangguk. Dia membalas pelukan adiknya itu dengan sayang.
"Bia kembali ke kamar ya, Kak. Bia akan melanjutkan kelas online dulu," Pamit Bia setelah semua cucian piring mereka selesai.
"Oke. Semangat yah!"
"Siap, Bos," Sahut Bia yang langsung meninggalkan Abraham.
Setelah melihat adiknya masuk ke dalam kamar. Abraham mulai menata meja makannya. Bersamaan dengan itu, suara pintu kamar yang terbuka membuat dirinya mendongak.
Terlihat dari sana, istrinya, Aufa berjalan dengan pelan ke arahnya.
"Sudah bangun, Putri Tidur?" Kata Abraham menyapa.
Aufa hanya memutar matanya malas. Dia berjalan mendekati meja makan tanpa menjawab pertanyaan Abraham dan membuka tudung makanan.
"Gak ada makanan?" Kata Aufa dengan wajah terlihat kecewa.
Abraham mengangguk. "Disini tak ada pelayan seperti di rumahmu. Kalau lapar, berarti kamu harus masak."
"Masak?" ulang Aufa menatap beberapa alat masak disana. "Aku gak bisa masak."
"Ya harus bisa!" Kata Abraham dengan tegas. "Kamu lapar, mau makan? Harus masak! Jangan manja Aufa!"
"Aku gak manja!" Seru Aufa dengan kesal.
"Kalau gak manja. Ya buktikan! Masak sendiri untuk makan malammu." Setelah mengatakan itu Abraham lekas berlalu meninggalkan Aufa yang terlihat marah.
Bahkan wanita itu terlihat mengepalkan kedua tangannya kesal karena tingkah Abraham yang benar-benar menyebalkan.
"Kamu mau kemana?" Seru Aufa saat Abraham meninggalkan dirinya sendirian di dapur.
"Aku mau ke depan. Aku mau mengecek bengkelku dulu!" Sahut Abraham tanpa berbalik.
...****************...
"Bagaimana ini?" Ulang Aufa sambil menatap dapur yang terlihat rapi dan bersih itu.
Wanita itu berjalan melewati meja makan. Dia mencoba mendekati kulkas dan melihat apakah ada makanan yang bisa dimasak.
"Lengkap," Kata Aufa dengan takjub.
Meski kulkas itu jauh lebih kecil dari kulkasnya. Namun, penataan lalu semua isinya yang lengkap juga membuat Aufa benar-benar merasa yakin jika suaminya itu adalah orang yang perfeksionis.
Semua rumahnya bahkan dibuat nyaman. Jadi meski kecil tapi penataan yang indah, beberapa furnitur sederhana yang dirangkai semakin menambah rasa nyaman seseorang untuk tinggal disini.
"Tapi aku gak bisa masak apapun," Seru Aufa menutup pintu kulkas.
Dia membuka lemari atas. Mencoba mencari makanan yang bisa dimasak sampai akhirnya bibir Aufa melengkung ke atas dengan sempurna.
"Mis instan," Pekik Aufa dengan mata berbinar. "Tapi aku tak boleh banyak makan mie sama dokter."
"Tapi untuk malam ini saja. Lebih baik aku makan mie daripada kelaparan," Lanjutnya berkata pada dirinya sendiri.
Akhirnya Aufa mulai mencoba memasak untuk pertama kalinya dalam hidup. Dia mencari panci kecil untuk memasak mie tersebut. Memutar arah, mencoba mencari tempatnya sampai akhirnya ketemu.
Lalu bergantian dia mencoba mengisi panci itu dengan air lalu membuka bungkus mie.
"Terus cara hidupkan kompornya," Liriknya pada dirinya sendiri.
Aufa menunduk. Dia dibuat pusing dan lekas berlari ke kamar untuk mengambil ponselnya. Dirinya akan melihat melalui youtube.
"Oh begini!" Aufa lekas menirukan apa yang dilakukan di youtube.
Sampai akhirnya kompor itu mulai mengeluarkan api.
"Wah Aufa bisa!" Pekiknya bahagia.
Dia lekas menceburkan mie itu ke dalam panci. Lalu dirinya mencari mangkuk, sendok dan piring. Setelah semuanya ketemu. Dia juga mulai membuka bumbu mie dan dituangkan ke mangkuk.
"Ini mienya udah matang gak yah?" Tanyanya pada dirinya sendiri. "Aw panas!"
Aufa menggosok tangannya. Dia mengaduk mie yang ada di dalam panci panas menggunakan sendok makan. Tentu saja kulitnya akan merasa panas karena hawa sekitarnya juga begitu panas.
"Mama kulit Aufa sakit," Dengernya dengan manja.
Aufa melihat mienya terlihat membesar. Akhirnya dia mematikan kompornya terlebih dahulu dan membiarkannya.
Aufa memilih mengusap tangannya yang merah dengan air terlebih dahulu.
"Aku gak mau masak lagi. Mulai besok aku memesan saja," umpat Aufa lalu mulai mendekati panci mienya.
Dia segera memindahkan mie itu dengan hati-hati. Beberapa air tentu berserakan di sana. Tempat yang mulanya rapi mulai berantakan.
"Akhirnya kamu jadi juga," Kata Aufa meletakkan bekas panci panasnya di atas kompor lagi.
Aufa lekas duduk. Dia mulai mengaduk mienya dan meniupnya. Perutnya sudah sangat lapar dan dia tak bisa menunggu lagi.
"Kok mienya jadi kek besar banget. Kok kayak kematangan gini," Ujarnya saat mengunyah mie buatannya.
Aufa hendak mendorong mangkuk mienya itu. Namun, perutnya berbunyi dan membuatnya mengurungkan niat untuk membuang mie itu.
"Aku sudah susah membuatnya dan aku merasa lapar. Daripada tak ada makanan lagi. Aku akan memakannya!"
Tanpa sepengetahuan Aufa. Sejak tadi Abraham mengintip di balik pintu. Dia melihat semua yang dilakukan istrinya itu di dapurnya.
Ada perasaan senang saat Aufa bisa melakukan semuanya sendirian. Setidaknya istrinya itu bisa merasakan bagaimana sulitnya menata dan menyiapkan makanan.
"Ini masih permulaan. Kamu harus banyak belajar sendiri daripada menyuruh orang."
~Bersambung
Yuhuu Bang Abra kalau tegas, udah kalah Mas Bara hahah.