Maya memiliki 3 orang anak saat dirinya diusir oleh suaminya karena pengaruh dari keluarganya, dia berjuang untuk membesarkan ketiga anaknya yang masih kecil hingga tumbuh menjadi anak-anak yang hebat dan berprestasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perbincangan saudara
Mahesa sangat heran dengan perubahan sikap keduanya begitu dirinya mengatakan nama Rasya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.
"Tidak usah membahas manusia biadab itu didepan kami". Ucap Sasya dengan dingin.
Dia tidak mau mendengar apapun pembahasan tentang keluarga yang paling dia benci hingga kini. karena begitu membahas mereka semua kenangan buruk yang dia alami dan adiknya berputar di kepalanya seperti kaset rusak.
"Sayang tidak boleh berkata seperti itu pada paman, itu tidak sopan nak". Tegur Maya dengan lembut kepada sang anak.
Dia tidak mau anaknya kurang ajar pada orang lebih tua sekalipun itu membahas orang yang paling mereka benci
"Maaf paman, aku tidak Suka jika ada yang membahas orang itu di hadapanku, setiap kali ada yang membicarakan atau membahasnya semua kenangan dan penderitaan yang ku alami dirumah mereka berputar-putar di kepalaku jadi tolong jangan bahas mereka, aku sungguh tidak suka".
"Tapi nak, dia ayahmu dalam dirimu mengalir darah dan keturunannya, kamu tidak bisa menghapus apapun karena itu kenyataannya". Ucap Mahesa dengan lembut.
"Saya tidak perduli paman, mereka lah mengusir dan membuang kami bahkan karena mereka lah adikku menderita asma dan leukimia sejak dia masih kecil, kenapa, karena dia mengusir kami saat hujan deras tanpa apapun padahal adikku masih baru berusia 2 bulan". Teriak Sasya dengan penuh emosi
"Tapi nak, kamu tetap membutuhkan ayahmu terutama saat kamu akan menikah, dia harus jadi wali nikah mu nak, kamu tak punya saudara lelaki untuk bisa mewakilkan ayahmu".
"Aku tidak perduli, aku harap dia mati sebelum aku menikah, aku tidak sudi menjadikannya wali nikah ku, kalau perlu aku tak menikah jika harus melihatnya menjadi waliku".
Sasya meninggalkan paman dan bundanya karena tak mau kembali emosi, dia tak mau melampiaskan kemarahannya kepada orang lain. Dia berjalan ke kamarnya menghindari mereka.
"Maafkan sikap anakku bang, dia seperti itu karena kenangan buruk yang dia alami sejak dia masih kecil. Traumanya sangat besar begitu juga dengan anak tengahku, mereka selalu disiksa oleh keluarga ayahnya, dihina anak haram dan masih banyak lagi".
Mereka menutup mulutnya mendengar penuturan Maya, bagaimana mental anak-anak yang tiap hari dicaci maki dan disiksa seperti itu. Pantas saja mereka begitu membenci ayahnya.
"Maafkan abang, abang tidak tahu separah itu dek, pantas saja mereka sangat membenci mereka".
"Tidak apa bang, aku mengerti tujuan abang berkata seperti itu, tapi tolong untuk kalian jangan membahas apapun tentang keluarga ayahnya kepada anak-anak ku karena kalian akan mendapatkan reaksi yang sama.
"Iya dek, Ngomong-ngomong, kamu tak mau nikah kembali dek, usiamu masih muda". Ucap Mahesa dengan hati-hati.
"Tidak kak, Rasa trauma yang ku alami menjadikanku enggan menikah kembali, aku takut kembali merasakan hal yang sama, fokusku sekarang adalah melihat anak-anak ku sukses dan hidup bahagia, aku boleh menderita tapi akan ku usahakan agar anakku tidak merasakan apa yang kurasakan". Maya memandang mereka dengan mata berkaca-kaca.
Mahesa mendesah berat, dia tidak bisa membayangkan penderitaan yang dialami adiknya dan juga keponakannya saat berada di keluarga Erlangga, dia mengepalkan tangannya karena marah mengetahui hal itu. Dia berjanji akan membuat perhitungan dengan Rasya jika bertemu dengannya kembali
"Kakak akan mendukung apapun yang kamu ingin lakukan dek, kini kita sudah bertemu kembali, jangan sungkan untuk menghubungi kami jika terjadi sesuatu".
"Yah dikatakan abang kamu benar dek, kamu tidak sendirian, kamu bisa meminta bantuan kami jika kamu kesulitan, kami keluargamu". Nara tersenyum sendu membayangkan jika iparnya itu mendapatkan penderitaan.
"Terima kasih kak, sering-sering lah menengok kami disini karena kalian sudah tahu rumah kami".
"Iya dek, kami akan kesini menengok kamu dan anak-anak saat kami smua senggang".
"Iya kak, bang terima kasih".
"Maaf tante bisakah aku bertanya sesuatu?? Tanya si bungsu Mahendra itu.
"Apakah Tuan Rasya yang dimaksud adalah ayah Laura yang satu sekolah dengan kak Salwa?? ". Tanya nya dengan hati-hati.
"Itu benar nak, tolong kamu jangan bahas apapun tentang mereka pada Salwa karena dia akan bereaksi sama seperti kak Sasya nantinya".
"Iya tante aku tidak akan membahasnya lagi, aku hanya tidak menyangka om Rasya itu sangat jahat".
"Iya nak, tidak apa-apa".
Mereka mengobrol dengan asyik tanpa membahas keluarga Erlangga lagi. Mereka sampai menghabiskan waktu karena tidak sadar.
"Kalau begitu kami pulang dulu yah Maya soalnya besok anak-anak sekolah, mereka harus punya waktu istirahat cukup dirumah". Ucap Nara memeluk Maya kemudian tersenyum.
"Iya kak, kalian semua hati-hati, dan sering-sering lah datang".
"Kami ingin kontakmu, kamu juga datang kerumah kami kita bikin acara makan-makan bersama nanti".
"Iya bang, aku usahakan yah".
"Ya udah kami pamit yah". Ucap mereka meninggalkan Maya
Sasya tak keluar dari kamar karena ketiduran, Maya tadi memanggilnya tapi melihat anaknya tertidur, dia mengurungkan niatnya membangunkannya. Sedangkan Salwa juga sedang tidur jadilah hanya dia yang mengantar keluarga kakaknya itu pulang
Dia kembali ke kamarnya dan merebahkan diri dan akhirnya ketiduran. Rara yang melihat rumahnya sepi pun mencari keluarganya tapi begitu melihat mereka tertidur dia tidak jadi membangunkannya dan langsung menuju kamarnya dan meminta bibi untuk tidak menganggu mereka.
Keesokan harinya mereka berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama, saking lelapnya tidur mereka semalam, mereka melewatkan jam makan malam dan bangun di pagi hari.
"Ayo nak kita sarapan, kalian akan kembali bertugas kan??
"Iya bunda, kami akan bertugas kembali".
Mereka sarapan dengan nikmat dan penuh rasa syukur terutama Salwa yang bisa berkumpul di rumah kembali dan bisa merasakan makanan berbeda.
"Kami pamit yah bunda". Sasya dan Rara mencium tangan sang bunda saat mereka selesai makan dan akan berangkat kekantor.
"Kalian hati-hati nak".
"Iya bunda, kami pamit yah dek". Ucap Mereka bersaman kemudian keluar dari rumah.
Sesampainya di kantor, Rara menghela nafas melihat orang yang dibenci keluarga angkatnya itu. Apa gerangan mereka datang ke kantornya .
"Kamu Rara bukan?? Tanya Rasya dengan pelan,
Rasya bisa melihat jika anak angkat Maya itu seperti enggan bertemu dengannya.
"Ada apa yah pak, ada yang bisa kami bantu". Rara sebenarnya malas dan enggan berhadapan dengan mereka, tapi dia harus bisa profesional.
"Kami ingin berbicara dengan mu, apa kamu ada waktu?? tanya Rasya dengan penuh harap.
"Jika itu masalah pekerjaan saya ada waktu karena saya sedang bekerja, tapi jika itu permasalahan keluarga, maaf saya tidak bisa". Ucapnya dengan tegas.
tapi kita perlu tau sebelum membuat masalah untuk orang lain maka jangan lah membuat luka kepadanya ... karena menyembuhkan luka sangat sulit , kita bsa bilang iya kita maafkan tapi dihati kita juga terselip kalimat " kenapa ini harus terjadi ? teramat sulit untk memaafkan karena luka lama dipendam bertahun sulit untk dilupakan.
wajar sich sonya marah besar. umur dia masih kecil banget tp disiksa cinta pertamanya and keluarganya puncaknya diusir dr rumah secara kasar. jadi traumanya pasti dalem banget n dia jauh lebih hancur drpd sasya yg lebih besar