NovelToon NovelToon
Benang Merah Penyihir Kolot

Benang Merah Penyihir Kolot

Status: tamat
Genre:Fantasi / Tamat / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain / Pembaca Pikiran
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Gaurika Jolie

Sudah tamat^^
Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.

Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.

Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Calon Untuk Sang Cucu

Keputusasaan tengah Safira rasakan apalagi isi pikirannya hanya bunuh diri. Sekarang dirinya sudah siap turun kapan saja dari gedung tinggi di kotanya.

Angin menerpa wajah lelahnya saat berada di titik terendah. Tidak ada ketakutan lagi baginya bahkan berani berdiri di atas pembatas gedung menatap padatnya perkotaan.

“Jika aku mati malam ini nggak ada yang aku sesali.”

“Sungguh melelahkan hidup sebatang kara di dunia yang nggak adil. Nggak punya tempat pulang dan pegangan saat capek seperti ini. Hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Sebenarnya aku yang salah karena membatasi diri dari banyak orang, tapi demi kebaikan mereka.”

Matanya terpejam bersiap untuk loncat dari gedung 30 lantai setelah dirinya yakin bunuh diri kali ini pasti berhasil.

“Buka matamu.”

Safira menuruti bisikan di telinganya. Cahaya terang dari kejauhan membuatnya turun dari pembatas gedung. Safira merasa melihat sesuatu di balik cahaya itu. Ketika matanya menyipit untuk memastikan apa yang bercahaya, ternyata lahan kosong di ujung sana berubah menjadi gubuk tua yang di kelilingi pohon.

“Kok gubuknya bisa sejelas itu dari atas?”

“Datanglah ke sana karena udah ditunggu.”

Suara bisikan itu bagaikan batin seseorang yang mungkin ingin menyampaikan ke orang lain, sebisa mungkin dirinya fokus pada tujuan utama.

“Argh!”

Teriakan seseorang menggagalkan rencana Safira lagi, padahal dirinya tinggal terjun ke bawah, tetapi banyak rintangan yang mengganggunya.

Ketika dirinya balik badan, terlihat wanita tua tertimbun tumpukan kardus, mau tidak mau Safira harus menolong karena hanya dirinya yang ada di sana. Lagi pula hati kecilnya tidak tega membiarkan wanita tua kesulitan pura-pura tidak melihat.

“Nggak papa, Nek?” tanya Safira disela menyingkirkan kardus kosong yang menimbun tubuh wanita tua itu.

“Nggak papa, Cu,” balasnya dari ujung sana sehingga Safira mencari keberadaannya.

Dirasa ada pergerakan, Safira menyingkirkan kardus secara kasar lalu menyentuh pundak Nenek tua itu yang kebingungan mencari pegangan. Safira memastikan jika tubuh wanita ringkih itu baik-baik saja.

“Nenek ada yang sakit?” tanya Safira yang melihat mata wanita tua itu tidak memiliki pupil.

Dirasa pertanyaannya tidak kunjung dijawab, Safira menjadi cemas. “Nenek bisa napas, kan?”

Sang Nenek langsung menyentuh tangan Safira. “Kamu udah menikah?”

Sontak kecemasan Safira berubah menjadi salah tingkah. “Belum, Nek. Nenek ada di sini kerja? Keluarganya ke mana? Biar aku tegur karena suruh orang tua kerja!”

Tidak ingin membuat Safira salah paham, wanita itu berkata, “Nenek lagi cari jodoh buat cucu laki-laki di rumah. Kamu mau nikah sama cucu Nenek?”

“Kita baru bertemu loh, Nek. Takutnya nanti kecewa,” balas Safira yang membantu Nenek itu berdiri. “Aku antar Nenek pulang aja, yuk.”

“Nenek masih punya pekerjaan yang belum selesai. Kamu duluan aja.”

“Nenek beneran kerja?” Safira kesal karena baginya wanita tua itu seperti balita. “Udah sekarang Nenek pulang ke rumahku!”

Respon Nenek itu hanya tersenyum. “Nenek yakin kalau kamu memang pantas untuk cucu Nenek di rumah.”

“Maka dari itu, ayo kita ke rumah Nenek biar aku bisa lihat seperti apa cucu Nenek!” pinta Safira seraya bertolak pinggang.

“Kamu pernah bertemu dengannya. Kebetulan Nenek pernah lihat waktu itu, kalian cocok bersama dan Nenek menyetujui hubungan kalian.”

Setelah Safira memahami ucapan wanita itu baru saja, dirinya menyimpulkan jika wanita tua itu sedang melantur dan memaklumi di usianya yang sekarang.

“Pulang istirahatlah di rumah. Besok jangan ke luar sebelum berganti hari karena ada hal buruk yang terjadi,” suruh wanita tua itu lalu melepas kalung yang dipakai diberikan ke Safira.

Safira menolak, berusaha menyembunyikan tangan di belakang pinggang. “Kenapa, Nek?”

“Hadiah buat kamu karena udah tolongin Nenek.” Wanita tua masih berusaha agar Safira menerimanya.

Safira heran kenapa bisa Nenek tua itu yang buta seolah bisa melihat gerak gerik tangannya. “Buat cucu Nenek aja! Aku pamit pulang dulu, ya, Nek!”

Secepatnya Safira berlari menuruni tangga karena takut berlama-lama bertemu wanita tua itu yang tidak bisa dibaca pikirannya, tetapi seolah mengetahui banyak hal tentang dirinya.

Safira lupa berada di gedung 30 lantai sehingga dirinya mencari lift untuk turun. “Orang tadi seperti Nenek sihir di film-film.”

Sepanjang berada di dalam lift, Safira hanya bisa mengigit jarinya karena perkataan wanita tua tadi. Dirinya takut ucapan waktu itu terjadi, sehingga saat ini penyesalan datang sebelum kejadian.

Setelah berada di luar, hatinya masih gundah sebab gagal mengakhir hidup. Safira berjalan seraya menendang batu di jalan. Lehernya mendadak terasa mengganjal seperti ada tali yang mengikatnya.

“Sttsss....”

Ternyata kalung milik wanita tua tadi melingkar di leher Safira ketika dirinya memastikan bentuk yang ada di lehernya sama seperti milik wanita tua tadi.

Kepalanya mendongak ke atas setelah sadar tatapan Nenek buta itu mengarah padanya. Setelah melakukan kontak mata, Nenek itu langsung pergi sehingga Safira bisa berusaha melepas kalung itu.

Usahanya sia-sia karena tidak ada pengait untuk membuka kalung itu. Safira menyerah pada akhirnya dia pasrah.

“Makasih, Nek. Kalungnya bagus, tapi takut karena bentuknya seperti perhiasan jaman dulu.”

Dia melanjutkan pulang ke rumah menggunakan taksi karena jam segini bus tidak beroperasi lagi. Setelah masuk ke dalam taksi dan memberitahu alamat rumahnya, Safira memilih menikmati pemandangan jalan dari balik kaca.

Embusan napasnya terasa berat. Hari ini dia melamar pekerjaan di hotel langsung ditolak mentah-mentah karena yang mereka butuhkan bagian akuntansi sementara dirinya melamar bagian customer servis.

‘Titik terendah seorang manusia adalah mencari kerja dengan minim skill apalagi keterbatasan lapangan pekerjaan. Memang secapek apapun pekerjaan yang dijalani, lebih capek cari kerja. Sepanjang hidupku nggak pernah sekalipun mengeluh, tapi kenapa segalanya mengajariku untuk terus menerima kenyataan?’

Sang sopir yang melihat wajah lelah Safira memberikan selembar tisu padanya. “Kalau capek tidur aja, Mbak. Nanti kalau sampai saya bangunkan soalnya jauh.”

Safira mengambil tisu itu. “Makasih, Pak.”

Safira mengusap wajahnya yang tampak lusuh, seharusnya malam ini dirinya sudah tidur pulas.

"Hikss...."

Tangisan Safira terdengar menyayat hati. "Kenapa semua terjadi padaku?"

Tidak ingin berlarut dalam kesedihan, Safira memilih tidur.

Tidak memerlukan banyak waktu untuk menyelami mimpi, Safira terlempar di sebuah tempat sangat megah bak istana. Dirinya sedang duduk di sebuah kursi yang di depannya terdapat seorang pria tengah membelakangi.

Tempat yang belum pernah didatanginya terasa sangat asing. Namun, Safira bisa menyimpulkan tempat yang dia singgahi sekarang.

“Apa ini bar? Aku nggak minum alkohol.”

“Kamu udah memesan.”

Dahi Safira mengerut tanda berpikir keras. “Sejak kapan? Apa yang aku pesan?”

“Keinginan kamu. Kamu memesan saat lagi ada promosi, jadi nggak ada harga yang harus kamu bayar.”

“Maksudnya, aku pesan di sini gratis gitu?”

Pria itu sebagai barista sama sekali tidak menjawab pertanyaan Safira. Dirinya langsung balik badan hingga Safira bisa melihat wajahnya.

Sontak Safira menutup matanya, disusul teriakan sekencang-kencangnya. Dirinya ketakutan melihat sosok pria itu dengan wajah menyeramkan. Safira menutupi wajahnya hingga terdengar suara seseorang memanggilnya.

“Mbak, udah sampai.”

Safira berusaha membuka matanya lebar-lebar, dirasa mengenali lingkungan sekitar, Safira membayar taksi lalu turun menuju rumahnya. Setelah kepergian taksi itu, Safira masih berusaha untuk sadar sehabis mimpi buruk tadi.

“Apa yang udah aku pesan?”

1
iyantaritari
meleleh aku bang
iyantaritari
omgg
iyantaritari
tiba tiba banget
iyantaritari
jahat banget mulut mertua
iyantaritari
caranya biar bisa ke sana gimana?
iyantaritari
widih agak laen emang
watix14
kasian juga loh, penyihir butuh bersenang2 juga
watix14
setuju si, tapi untuk rakyat kecil uang memang segalanya
miyantoroo
ada apa denganmu pak penyihir?
cahyaningtyasss
yaampunnn
cahyaningtyasss
tetap aja kamu salah
cahyaningtyasss
sama aku juga mau
miyantoroo
coba dulu
watix14
Rekomendasi novel yang pas untuk dibaca tengah malam buat begadang. Aman dari dosa dan hawa panas. pokoknya kalian harus baca
watix14
keren banget jamu racikan penyihir kolot
watix14
secepat itu?
watix14
sisain setetes aja
watix14
memang aku juga gitu
watix14
samuel si serba bisa
watix14
siapasih safira itu?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!