SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga yang retak
Alexa tiba di lantai tertinggi gedung perusahaannya, Shavonne Atelier, tempat ia memimpin lini bisnis fashion mewah. Ruangan rapat yang didominasi kaca transparan memberikan pemandangan kota yang megah. Dengan pakaian formal hitam sederhana namun berkelas, Alexa memasuki ruangan dengan langkah penuh wibawa, membuat para eksekutif yang sudah menunggu sejenak menghentikan obrolan mereka.
"Lima menit," kata Alexa dingin saat ia duduk di kursi kepala. "Aku hanya punya waktu lima menit untuk mendengar laporan kalian. Setelah itu, aku harus pergi."
Para eksekutif mulai mempresentasikan laporan penjualan dan rencana ekspansi, tapi Alexa tidak sepenuhnya fokus. Pikirannya terusik oleh apa yang baru saja terjadi dengan Zaidan. Meski demikian, ia tetap mempertahankan ekspresi datar dan tatapan tajam. Setelah memberikan beberapa instruksi singkat dan tegas, Alexa mengakhiri rapat dalam waktu kurang dari setengah jam.
"Pertemuan selesai. Pastikan semua rencana ini dieksekusi dengan tepat. Jangan membuatku mengecewakan kalian."
Saat ia keluar dari ruangan, ponselnya bergetar. Nama "Si Tua kurang ajar " tertera di layar. Alexa menghela napas panjang, menatap layar beberapa detik sebelum menjawab panggilan itu.
"Alexa! Apa yang kau pikirkan?! Kau membuat kekacauan lagi, huh?!" suara keras Carlson terdengar seperti petir.
Alexa mengalihkan ponselnya ke speaker, berjalan santai menuju ruang kerjanya. "Kakek, aku sibuk. Bisa langsung ke intinya?"
"Jangan berlagak santai denganku, bocah! Kau tahu apa yang sudah kau lakukan? Kau melukai Zaidan, pria yang berpotensi menjadi sekutu kita. Apa kau sadar betapa pentingnya dia?"
Alexa tertawa kecil, nada suaranya terdengar sinis.
"Sekutu? Kau ingin aku berbisnis dengan pria cabul seperti dia? Maaf, aku tidak tertarik."
"Alexa!" suara Carlson semakin meninggi, penuh amarah.
"Kau pikir dunia ini hanya tentang apa yang kau inginkan?! Kau harus belajar tunduk pada aturanku, atau—"
"Atau apa, Kakek?" Alexa memotong, suaranya dingin dan tajam. "Kau akan menghukumku? Mengambil semua kekuasaanku? Silakan saja. Tapi aku tidak akan membiarkan diriku diinjak-injak, bahkan oleh sekutumu sekalipun."
Suasana di telepon menjadi hening beberapa detik, tapi kemudian suara Carlson kembali terdengar, lebih terkendali namun tetap mengintimidasi.
"Aku ingin kau pulang ke rumah utama. Sekarang."
Alexa mendecakkan lidahnya dengan kesal. "Aku sedang sibuk."
"Aku tidak peduli! Kau pikir aku memintamu? Tidak, Alexa. Aku memerintahmu. Datang ke rumah utama sekarang juga, atau aku akan datang sendiri dan menyeretmu!"
Alexa menutup matanya sejenak, menahan rasa kesalnya.
"Baiklah, aku akan datang. Tapi jangan harap aku menurutimu begitu saja."
Carlson tidak menjawab lagi dan langsung menutup telepon. Alexa menatap layar ponselnya dengan tatapan tajam, lalu meraih tasnya.
Rumah utama keluarga Graham adalah mansion besar bergaya klasik Eropa dengan pintu gerbang hitam menjulang tinggi. Halaman luasnya dipenuhi taman-taman simetris dengan air mancur besar di tengahnya. Alexa memarkir mobil sport hitamnya di depan pintu utama, di mana beberapa pelayan sudah menunggu untuk membukakan pintu.
Ruangan aula utama tempat keluarga Graham berkumpul adalah aula megah dengan lantai marmer putih yang mengilap. Lampu gantung kristal besar menggantung di langit-langit yang tinggi, memberikan kilauan elegan di seluruh ruangan. Di sepanjang dinding, terdapat deretan lukisan anggota keluarga Graham dari generasi ke generasi.
Saat Alexa melangkah masuk, suaranya menggema di seluruh aula. Para anggota keluarga besar yang sudah duduk di kursi panjang berbentuk setengah lingkaran memandang ke arahnya dengan berbagai ekspresi—ada yang penasaran, ada yang tidak senang, dan ada yang terlihat puas.
Carlson Leaman Graham berdiri di depan mereka, mengenakan setelan hitam sempurna, memegang tongkat dengan gagang emas yang menambah aura intimidatifnya. Ia melambaikan tangannya, memanggil Alexa untuk berdiri di sisinya.
"Alexa," suara Carlson terdengar lebih tenang tapi penuh wibawa.
"Akhirnya kau datang. Berdirilah di sini."
Alexa mendengus pelan tapi tetap melangkah ke arahnya.
"Apa semua ini, Kakek? Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa ini adalah pertemuan keluarga besar?"
"Aku tidak perlu menjelaskan semua hal padamu, Alexa," jawab Leaman sambil tersenyum kecil.
"Duduklah. Kita punya banyak hal untuk dibicarakan."
Alexa memandang sekilas ke arah anggota keluarga lainnya, lalu kembali menatap kakeknya dengan dingin.
"Baiklah, kalau ini penting. Tapi aku tidak akan duduk terlalu lama. Aku punya pekerjaan lain yang lebih penting daripada mendengarkan drama keluarga ini."
Carlson menatapnya tajam, tapi hanya tersenyum tipis.
"Kau akan tinggal selama yang kubutuhkan, Alexa. Dan aku yakin, setelah kau mendengar apa yang akan kubahas, kau tidak akan bisa menolak."
Alexa mengangkat alisnya, merasa ada sesuatu yang besar akan terjadi, tapi ia menyembunyikan kekhawatirannya dengan ekspresi dingin.
"Kalau begitu, cepatlah. Aku tidak punya waktu sepanjang malam."
Ruangan itu hening sejenak sebelum Carlson memulai pembahasannya. Aura tegang mulai terasa, seolah setiap anggota keluarga tahu bahwa pertemuan ini akan menentukan sesuatu yang besar.
Ruang keluarga besar di rumah mewah Carlson . Semua keluarga berkumpul dalam suasana tegang. Carlson duduk di kursi kebesarannya. Alexa duduk di pojok ruangan dengan tatapan waspada, sementara para paman dan bibi tirinya duduk berkelompok. Aura penuh kecurigaan dan ketegangan terasa menguasai ruangan.
"Hari ini aku mengumpulkan kalian semua di sini karena ada hal penting yang perlu aku sampaikan. Ini menyangkut masa depan keluarga ini." ucap Carlson.
Semua orang terdiam, saling melirik. Salah satu Paman Alexa, Donald, saudara tiri ayah Alexa, langsung menyela dengan nada tidak sabar.
"Apa lagi kali ini, Kakek? Kita semua sibuk. Banyak urusan yang lebih penting. Tapi mendadak kakek mengumpulkan kita, bahkan membawa Alexa segala. Memangnya ada apa?" ucap Donald dengan nada sinis.
Alexa mendongak, menatap Donald tajam, tapi memilih diam untuk sementara. Leaman menatap Donald dengan dingin, mengabaikan nadanya yang kasar.
"Aku tidak suka diinterupsi, Donald. Dengarkan baik-baik. Aku mengumpulkan kalian semua di sini untuk mengumumkan sesuatu yang sangat penting." Ucap Carlson tenang tapi tegas.
Semua orang memperhatikan dengan lebih serius. Leaman berhenti sejenak, menatap semua orang satu per satu sebelum melanjutkan.
"Bulan depan, Alexa akan menikah. Dengan kekasihnya, pria yang sudah dekat dengannya selama ini." Ucap Carlson.
Ruangan seketika hening. Wajah-wajah terkejut muncul di seluruh ruangan. Alexa, yang awalnya duduk diam, langsung berdiri dengan tatapan tidak percaya.
Sebelum Alexa bisa melanjutkan, salah satu pamannya, Arthur saudara tiri ayah Alexa langsung menyela dengan nada sinis.
"Hah, menikah? Kau serius, Kakek? Untuk apa repot-repot menikahkan Alexa? Bukannya dia lebih cocok mengurus urusannya sendiri daripada merepotkan keluarga ini?" ucap Arthur tersenyum dingin.
Alexa menatap tajam ke arah Arthur, tapi tetap menahan diri. Carlson kembali mengetuk tongkatnya ke lantai, meminta ketenangan.
"Oh, tentu, Kakek. Tapi, bukankah ini agak tiba-tiba? Kenapa Alexa harus menikah? Apakah ini tentang memastikan warisan tetap di tangan keluarga? Atau ada alasan lain yang tidak kami tahu?" Ucap Donald tersenyum licik, mencoba memprovokasi.
"Donald, berhentilah berasumsi yang tidak-tidak. Jika ini keputusan Kakek, pasti ada alasannya. Kita tidak di sini untuk menghakimi Alexa atau rencananya." Ucap Parkin dengan nada tegas, membela.
"Tentu saja kau membelanya,Parkin. Kau selalu ada di pihak Alexa, meskipun dia jelas-jelas tidak pernah menghormati tradisi keluarga ini!" Ucap Donald mengangkat alis, tersenyum mengejek.
Alexa, yang sudah tidak bisa menahan amarahnya, akhirnya berbicara.
"Paman Donald, cukup. Jangan berpikir aku tidak tahu apa yang kalian rencanakan. Ini bukan tentang tradisi atau pernikahan. Ini tentang kalian ingin menyingkirkanku dari posisi ini, bukan?" Alexa dengan suara dingin dan penuh wibawa.
Semua mata tertuju pada Alexa. Donald terkejut sejenak, tapi segera menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum sinis.