Badai besar dalam keluarga Cokro terjadi karena Pramudya yang merupakan putra pertama dari keluarga Cokro Tidak sengaja menodai kekasih adiknya sendiri, yaitu Larasati.
Larasati yang sadar bahwa dirinya sudah tidak suci lagi kalut dan berusaha bunuh diri, namun di tengah usahanya untuk bunuh diri, ia di kejutkan dengan kenyataan bahwa dirinya sedang hamil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuning dianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku ingin egois
Pram yang tidak pernah menyentuh bayi sama sekali itu menggendong putranya dengan hati hati.
Makhluk kecil yang sungguh membuatnya takjub, itu adalah putranya,
Yah.. Putra dari Pramudya putra prawira.
Terlihat jelas hidung mancung yang Pram turunkan pada putranya yang masih berusia tiga hari itu.
Ketampanan Pram turun dari mamanya yang memang terkenal sungguh cantik dan anggun,
Dan tentu saja keistimewaan itu turun pada putra dan putri Pram.
Selain itu Laras juga bukan perempuan yang biasa biasa saja,
Bahkan di usia belasan tahun sudah terlihat jelas kecantikannya yang alami.
Sesekali mata bayi itu terbuka lalu terpejam kembali sembari menggerakkan gerakkan bibirnya yang mungil.
" Lihatlah, apakah dia haus? Dia terus menggerakkan gerakkan mulutnya?" Pram menoleh ke arah Laras yang sedang berbaring.
Laras terlihat lelah, karena ia baru saja selesai menyusui putrinya.
" kau masih lelah ras? Tapi sepertinya dia haus? Bagaimana??" tanya Pram dengan raut penuh rasa kasihan pada istrinya itu.
" kita pakai susu formula saja ya ras.. Kau pasti tidak sanggup menyusui keduanya.." Pram menatap Laras resah.
" akan ku susui mereka semampuku mas.. Kalau aku sudah tidak mampu baru pakai susu formula.." jawab Laras sembari memiringkan tubuhnya pelan pelan.
" Sini mas.. Biar ku susui.." kata Laras,
Melihat itu Pram segera berjalan ke arah Laras,
dan membaringkan putranya yang masih bayi itu persis di samping Laras.
melihat Laras yang menyusui anak anaknya sudah menjadi pemandangan yang biasa tiga hari ini,
Namun Pram masih saja merasa terharu dengan apa yang di lakukan Laras,
perempuan itu tidak serta Merta menolak menyusui anak anaknya karena kondisinya,
Meski dengan setengah berbaring ia tetap menyusui kedua anaknya bergantian.
Herannya sudah tidak ada lagi rasa malu, Laras terang terangan menyusui anak anak di hadapan Pram.
Awalnya Pram merasa aneh dengan perubahan dirinya saat melihat Laras menyusui anak anaknya,
bohong ia tidak berhasrat melihat bagian tubuh Laras,
Apalagi dia dan Laras baru saja dekat dan sedang hangat hangatnya.
namun segera di buang hasrat itu setiap kali timbul,
Rasanya tidak pantas, Pram juga harus tau diri sebagai seorang laki laki.
Rasanya ingin keluar dari ruangan saat Laras mulai menyusui anak anak,
Namun ia takut sewaktu waktu Laras membutuhkan bantuannya.
" mas.." panggil Laras setelah beberapa menit kemudian,
" sudah.. Dia sudah kenyang sepertinya.."
Mendengar itu Pram menggendong bayinya,
Meletakkan di stroller yang tidak jauh dari tempat tidur Laras.
Yah.. Ada dua stroller disana, dan setiap melihat itu senyum Pram selalu terkembang.
" dokter mengijinkan pulang besok ras..
Apa yang kau perlukan, supaya Bu Yati dan pak Hadi bisa membelikannya sebelum kau pulang?" tanya Pram duduk tidak jauh dari Laras.
" tidak ada mas, aku tidak membutuhkan apapun..
Ah..
Itu karena aku tidak tau..
Mungkin mas bisa bertanya pada ibu atau mbak Yuniar.." jawab Laras.
Pram mengangguk,
" akan kutelpon Tante nanti, untuk memastikan apa saja yang kau butuhkan ras.."
" mas boleh berangkat ke kantor, tidak perlu untuk terus menungguiku..
Katanya mbak Yuniar akan kesini nanti,"
" tidak, mana bisa aku bekerja dengan tenang, kau disini dengan dua anak,
Kalau kondisimu sudah membaik aku baru akan ke kantor,"
" apa benar tidak apa apa mas?"
" apa yang kau khawatirkan ras.. jangan mengkhawatirkan hal hal yang tidak penting.." ujar Pram sembari menyandarkan punggungnya.
" kau fokus saja pada penyembuhan dirimu..
Makan dan istirahatlah yang banyak..
Kau dan anak anak adalah tanggung jawabku,
ke depannya, mintalah apapun padaku tanpa merasa sungkan.." ujar Pram membuat Laras menatapnya,
" apa yang harus kuminta, sementara semua sudah kau siapkan mas.."
mendengar itu Pram bangkit, ia mendekat ke arah Laras.
" boleh kah aku bertanya ras..?" Pram duduk tepat di hadapan Laras.
" tentu saja mas.." jawab Laras,
Keduanya beradu pandang,
Dan Pram tiba tiba membelai pipi Laras.
" seharusnya aku bertanya saat kondisimu sudah jauh lebih baik..
Tapi aku harus segera memastikan karena waktu kita tidak banyak.." tatapan Pram berubah sendu,
Deg...
Laras tau..
Laras tau apa yang akan di tanyakan oleh suaminya itu,
" aku tau apa yang akan kau tanyakan mas.." ujar Laras pelan,
" benarkah, apa itu ras.." Pram mengulas senyum, namun sorot matanya memancarkan kegelisahan.
" Soal Elang.." suara Laras lirih, raut wajah Laras tak kalah gelisahnya,
" aku pernah berjanji akan melepaskanmu setelah kau melahirkan bukan.." suara Pram bergetar, dan suasana tiba tiba menjadi hening.
" janji itu ku berikan asal kau mau melahirkan anak anak..
Dan sekarang kau sudah melahirkan anak anak..
terimakasih ras..
Aku sungguh berterimakasih..
Dalam lubuk hatiku, aku tidak ingin kau pergi dari kami, tapi apakah itu boleh ras?
Apakah itu tidak egois?" tanya Pram sembari menggenggam erat tangan Laras.
" aku ingin jadi laki laki jahat,
Yang tidak menepati janjiku,
Aku ingin menjadi laki laki egois,
Yang memaksamu untuk terus disampingku..
Tapi..
aku tidak bisa mengabaikan kebahagiaanmu..
Aku ingin kau bahagia ras,
Jadi kau boleh memilih..
Kau boleh memilih apa yang kau inginkan,
Tetap disampingku,
Atau kembali ke sisi Elang.."
Laras membisu, tampak kegelisahan di matanya.
Lama tak terdengar jawaban dari Laras,
Hingga akhirnya terdengar suara tangis bayi yang pecah,
" oekk..! Oekkk...! Oeekkk!" kedua bayi yang sedari tadi tidur tenang tiba tiba menangis bersamaan,
Membuat perhatian Pram pada Laras terpecah dan sontak bangkit untuk melihat kedua bayinya.
langsung main todong aja si bapak nih
apalagi bininya pake acara yg terencana hanya demi anak keduanya si Elang
heran sama modelan orang tua gini