Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24.Kekecewan Leader.
Suara gedoran pintu gerbang mengalihkan atensi seorang anak laki-laki yang kini berdiri sembari menunggu kedatangan Nonanya.
Membuka pintu gerbang dan langsung mengenali siapa yang kini berjalan masuk ke dalam kediaman tersebut.
Meski tidak dapat di pungkiri bahwa bulu kuduknya berdiri dengan mulut menahan rasa gemetar. 'Mahluk macam apa yang Nona Raeba bawa? Matanya sangat tajam dan sangat mengerikan ', bahunya bergidik sendiri dengan tangannya yang kembali menarik pintu gerbang,dan menutupnya.
"Satu tatapan tajam dari Nona Raeba saja membuat tubuhku seraya di kuliti, bagaimana dengan mahluk itu? Giginya yang panjang dan runcing,akan dengan sangat mudah mengoyak tubuhku." Batinnya, menatap punggung Raeba dan Aya yang semakin menghilang dari pandangannya.
"Kenapa Nona Raeba membawa binatang semengerikan itu ke kediaman? Bagaimana jika Dia lepas? Ah, membayangkan bagaimana ganasnya mahluk itu saat mengoyak tubuhku,sudah membuatku mati lebih dulu."
Khairu—masih dengan rasa ketakutan dari wajahnya yang tirus. Terus berusaha agar tidak merasa gemetar setiap mengingat betapa seramnya wajah binatang yang berada dalam pangkuan, Raeba.
Tidak jauh bedanya reaksi Khairu dengan anak laki-laki bernama 'Noba', yang kini berdiri di depan pintu masuk ke dalam ruangan tempat penyimpanan obat-obatan dan berbagai alat medis lainnya.
Noba—matanya membola dengan jantung yang berdetak kencang. Tubuhnya yang tinggi dan kurus tidak dapat menahan gejolak trauma dalam dirinya. Gemetar dengan penuh keringat dingin.
"Tidak perlu takut! Semakin kau melawan rasa takut itu maka traumamu akan semakin berkurang. Tapi sebaliknya, semakin kau terpengaruh dengan rasa takutmu,maka traumamu akan semakin bertambah, bahkan bisa menghilangkan nyawamu." Tutur Raeba menjelaskan tentang pengalaman yang di pelajarinya.
"Caranya sangat mudah. Tarik napas dalam-dalam kemudian keluarkan secara perlahan,ulangi sampai kau merasa lebih tenang!" Memberikan pelajaran yang sangat mudah di lakukan namun sangat berguna bagi,Noba.
Anak laki-laki itu, mencoba untuk mempraktekkan ilmu baru dari junjungannya yang sekarang. Tidak butuh waktu lama Noba merasakan efeknya, degupan jantungnya sudah mulai menurun dengan dirinya yang mulai jauh lebih tenang dari sebelumnya.
"Terima kasih atas ilmunya, Nona Raeba. Ini sangat berguna bagi saya." Noba, membungkuk hormat kepada Raeba yang menatapnya dengan seksama, gadis itu mengamati perubahan, apakah ada efek baiknya kepada tubuh Noba,atau tidak.
Raeba,menarik napas dan membuangnya sedikit kasar."Jangan lakukan itu lagi di hadapanku! Aku tidak suka orang lain menyembah tubuhku yang hanya manusia biasa!" Mutlaknya, Karena Noba mungkin belum mengetahui banyak tentangnya.
"Ba-baik,Nona Raeba." Sesalnya telah membuat junjungannya merasa tidak nyaman.
Sebagai anak yang terlepas dari jeratan kawat berduri, yang apa bila ia bergerak dan memberontak,kawat berduri itu akan melukai tubuhnya. Noba jauh mementingkan keselamatan dan menguatkan sopan santunnya.
"Hem. Tidak perlu takut! mulai sekarang kau dan ketiga temanmu itu adalah bagian dariku dan Aya! Jadi tidak perlu repot-repot untuk menjatuhkan harga diri kalian hanya untuk menghormati." Tegasnya yang langsung di angguki oleh Noba dengan cepat.
Suasana tiba-tiba hening baik Raeba,Noba, ataupun kucing hutan itu tidak ada yang mengeluarkan suara. Hanya desis sapuan angin yang mengisi keheningan tersebut.
"Ambilkan aku air hangat dan handuk kecil!" Pinta Raeba setelah cukup lama terdiam dengan dirinya yang sibuk meracik obat untuk menyembuhkan luka dalam di tubuh kucing hutan yang di bawanya.
"Baik, Nona Raeba." Noba, melangkah cepat keluar dari dalam ruangan tersebut, menuju ke dapur kediaman.
Sedangkan di dapur. Aya,sedang menyiapkan bumbu untuk memasak daging Rusa yang di tangkapnya. Untunglah sekarang ada Neil,dan Moran,yang dapat di andalkan untuk membantunya membersihkan dua ekor Rusa itu. Jadi akan jauh lebih cepat untuk segera menyajikan makanan lezat kepada Nonanya.
Noba, melangkah masuk ke dalam ruangan dapur. Matanya langsung ber-sirobok pandang dengan,Aya. "Maaf Nona,sudah lancang menatap Anda?" Ucapnya dengan sedikit menunduk.
"Tidak ada yang salah, siapa namamu? Aku belum sempat berkenalan denganmu karena sibuk dengan pekerjaanku." Balas Aya, yang penasaran dengan nama anak laki-laki bertubuh tinggi yang berbeda dari ketiga temannya, ini lebih tinggi dari dugaan kalian.
"Nama saya,Noba. Nona Aya." Jawabnya cepat,sambil menatap ke arah tempat penyimpanan air panas.
Aya, memperhatikan arah lirikan mata Noba. "Panggil aku, Kakak!" Ucapnya,"sekarang apa yang kau inginkan?" Bertanya karena Noba belum mengungkapkan apa maksud kedatangannya ke ruangan dapur.
Menggaruk tengkuknya merasa masih begitu canggung. "Saya,di suruh Nona Raeba, untuk mengambil air hangat dan handuk kecil." Ucapnya mengutarakan maksudnya.
"Apa?" pekik,Aya,dengan cepat melepaskan semua yang ada di genggaman tangannya. "Kenapa kau tidak bicara sedari tadi?" keluhnya yang kini berlarian untuk mengambil air hangat dan handuk kecil.
"Terima kasih, kakak." Ucap Noba saat Aya mengangsurkan SE wadah air hangat, dan handuk kecil yang dimintanya.
"Hem. Pergilah! Nona pasti sudah menunggumu." Sesal Aya yang telah mengganggu waktu, Noba.
Setelah mendapatkan apa yang di inginkan oleh Raeba,anak laki-laki itu segera melangkah cepat menuju ruangan di mana Raeba telah menunggunya dari beberapa menit yang lalu.
Raeba, memulai pekerjaannya dengan membersihkan luka yang di dapat kucing hutan dari anak panahnya yang tidak sengaja mengenainya. Kemudian mengolesi dengan racikan obat yang tadi di buatnya. Semua yang di lakukan gadis bercadar tipis itu, tidak luput dari perhatian Noba yang mengamati langkah demi langkah, kegiatan Raeba.
•••
Di kediaman keluarga besar Riyu. Grand Duchess Gilia berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua,dimana letak kamar putra bungsunya berada di lantai dua barisan tengah.
Diikuti oleh Savila yang berjalan mengiringi langkahnya kemana tujuan utama dari wanita paruh baya tersebut.
Langkah keduanya berhenti di sebuah pintu kamar yang menjulang tinggi. Penjaga dengan sigap memberikan penghormatan kepada Grand Duchess Gilia. Setelah itu membukakan pintu kamar agar sang Grand Duchess bisa masuk untuk menemui putranya.
"Silahkan masuk, Grand Duchess Gilia." Ucap dua orang penjaga sambil menggerakkan tangannya.
Masuk begitu saja tanpa mengindahkan rasa keterkejutan putranya yang mengernyitkan keningnya membentuk empat kerutan.
"Ibu? Ada apa?" Tanya Raega yang masih mengerutkan keningnya.
"Ibu, ingin pergi ke acara pesta teh. Tapi.. sebelum Ibu pergi,Ibu mau mengatakan padamu bahwa jangan kemana-mana hari ini! Karena tidak ada Ayah atau Ibu yang berada di kediaman." Ucapnya mengutarakan maksud dan isi pikirannya.
"Iya, Ibu. Hanya itu?" Penasaran Raega karena Ibunya tidak mungkin datang untuk menemuinya jika hanya untuk mengatakan hal sepele ini.
"Ibu menerima surat kelulusan kamu menjadi prajurit bayangan untuk di kirim ke kerajaan,Gaperals." Ucapnya dengan bangga. Akhirnya satu-persatu anaknya telah beranjak dewasa dan meninggalkan kediaman untuk lebih mandiri.
Ini adalah do'anya di masa lalu. Memiliki anak-anak,tapi hidup dalam penuh ambisi (dalam menjadi lebih kuat),dan mandiri.
"Wah, bukankah itu jauh lebih baik,Ibu. Kalau begitu aku akan menunggu kepulangan Ayah dan Ibu, sebelum aku berangkat ke ke istana." Jawabnya, dengan tersenyum senang.
"Iya. Ibu berangkat dulu?"
"Berhati-hatilah,Ibu!"
•••
Di ruangan yang sangat minim pencahayaan, pemuda tampan yang kini duduk sambil menikmati sebotol madu untuk mencegah penyakitnya agar tidak kambuh, lagi dan lagi.
Seperti pencandu narkoba yang ketergantungan terhadap dirinya. Dialah Rain, pemuda yang memiliki aura mematikan namun begitu perhatian terhadap tunangannya.
"Tuan, apa setidaknya Anda memberitahu Nona Raeba, tentang penyakit Anda Tuan?" Leader duduk berseberangan dengannya.
Rain, menggeleng kuat. "Tidak,aku hanya tidak ingin dia semakin merasakan kehilangan setelah mengetahui bahwa penyakitku tidak lagi bisa di sembuhkan." Tuturnya, yang kembali meminum madu hangat buatan,Leader.
"Bukankah setiap yang bernyawa akan mati,Tuan? Tapi,apa anda tidak berpikiran jika Nona Raeba taunya setelah Anda tiada,pasti Nona Raeba akan jauh sangat menyesal dan terpuruk. Karena selama menjadi tunangan,Tuan, tetapi Dia tidak tau penyakit yang Anda derita?" Leader, memberikan sedikit wejangan agar tuannya mau memberi tahu, Raeba,dan mungkin saja Raeba akan mencarikan solusi untuk kesembuhan,Rain.
"Tidak! Sekali tidak, tetap tidak! Aku tidak mau gadisku bersedih hati." Datarnya.
Leader, hanya menghela napas panjang. 'Sangat sulit mengatakan pada kepompong bahwa kupu-kupu jauh lebih indah', batinnya menatap wajah tuannya.
Ayah Raeba adalah seorang tabib yang sangat berpengalaman. Pasti tidak akan sulit untuk mendapatkan obat penawar,agar Racun mematikan itu tidak menggerogoti tubuh Rain lebih dalam. Tapi sang tuan terlalu naif sehingga lebih memilih untuk menderita sendirian. Leader, sangat kecewa dengan tuannya. Padahal dirinya begitu setia untuk menjadi pagar pelindung yang kedap suara bagi, Rain.