Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Empat
Matahari sudah terbenam ketika Weny melangkah masuk ke dalam rumah. Aroma masakan Ibu Rini, ibu kekasihnya, sudah tercium harum dari luar. Dapur itu selalu menjadi tempat yang menghangatkan hati, namun hari ini, perasaan Weny sedikit merasa teraduk. Dia mengingat kembali pembicaraan yang membuatnya merasa aneh belakangan ini.
Dia masih terus teringat tentang pembicaraan dirinya dan Ibu Rini kemarin. Wanita itu bersikeras jika dia bertemu dengan wanita yang mirip Naura. Bukan hal itu yang membuat Weny merasa sakit hati, tapi pujian-pujian yang calon mertuanya itu katakan mengenai Naura. Dulu dia tak pernah begitu.
"Eh, Wen! Tadi Ibu cerita ada yang mirip Naura di supermarket!" seru Alex, sambil mencium pipi Weny ketika dia duduk di sebelahnya.
Mendengar nama itu, Weny langsung terasa sebal. Naura, mantan istri Alex, seakan menjadi bayangan yang tidak pernah hilang dalam hidup mereka. “Lagi-lagi Naura, ya?” Weny menaruh tasnya di sofa, lalu mendesis, “Kita kan sudah sepuluh bulan bersama. Kenapa harus selalu inget tentang dia? Lagi pula Naura itu sudah mati!”
“Jangan masukan ke hati, pasti Ibu cuma ngalor-ngidul, Wen. Lagipula, banyak orang yang mirip satu sama lain,” Alex mencoba meredakan suasana.
“Banyak orang? Tapi kenapa harus Naura lagi yang diingat? Apa dia nggak bisa move on?” Weny melipat tangannya. Dia merasa frustrasi.
“Dengar, Wen. Ibu ya mungkin masih mengingat Naura karena mereka dulu cukup dekat. Tinggal serumah semenjak aku menikah. Itu bukan berarti dia nggak menerima kamu. Kamu tahu kan Ibu sangat suka sama kamu,” ujar Alex sambil menatap lembut Weny.
“Ya, tapi setiap kali dia membandingkan aku dan Naura, rasanya kayak mau terbang ke bulan!” Weny menggigit bibirnya, menahan emosi yang mulai menggebu.
“Maksudku, Naura sudah pergi dari hidupku, dan Ibu juga sudah bisa merelakannya,” terang Alex mencoba menenangkan Weny.
Weny merenung sejenak. Dia tahu Alex berusaha menenangkannya, tetapi rasa cemburu dan sakit hati itu tidak mudah pergi. “Kalau gitu, aku mau ngobrol sama Ibumu. Harus ada batasan, Alex. Aku butuh dia untuk fokus kepada kita, bukan bayangan orang lain.”
“Coba tanya Ibu dengan lembut. Jangan terlalu emosional, ya? Aku yang akan mendampingi,” tawar Alex.
Weny mengangguk. Dia tahu itu yang terbaik. Namun, hatinya bergejolak. Dia akan bicara dengan Ibu Rini, walau rasanya sulit.
Sejak Ibu Rini tahu jika kode brankas itu adalah tanggal lahir Weny, dia seakan sedikit jaga jarak. Walau tak terlihat kentara. Padahal semua terjadi sudah hampir satu tahun. Dan yang membuat Weny kadang sakit hati, setiap mereka bicara tentang pernikahan, Ibu seakan melarang, hingga saat ini status mereka hanya teman tapi mesra.
Setelah makan malam, Weny menemui Ibu Rini yang sedang mencuci piring. Wajah wanita itu tampak bersemangat. “Weny! Ada apa? Kenapa wajahmu murung?”
Weny menarik napas, berusaha menata kata-kata di kepalanya. “Bu, aku mau bicara sebentar. Tentang … Naura.”
Mendengar nama itu, ekspresi Ibu Rini langsung berubah. “Naura? Oh, dia pasti masih akan selalu diingat. Dia sangat baik, lho. Kenangan Ibu tentang dia ….”
“Bu, tunggu. Aku mengerti kalau Ibu punya kenangan itu. Semua orang bisa punya masa lalu. Tapi …,” Weny menghentikan kalimatnya, “Tapi aku juga ingin Ibu fokus pada aku dan Alex. Kenapa harus mengingat Naura setiap saat?”
Ibu Rini berhenti sejenak, handuk yang memegang sedikit basah. “Weny, Ibu hanya mengingatnya. Bukankah itu hal yang wajar. Bagaimana pun dia menantu pertama dan Ibu baru menyadari kalau dia sangat baik."
“Aku paham, Bu. Tapi aku merasa tersisih setiap kali ada cerita tentang Naura. Kenapa baru sekarang Ibu mengatakan dia baik, dulu tak mengakui?" tanya Weny dengan nada yang mencoba tidak menyakiti. "Aku ingin Ibu tahu bahwa aku ingin menjadi bagian dari keluarga ini.”
Ibu Rini melihat Weny, matanya lembut. “Kau sudah jadi bagian dari hidup anakku, Wen. Apa salahnya Ibu mengingat Naura, toh dia sudah meninggal, tak akan mungkin kembali sama Alex. Ini bukan berarti Ibu tidak menghargai mu.”
Weny menghela napas panjang, merasa dinding penghalang yang selama ini ada sedikit retak. “Mungkin aku membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Tapi bisa nggak kita fokus buat masa depan aku dan Alex saja, Bu?”
Ibu Rini menarik napas dalam. Dia tak ingin berdebat lebih lama lagi dengan calon menantunya ini. Weny bisa saja mempengaruhi Alex untuk meninggalkan dirinya di panti jompo karena tahu putranya selalu mendengar apa yang wanita itu katakan.
"Maafkan, Ibu. Lain kali tak akan menyebut namanya lagi," ucap Ibu Rini.
“Terima kasih, Bu. Aku sangat menghargainya.” Weny merasa lega. Di balik semua rasa kesalnya, dia tahu bahwa hubungan yang baik dengan Ibu Alex adalah hal yang penting.
“Selamat malam, Wen,” Ibu Rini tersenyum, dia lalu kembali ke pekerjaannya. Weny beranjak mundur, perasaan campur aduk masih ada, namun dia merasa setidaknya telah menyuarakan isi hatinya.
Weny juga meninggalkan Ibu dan berjalan menuju ruang kerja Alex. Dia melihat pria itu sibuk dengan laptopnya, sehingga tak menyadari kehadirannya. Dia lalu menghempaskan tubuhnya ke kursi yang ada dihadapan pria itu.
Alex baru tersadar dengan kehadiran wanita itu. Dia lalu tersenyum dan kembali larut dengan pekerjaannya.
"Kapan kau akan menikahi ku, bukankah telah hampir satu tahun Naura meninggal?" tanya Weny.
Alex lalu menutup laptopnya. Pandangannya beralih ke wanita dihadapannya. Dia lalu tersenyum.
"Bersabarlah, aku tak mau orang-orang mengira aku tak sabaran menikah lagi," jawab Alex.
"Ini sudah hampir satu tahun, Alex. Aku rasa sudah hal biasa jika pria yang ditinggal mati sang istri menikah lagi jika telah lama begini!" seru Weny kesal.
Alex menarik napas dalam. Entah mengapa dia masih ragu menikahi wanita dihadapannya saat ini. Walau dia mencintai Weny, tapi belum bisa sepenuhnya percaya pada wanita itu.
Dia mencoba menerima Weny kembali dan memaafkan dirinya karena tak ada bukti kuat jika wanita itu yang mencuri isi brankasnya, tapi bukan berarti dia percaya. Dalam hatinya masih ada keraguan.
"Aku sedang persiapan mengajukan proposal kerjasama dengan perusahaan X. Aku harap kamu jangan membebani aku dulu dengan pertanyaan itu lagi. Aku sudah katakan, jika aku butuh waktu!" balas Alex dengan suara sedikit meninggi.
"Waktu ...? Sampai kapan? Sampai aku tua dan tak menarik lagi, setelah itu kau pergi meninggalkan aku dan tak jadi menikahiku?" tanya Weny dengan suara tinggi.
"Jangan kekanak-kanakan, Weny. Baru satu tahun, itu bukan waktu yang lama. Aku sudah mau menerima kau kembali, seharusnya kau juga mengerti keadaanku. Aku ingin perusahaan ini maju, semua untuk masa depan kita juga nantinya," ujar Alex.
Weny lalu berdiri dari duduknya. Tak habis pikir dengan isi kepala pria itu.
"Memangnya kalau kamu menikah denganku tak bisa mengembangkan perusahaan? Seharusnya kau berpikir itu akan lebih baik, karena aku bisa membantumu!"
"Sudahlah, Weny. Aku tak mau berdebat. Aku hanya minta kamu sabar dan menunggu. Jika kamu merasa sudah tak mau lagi menunggu, kamu bisa pergi dan mencari pria lain!" seru Alex dengan suara keras dan lantang.
Ucapan Alex itu mampu membuat Weny terkejut. Tak menyangka jika pria itu sampai mengatakan hal tersebut.
untuk weni rasain kmu bkalan di buang oleh kluarga alex.....kmu tk ubahnya sperti sampah tahu gak wen.....bau busuknya sngat mnyengat dan mnjijikan /Puke//Puke//Puke//Puke//Puke/
Lina jodoh sdh ada yng mengatur jd tetap lah 💪💪
lanjut thor 🙏
karna memang cinta tak harus memiliki
Alex selamat terkejut ya semoga jantung aman aman saja