Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
021 - Neraka Hardcore (6)
Suasana riang berubah sedikit lebih serius. Jazul mengangguk setuju,
"Taro benar. Kita harus membahas apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Kita perlu informasi lebih banyak. Kita perlu mencari tahu tentang rencana Jordan dan cara untuk menghentikannya."
Anya menambahkan,
"Dan kita juga perlu memikirkan tentang orang-orang yang selamat di luar sana. Kita tidak bisa hanya fokus pada diri kita sendiri."
Ren, menatap ke kejauhan melalui jendela yang sedikit rusak, berkata pelan,
"Aku masih memikirkan adikku... Aku berharap dia masih hidup."
Gray, menyadari beban tanggung jawab yang dipikulnya, menarik napas dalam-dalam.
"Kita akan menemukan cara,"
Katanya, suaranya tegas dan penuh tekad.
"Kita akan menyelamatkan dunia ini, dan kita akan menemukan adik Ren."
Keheningan singkat menyelimuti mereka sejenak, sebelum mereka mulai berdiskusi, merencanakan langkah selanjutnya untuk menghadapi ancaman yang masih membayangi dunia mereka.
Setelah makan malam sederhana yang terdiri dari biskuit kering dan air, Gray mendekati Jazul, yang sedang asyik mengocok-kocok tumpukan kartu pokernya.
“Jazul,”
Tanya Gray,
“Apakah kau bisa membuat kartu untukku? Kartu yang bisa melacak anak-anak lain yang mungkin masih selamat?”
Jazul mengangkat sebelah alisnya, menatap Gray dengan penuh perhatian. Ia kemudian tersenyum,
“Tentu saja, Gray. Kemampuan sihirku memang terbatas, tetapi aku bisa membuat kartu pelacak sederhana. Tapi ingat, kartu ini hanya akan menunjukkan keberadaan mereka jika mereka masih hidup dan memiliki aura kehidupan yang cukup kuat.”
Jazul mulai menyusun kartu-kartunya, jari-jarinya bergerak dengan lincah, menyusun mantra-mantra kecil ke dalam setiap kartu. Dalam beberapa menit, sebuah kartu bergambar titik cahaya kecil muncul di tangannya. Ia menyerahkan kartu itu pada Gray.
“Ini,”
Kata Jazul, sambil memberikan kartu itu.
“Kartu ini akan berdenyut lebih cepat jika mendeteksi aura kehidupan yang kuat di dekatnya. Semakin cepat denyutnya, semakin dekat keberadaan anak-anak tersebut.”
Setelah menerima kartu tersebut, Gray mengusulkan,
“Kita bagi menjadi dua tim. Aku, Taro, dan Ren akan mencari ke arah timur, sementara kamu, Anya, dan Rabu akan mencari ke arah barat. Sebelum kita berangkat, mari kita periksa kastil ini lebih teliti. Mungkin ada barang-barang yang berguna.”
Semua menyetujui usulan Gray. Mereka mulai memeriksa setiap sudut kastil yang luas dan berdebu itu. Mereka menemukan beberapa perbekalan makanan yang masih layak konsumsi, beberapa pakaian hangat, dan beberapa peralatan sederhana yang bisa digunakan untuk bertahan hidup. Yang paling mengejutkan adalah penemuan sebuah ruangan tersembunyi di balik dinding yang runtuh. Di ruangan tersebut, mereka menemukan beberapa buku kuno dan sebuah peta yang tampak sangat tua, namun terlihat sangat detail. Peta tersebut menggambarkan daerah sekitarnya, menandai beberapa lokasi dengan simbol-simbol yang tak dikenal. Setelah menyelesaikan pencarian dan beristirahat sejenak, kedua tim pun berangkat, masing-masing membawa harapan dan tekad untuk menemukan anak-anak yang masih hilang. Kartu ajaib Jazul menjadi penuntun utama mereka dalam perjalanan berbahaya ini.
Matahari pagi menyinari wajah Gray, Taro, dan Ren. Debu jalan setapak masih menempel di pakaian mereka. Angin sepoi-sepoi membawa aroma pinus dan tanah lembab dari Hutan Bayangan yang masih membentang luas di hadapan mereka. Gray memegang erat kartu pelacak Jazul di satu tangan dan peta kuno yang ditemukan di kastil di tangan lainnya. Kartu itu berdenyut lemah, isyarat samar akan keberadaan anak-anak yang hilang masih jauh.
“Bagaimana jika kita pergi mengikuti peta ini?”
Usul Gray, suaranya masih sedikit serak karena kurang tidur. Ia menunjukkan peta kuno kepada Taro dan Ren.
“Daripada kita bergerak tanpa arah, lebih baik kita mengikuti peta ini dan mencari tahu arti simbol-simbol di dalamnya. Sekaligus mencari anak-anak yang hilang, dua burung dalam satu batu.”
Taro, dengan mata elfnya yang tajam, mengamati peta tersebut. Ia mengerutkan kening, jari-jari lentiknya menelusuri garis-garis rumit yang tergambar di atas kertas usang itu.
“Simbol-simbol ini… aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Namun, beberapa di antaranya tampak seperti penanda lokasi alam. Ada kemungkinan peta ini menunjukkan jalur menuju tempat tersembunyi atau bahkan reruntuhan kuno.”
Ren, yang selama ini lebih banyak diam, tiba-tiba bersuara.
“Aku setuju dengan Gray. Lebih baik kita memiliki tujuan yang jelas daripada berkeliaran tanpa arah. Kita bisa membandingkan lokasi yang ditunjukkan peta ini dengan informasi yang diberikan kartu Jazul. Mungkin ada korelasi di antara keduanya.”
Gray mengangguk antusias. Ia memutuskan untuk mengikuti arah yang ditunjukkan peta tersebut, berharap peta kuno itu akan membawa mereka ke tempat yang aman, dan lebih penting lagi, ke tempat anak-anak yang hilang. Petunjuk pertama di peta menunjukkan sebuah air terjun tersembunyi di balik tebing tinggi di sisi timur Hutan Bayangan. Jalur menuju air terjun itu tidak terlihat jelas di peta, dan hanya ditandai dengan garis putus-putus, yang menunjukkan jalan tersebut penuh dengan bahaya yang tersembunyi.
Mereka memulai perjalanan menuju air terjun tersembunyi. Perjalanan tidak mudah. Mereka harus melewati semak belukar yang lebat, menapaki jalan setapak yang hampir tertimbun tanah dan ranting, serta menghindari jebakan-jebakan alami hutan yang mengancam keselamatan mereka. Kartu Jazul tetap berdenyut lemah, memberi sedikit harapan, namun kebanyakan waktu denyutannya hampir tak terasa. Taro, dengan kemampuannya sebagai elf, membantu mereka menghindari bahaya yang mengintai, sementara Ren, meskipun tidak memiliki kemampuan sihir, menunjukkan kecerdasan dan ketegasannya dalam mengatasi setiap tantangan yang muncul di hadapan mereka. Gray, dengan kekuatan gelap yang baru ditemukan, tetap waspada, siap menghadapi segala kemungkinan.
Semakin dalam mereka masuk ke hutan, semakin pekat pula aura korupsi yang mereka rasakan. Udara terasa dingin dan lembab, dan bayangan-bayangan aneh mulai berkelebat di sela-sela pepohonan. Apakah air terjun itu akan menjadi tempat yang aman, atau malah menjadi jebakan? Perjalanan mereka masih panjang, dan bahaya masih mengintai di setiap sudut hutan.
“Ada yang mengawasi kita!” seru Gray tiba-tiba, jantungnya berdebar kencang. Seketika itu juga, kartu Jazul di tangannya berdenyut hebat, memancarkan cahaya terang yang menyilaukan. Gray hendak memfokuskan penglihatannya untuk mencari sumber cahaya tersebut, menentukan lokasi keberadaan yang mengawasi mereka, tetapi sebuah suara lembut menyela konsentrasinya.
“Kakak…”
Suara itu, kecil dan sedikit gemetar, berasal dari balik semak-semak rimbun di sisi kanan jalan setapak. Gray, Taro, dan Ren sontak menghentikan langkah. Dengan hati-hati, mereka mendekati semak-semak tersebut. Seorang gadis kecil berambut hitam legam muncul dari balik dedaunan. Usianya tampak sebaya dengan Gray, mungkin delapan tahun. Wajahnya pucat, namun matanya bersinar dengan cahaya harapan.
“Serlina…”
Bisik Ren, suaranya bergetar karena emosi yang meluap. Ia tampak sangat gembira, dan langsung berlari memeluk gadis kecil itu. Energi yang sebelumnya tegang di antara mereka bertiga langsung berubah menjadi haru.
“Adikku…”
Kata Ren, air mata mengalir di pipinya. Ia menatap Serlina dengan penuh kelegaan.
“Aku sudah mencari kamu selama ini.”
Serlina, masih dalam pelukan Ren, menunjuk ke arah sekelompok pohon besar yang berdiri menjulang di kejauhan.
“Mereka… mereka ada di sana,”
Ucapnya, suara masih gemetar. Ia menunjuk ke arah sebuah gua yang tersembunyi di balik akar pohon raksasa itu.
“Banyak anak-anak lain di sana. Tapi… ada penjaga.”
Taro memperhatikan Serlina dengan saksama. Ekspresi wajahnya serius.
“Penjaga?”
Tanyanya.
“Seberapa kuat mereka?”
Serlina menggelengkan kepalanya, air mata masih membasahi pipinya.
“Aku...aku tidak tahu… tapi mereka terlihat sangat menakutkan.”
Gray memperhatikan kartu Jazul yang masih berdenyut kuat. Cahaya yang dipancarkannya kini mulai meredup, menunjukkan bahwa sumber telah ditemukan yaitu Serlina. Namun, ancaman baru sudah muncul. Mereka harus segera menuju gua tersebut dan menyelamatkan anak-anak lain yang ditawan. Perjalanan menuju gua itu, bagaimanapun, akan menjadi lebih berbahaya dari yang mereka duga. Jalan setapak yang gelap dan sempit, ditambah aura korupsi yang semakin pekat, akan menjadi ujian sesungguhnya bagi keberanian mereka.