Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal dari Akhir
Malam itu, Luna duduk di balkon rumah bersama Kaid. Angin malam membawa aroma hujan yang menenangkan, tetapi pikiran mereka penuh dengan strategi dan kemungkinan. Meskipun mereka berhasil menggagalkan serangan Aditya, Kaid tahu bahwa lawannya tidak akan tinggal diam.
“Aditya bukan tipe orang yang menyerah begitu saja,” kata Kaid sambil menatap gelas teh di tangannya.
Luna mengangguk. “Aku tahu. Tapi kita sudah jauh lebih kuat sekarang. Apa pun langkahnya, kita akan siap.”
Kaid tersenyum tipis, tetapi pikirannya masih dihantui kemungkinan-kemungkinan buruk. Dalam permainan ini, satu kesalahan kecil bisa berujung pada kehancuran.
Di sisi lain kota, Aditya duduk di ruang kerjanya yang luas namun terasa mencekam. Wajahnya gelap, matanya memancarkan kemarahan yang tak terbendung. Dokumen-dokumen berserakan di mejanya, bukti dari kekalahannya yang baru saja terjadi.
“Luna dan Kaid… mereka pikir mereka bisa mengalahkanku begitu saja?” gumamnya sambil mengepalkan tangan.
Seorang anak buahnya masuk dengan wajah cemas. “Pak, maaf mengganggu. Tapi kami mendapatkan informasi baru. Ada orang dalam yang mungkin bisa membantu kita menjatuhkan Kaid.”
Aditya mengangkat alisnya. “Siapa orang ini?”
“Namanya Clara,” jawab anak buahnya. “Dia pernah bekerja untuk Luna dan Kaid. Kabarnya, dia punya dendam pribadi terhadap mereka.”
Aditya tersenyum tipis. “Menarik. Hubungi dia. Kita lihat sejauh mana dia bisa membantu kita.”
Clara duduk di meja kecil di sebuah kafe, menatap gelas kopinya yang hampir habis. Ia tahu bahwa keputusannya untuk membantu Luna dan Kaid membawa risiko besar, tetapi ia merasa itu adalah satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya di masa lalu.
Namun, ketika teleponnya berdering dan nama Aditya muncul di layar, hatinya berdebar kencang. Ia tahu bahwa panggilan ini bisa mengubah segalanya.
“Clara, ini Aditya,” suara pria itu terdengar di seberang telepon.
Clara berusaha tetap tenang. “Apa yang kamu inginkan?”
“Kudengar kamu punya beberapa informasi menarik tentang Luna dan Kaid,” kata Aditya dengan nada menggoda. “Mungkin kita bisa bekerja sama.”
Clara mengertakkan giginya. Ia tahu ini adalah ujian. Jika ia tidak hati-hati, semua yang telah ia bangun bersama Luna dan Kaid bisa hancur dalam sekejap.
“Aku tidak tahu dari mana kamu mendengar itu, tapi aku tidak tertarik,” jawab Clara tegas.
Aditya tertawa kecil. “Oh, Clara. Semua orang punya harga. Jika kamu berubah pikiran, kamu tahu di mana mencariku.”
Clara menutup telepon dan menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa ia baru saja menolak salah satu pria paling berbahaya di kota ini, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa mengkhianati Luna dan Kaid.
Di rumah, Luna sedang menyusun laporan keuangan perusahaan ketika Clara tiba-tiba menelepon.
“Luna, aku perlu bicara,” kata Clara dengan nada serius.
“Ada apa, Clara?”
“Aditya mencoba menghubungiku. Dia ingin aku mengkhianatimu dan Kaid,” kata Clara tanpa basa-basi.
Luna terdiam sejenak. “Apa yang kamu katakan padanya?”
“Aku menolaknya, tentu saja,” jawab Clara. “Tapi aku pikir kamu perlu tahu. Dia sedang mencari cara untuk menyerang kalian lagi.”
“Terima kasih, Clara. Aku akan memberitahu Kaid,” kata Luna.
Setelah menutup telepon, Luna segera mencari Kaid. Ia menemukan suaminya sedang berbicara dengan Reno di ruang kerja.
“Kaid, Clara baru saja menelepon,” kata Luna sambil masuk ke ruangan. “Aditya mencoba merekrutnya untuk menyerang kita.”
Kaid mengerutkan dahi. “Clara menolaknya?”
“Ya,” jawab Luna. “Tapi ini berarti Aditya sudah mulai mencari celah baru.”
Reno, yang mendengar percakapan itu, angkat bicara. “Kita perlu memperketat keamanan. Jika Aditya tidak bisa menyerang kita secara langsung, dia mungkin akan mencoba melemahkan kita melalui orang-orang di sekitar kita.”
Kaid mengangguk. “Aku setuju. Kita tidak bisa membiarkan dia menemukan kelemahan apa pun.”
Hari berikutnya, Kaid memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh. Ia menghubungi seorang ahli strategi yang pernah bekerja untuk perusahaan-perusahaan besar dalam situasi krisis. Pria itu, bernama Jonas, adalah seorang yang terkenal karena kemampuannya dalam membaca langkah lawan.
“Jonas, aku butuh bantuanmu,” kata Kaid saat bertemu dengannya di sebuah restoran mewah.
Jonas mengangguk. “Aku sudah mendengar tentang situasimu. Aditya adalah lawan yang sulit, tetapi dia bukan tidak terkalahkan. Kita hanya perlu memahami pola pikirnya.”
“Apa langkah pertama kita?” tanya Kaid.
“Kita perlu membuatnya merasa bahwa dia masih punya kendali,” jawab Jonas. “Ketika dia merasa nyaman, itulah saat kita menyerangnya.”
Kaid setuju dengan strategi itu. Ia tahu bahwa permainan ini akan membutuhkan kesabaran dan kecerdasan.
Di rumah, Luna mencoba mengalihkan pikirannya dari semua tekanan dengan menghabiskan waktu bersama Clara. Mereka berbincang tentang masa lalu dan bagaimana hidup mereka telah berubah sejak bertemu Kaid.
“Luna, kamu tahu, aku benar-benar mengagumi keberanianmu,” kata Clara tiba-tiba.
Luna tersenyum tipis. “Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Kaid adalah seseorang yang sangat berarti bagiku, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkan kami.”
Clara mengangguk. “Dan itulah alasan aku memutuskan untuk berdiri di sisimu. Aku percaya kamu dan Kaid bisa melewati ini semua.”
Beberapa hari kemudian, Aditya melancarkan serangan baru. Kali ini, ia mencoba menyebarkan rumor negatif tentang proyek-proyek Kaid, berharap dapat merusak reputasinya di pasar.
Namun, Jonas sudah memperkirakan langkah ini. Dengan bantuan timnya, mereka berhasil membalikkan situasi, membuktikan bahwa rumor itu tidak berdasar dan malah menguatkan kepercayaan investor terhadap Kaid.
Aditya, yang menyaksikan rencananya gagal lagi, semakin marah. “Mereka bermain dengan api. Aku akan memastikan mereka terbakar habis,” katanya dengan penuh kemarahan.
Di rumah, Luna dan Kaid merayakan kemenangan kecil mereka. Namun, mereka tahu bahwa perang ini belum selesai.
“Kita sudah semakin dekat dengan akhir,” kata Kaid sambil menggenggam tangan Luna. “Tapi kita harus tetap waspada.”
Luna mengangguk. “Aku percaya pada kita, Kaid. Bersama-sama, kita bisa menghadapi apa pun.”
Dengan semangat baru, mereka bersiap untuk menghadapi langkah terakhir dalam permainan ini, yakin bahwa cinta dan keberanian mereka akan membawa mereka menuju kemenangan.