Keyra Onellia, seorang putri angkat keluarga Arlott yang kini sudah tak dianggap akibat keluarganya kembali menemukan sang anak kandung. Dari umur 13 tahun, Keyra mulai tersisihkan. Kembalinya Dasya, membuat dirinya tak mendapatkan kasih sayang lagi. Di hancurkan, di kucilkan, di buang dan di rendahkan sudah ia rasakan. Bahkan diakhir hidupnya yang belum mendapatkan kebahagiaan, ia harus dibunuh dengan kejam.
Keyra mengira jika hidupnya telah berakhir. Namun siapa sangka, bukannya ke alam baka, jiwanya malah bertransmigrasi ke tubuh bibinya—adik dari daddy angkatnya.
•••
"Savierra, kau hanya alat yang akan dikorbankan untuk kekasihku. Ku harap kau jaga sikap dan sadar diri akan posisimu!"
Mampukah Savierra yang berjiwa Keyra itu menghadapi tiran kejam, yang sial nya adalah suaminya itu? Takdir benar benar suka bercanda! Apakah Savierra harus mengalami kemarian tragis untuk kedua kalinya? Tidak! Savierra akan berusaha mengubah takdir hidupnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetstory_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Arsen menatap Ryden dengan tatapan rumit. Ia melihat gurat wajah marah, sedih, dan kecewa. Sungguh, batu kali ini Arsen mendapat tatapan itu dari Ryden.
"Ryd.. kamu.."
"Apa maksudnya ini Arsen? Apa maksud dari kata kata Leon!?" kata Ryden tak santai. Ia menatap tak percaya pada sahabatnya itu. Tangannya mengepal sempurna.
Arsen menggeleng kuat, "Jangan dengar apa kata Leon Ryd.. aku sama sekali tidak pernah mengkhianatimu!" ucap Arsen mencoba meyakinkan Ryden. Ia berjalan tertatih menghampiri Ryden yang hanya terdiam dengan wajah keruh.
"Ryd, aku-"
"Ya! Arsen yang sudah memberiku informasi atas jejak Caroline!" potong Leon membuat Arsen menatap nyalang.
"Apa yang kau bilang? Aku sama sekali tidak pernah memberitahu hal itu padamu!" sentak Arsen emosi.
"Lalu? Apa yang kau kirim padaku waktu itu? Bukannya itu karena kamu yang terlalu bodoh Arsen!"
Tubuh Arsen menegang. "Tidak, aku tidak pernah mengirim apapun padamu!" sangkal Arsen. Dia memang tak mengirim pesan apapun pada Leon, buat apa juga ia mengirimi bajingan itu pesan? Tidak berguna sama sekali.
"Pesan itu berisi alamat tempat Caroline. Dan aku memang mendapatkan pesan itu darimu!" terang Leon. Memang, sebelum ini ia mendapat pesan dari nomor asing yang menyebut nama Arsen dan alamat tempat Caroline. Awalnya ia tak percaya, namun ia memastikan kembali dan ternyata benar. "Kalau tidak percaya, aku memiliki buktinya. Nomor itu berakhiran 295 kan?" lanjut Leon dengan sinis. Ia sangat yakin, persahabatan kedua rivalnya itu pasti akan renggang.
"KURANG AJAR!
BUG!
BUG!
BRAKKK!!
Ryden memukul Arsen membabi buta. Ia tak memberikan kesempatan untuk seorang pengkhianat yang sudah membunuh kekasihnya.
BRAKK!!
Terakhir, Ryden melempar Arsen ke pintu. Suara jatuh yang sangat renyah itu, membuat Leon tertawa bahagia dalam hati.
"Kenapa... Kenapa kau menghianati ku Arsen?" lirih Ryden marah. Netranya menatap tajam seakan laser yang bisa menusuk manusia. Ia menatap nanar kearah kekasihnya yang sudah tergeletak tak berdaya, lalu pandangannya beralih ke arah Arsen yang sudah babak belur, meringis menahan rasa remuk dalam tubuh.
Ryden mengepalkan tangannya, hatinya merasa sakit disaat bersamaan. Kekasihnya yang sangat di cintai mati mengenaskan di hadapannya, sahabat yang sangat disayangi dan dipercayai, mengkhianati kepercayaannya. Ia kecewa. Ia benci dengan situasi ini. "KENAPA ARSEN, KENAPA!!" bentak nya dengan air mata mengalir deras.
Arsen menggeleng pelan, ia ikut bersedih. "A-aku sudah bilang Ryd.. a-aku tid-dak tau.. Maaf.. maaf.." katanya terbata.
"Selama hidup-ku, aku selalu setia padamu.. a-aku menyayangimu seper-ti adikku sendiri. A-aku me-mang tak menyukai Ca-Caroline, namun aku masih waras.." belum selesai Arsen berbicara, matanya melotot saat ia melihat Leon mengeluarkan sebuah pistol dan mengarahkannya pada Ryden.
"RYDENNNN!!!"
Dor Dor!!
"Ar-arsen.." lirih Ryden shock. Ia sangat terkejut saat tiba tiba Arsen bangkit dengan cepat dan memeluknya. Ia juga sangat terkejut saat kejadian secepat kilat itu membuat Arsen mengorbankan dirinya.
Arsen masih memeluk tubuh Ryden erat, "A-aku masih waras untuk tidak meng-hancurkan keb-bahagian mu.. Aku sud-ah mengang-gapmu se-sebagai adik-kuh..." katanya lirih disamping telinga Ryden, dengan Ryden mendengar jelas ucapan Arsen.
"Arsen.. tidak, a-aku minta maaf.. kamu, bertahanlah.." Ryden menggeleng lalu menatap tajam pada Leon yang menampilkan senyum smirk. Dengan cepat ia merogoh pistol dan mengarahkannya pada Leon sebelum lelaki itu sempat menembak dirinya lagi.
Dor! Dor! Dor!
Tiga kali tembakan, dengan dua di dada, dan 1 di kepala. Membuat mata Leon melotot sempurna. Seketika bau anyir tercium lebih jelas, karena ada 3 orang yang mengeluarkan banyak darah secara bersamaan.
Brukk!
Arsen luruh, Ryden yang melihat itu semakin meneteskan air mata. "Tidak! ARSENN TETAP BUKA MATAMU! JANGAN MEMBUATKU KEHILANGAN LAGI! AKU JANJI AKU AKAN MENYELEDIKI INI!" raung Ryden dengan menepuk nepuk pipi Arsen. Tangannya bergetar saat melihat banyak darah merembes ke kemeja putih Arsen. Ia mengguncang tubuh Arsen membuat Arsen tersenyum tipis.
"Ja-ga, Zyo.." lirihnya. Melihat itu Ryden menggeleng keras.
"Tidak mau! Kamu yang harus menjaganya sendiri. Dia sangat menyebalkan!" tolak Ryden mentah mentah, ia segera meraih tubuh Arsen untuk dibangunkan. Posisi mereka ada di depan pintu.
"Aku, su-sudah menitipkan se-suatu pada Zyo.. aku harap kau-"
Titt
Titt
Titt..
Ryden dan Arsen tersentak, "Oh tidak, ada bom!"
Dengan perlahan, Arsen meraih kedua bahu Ryden. Ia mencoba sekuat tenaga mengeluarkan kekuatan terakhirnya. "Aku harap kau selalu bahagia Ryd.." katanya tersenyum, sembari mendorong tubuh Ryden sekuat tenaga keluar.
"TIDAKK!! ARSENN JANGAN!!" Teriak Ryden dengan air mata semakin deras. "CAROLINE, ARSENN!!". Ryden sekilas melihat senyuman tipis di bibir Arsen yang sudah terjatuh kembali.
DHUARRRR!!
"TIDAKKKKKK!!!!"
Ledakan itu membuat tubuh Ryden terpental sedikit lebih jauh. Sedangkan lelaki itu juga sempat melihat tubuh tak berdaya Arsen yang terpental hingga di depan pintu. Namun karena kondisinya, bisa dipastikan jika tak mungkin ada kesempatan hidup.
"AKHHHHH ARSENNN!! CAROLINEEE!!" teriak Ryden frustasi. Ia bangkit dan berlari tertatih menghampiri kobaran api bekas ledakan itu.
"Tuan jangan kesana!". Dua anak buat Ryden menahan tuan mereka. Mereka tak mau jika Ryden membahayakan nyawanya.
"DIAM! LEPASKAN! AKU BUNUH KALIAN JIKA MENGHALANGIKU!" sentak Ryden dengan marah. Namun tangisnya kembali luruh saat mengingat dua orang berarti dihidupnya harus meregang nyawa karena menyelamatkan nyawanya.
—Flashback Off.
Tubuh Ryden bergetar hebat saat mengingat kembali memori kelam dalam hidupnya itu. Ia menggeleng pelan, berusaha menguasai hati dan pikirannya agar traumanya tidak kembali saat mengingat kejadian 1 tahun silam.
Ia berjalan tertatih dengan memegang kepalanya. Ia meraba raba nakas kamar rawat Caroline. "Tidak, bukankah seharusnya ada disini?" lirihnya dengan nafas tersenggal, tubuhnya juga bergetar. Ia menjadi panik saat tak menemukan obat yang selalu ia konsumsi ketika kambuh.
"Pasti ada di kamarku," lirih Ryden lalu ia melangkah keluar dari kamar rawat. Ia berjalan pelan, tak mau mengganggu waktu malam orang orang. Alasan lainnya, dia tak mau orang lain mengetahui tentang penyakitnya.
"Shhh pusing sekali.."
Brukk!!
Ryden ambruk, ia tak kuat berjalan lagi. Tangannya menggenggam erat baju bagian dadanya. Rasanya sesak, tubuhnya gemetar dan kepalanya sangat pusing.
"Rydenn!"
Pekikan itu membuat Ryden menatap sayu seseorang yang tengah membuatnya kepikiran beberapa hari ini. "Kau.. kenapa kau kesini tengah malam?" tanya nya lirih.
"Kau masih bertanya untuk apa aku kesini? aku kesini ingin memprotes kepadamu!" sentak perempuan itu, yang tak lain adalah Savierra. "Ada apa denganmu? Jangan sok lemah seperti ini tuan Ryden!" ejeknya dengan nada sinis. Di mata perempuan itu, Ryden terlihat sangat lemah. Dan ini kesempatannya untuk meluapkan amarahnya.
"Tolong.."
Mata Savierra membola, ia mendekati Ryden dan mencondongkan tubuhnya, "Kamu bilang apa?" tanyanya.
"Tolong, ba-bantu aku ke kamar!" titahnya dengan tersenggal. Sungguh, saat ini ia harus membuang jauh gengsi dan ketidaksukaannya agar ia segera terbebas dari penyakit sialan ini.
Savierra terdiam, 'Ada apa dengan lelaki kejam ini? Dia tampak kesulitan. Aku harus membantunya atau tidak?' Savierra bimbang, hari nuraninya mengatakan untuk segera menolong. Namun di pikirannya mengatakan untuk membiarkan saja.
'Ah sudahlah, anggap saja aku sedang menjalankan misi, menaklukan hati suami!' batin Savierra lalu segera meraih tangan Ryden.
"Cepat pegang pundakku."
Ryden memegang pundak Savierra. Ia berdiri dengan susah payah dibantu oleh Savierra yang tengah mengomel.
"Berat sekali badanmu! Dasar!"
Ryden tak menaggapi sama sekali. Ia tengah berusaha menetralkan nafasnya, mencoba menguasai hatinya.
Setelah bersusah payah selama beberapa menit, Akhirnya Savierra bisa bernafas lega. Ia telah sampai di depan kamar Ryden. Savierra membuka kamar Ryden dengan kakinya membuat sang empu melotot.
'Sangat tidak elegan!' batin Ryden tak habis pikir.
Savierra segera membaringkan Ryden di kasurnya. Tak lupa ia mengambil nafas sebanyak banyaknya karena ia sungguh sangat lelah. Nafasnya bergemuruh, ia menyeka keringat yang mengucur deras di pelipisnya.
"Gila! Aku sungguh tak percaya bisa membawamu sejauh itu. Tapi badanmu sungguh sangat berat! Rasanya tulangku hampir remuk!" omel Savierra kesal.
"To-tolong ambilkan obatku di nakas," kata Ryden yang membuat Savierra dengan malas mengambilkan sebuah kotak bening kecil yang berisi benda berbentuk bulat itu. Tanpa banyak tanya, ia segera memberikan pada Ryden.
"M-minum.."
"Ck, dasar menyusahkan!"
•••
Hay all :)
Done ya, double up nya! Jangan lupa komen, biar aku makin semangat berkarya! Ikuti terus kisah Sarden (Savierra Ryden) ya! Hihi(♡˙︶˙♡)
-Enjoy reading-