Kejadian tak terduga di pesta ulang tahun sahabatnya membuat seorang gadis yang bernama Recia Zavira harus mengandung seorang anak dari Aaron Sanzio Raxanvi.
Aaro yang paling anti wanita selain ibunya itu, tiba-tiba harus belajar menjaga seorang gadis manja yang takut dengan dirinya, seorang gadis yang mengubah seluruh dunia Aaro hanya berpusat padanya.
Apakah dia bisa menjadi ayah yang baik untuk anaknya?
Apakah dia bisa membuat Cia agar tidak takut dengannya?
Dapatkan dia dan Cia menyatu?
Dapatkah Cia menghilangkan semua rasa takutnya pada Aaro?
Ayo baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZaranyaZayn12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Empat
"Ay... Bangun yuk, kita sarapan."
Aaro menggoyangkan tubuh kecil itu dengan pelan, berusaha membangunkan sang gadis tidur.
"Nanti Kak.. Kan hari ini libur, Cia mau bangunnya siang." Gumam Cia dengan tangan yang kembali memeluk guling kemudian membalikkan badannya menjadi membelakangi Aaro.
"Walau hari libur kamu harus tetap sarapan loh Ay, kalau nanti sakit gimana?" Tanya Aaro yang belum menyerah membangunkan gadis itu.
"Ih Kak Aaro mah, Cia mau tidur tau, masih ngantuk." Kesal Cia karena merasa terganggu karena suara dan gerakan Aaro.
"Bangun dulu Ay." Ujar Aaro kemudian mengambil kedua tangan Cia dan mengangkatnya pelan.
Tubuh itu seakan lemas tak bertulang, karena ketika Aaro mengangkat kedua tangan itu untuk bangun, tubuh Cia seperti jelly yang meleleh lemas di atas kasur.
"Ini udah jam 10 loh Ay, kamu gak lapar? Anak kita gak lapar hmm?" Tanya Aaro mengusap rambut itu lembut.
Namun bukannya bangun, Cia malah semakin menyamankan tubuhnya karena usapan lembut Aaro pada rambutnya.
"Males Kak, Cia masih ngantuk." Rengek Cia. Di letakkannya kepalanya di atas pangkuan Aaro dengan wajah yang menghadap ke perut laki-laki itu kemudian kedua tangan Cia memeluk pinggang Aaro dengan erat.
"Bentar lagi ya." Melas Cia tanpa membuka matanya.
"Makan dulu ayo Ay, abis itu nanti tidur lagi." Bujuk Aaro mengusap rambut dan lengan Cia lembut.
"Gak mau Kak, Cia lagi males banget, beneran deh, Cia gak bohong loh. Tiga puluh menit lagi ya?" Melas Cia yang akhirnya di setujui oleh Aaro.
"Yaudah, bener ya tiga puluh menit Ay." Pasrah Aaro. Dirinya akhirnya menyerah.
"Geseran dikit Ay." Pinta Aaro yang langsung di turuti oleh Cia.
Cia menggeser tubuhnya sedikit, kemudian kembali meletakkan kepalanya ke atas bantal sedangkan Aaro membaringkan tubuhnya di samping gadis itu.
Aaro membawa Cia masuk ke dalam dekapannya dengan meletakkan kepala gadis itu di atas lengannya sementara wajah Cia menghadap dadanya.
Dipelukanya pinggang mungil itu kemudian menyembunyikan wajahnya di rambut Cia, mengecupnya lembut.
Menghirup aroma rambut Cia yang beraroma stroberi bercampur lemon. Aaro yang merasa nyaman dengan posisinya sekarang pun perlahan memejamkan matanya kemudian menyusul Cia tidur.
Hingga akhirnya perjanjian yang hanya tiga puluh menit pun menjadi berjam-jam lamanya.
\~\~\~
Cia menggeliatkan badannya pelan, membuka matanya kala merasakan perutnya yang terasa berat.
Dilihatnya ke bawah perutnya. Ternyata, Aaro lah tersangkanya.
Tangan Aaro yang menimpa perutnya dengan kepala yang sudah berada di dadanya membuat Cia tersenyum kecil. Di usapnya rambut lebat itu dengan lembut membuat Aaro semakin mengeratkan pelukannya.
"Kok laper ya?" Gumam Cia ketika merasakan perutnya yang sangat lapar.
Oh iya ya, kan emang belum makan. Pikir Cia menepuk keningnya pelan ketika mengingat dirinya yang memang belum makan sama sekali.
"Tadi ngajakin makan, kok malah tidur?" Kikik Cia pelan.
Cia mencoba melepaskan tangan Aaro perlahan, bermaksud agar yang punya tetap tertidur nyenyak.
Setelah berhasil melepaskan tangan itu, Cia mengikat rambutnya asal dan berjalan keluar dari kamarnya.
"Tadi kan Kak Aaro udah ngajak makan, bearti udah ada makanan dong di meja." Gumam Cia membuka tudung saji.
Senyum lebar gadis itu mengembang ketika melihat isi di dalamnya yang terdapat banyak makanan.
Eh? Kok masih utuh ya? Atau Kak Aaro juga belum makan? Pikir Cia.
Tadi kan Kak Aaro menunggunya, masa sekarang Cia meninggalkan Aaro sih? Pikirnya.
Gadis itu akhirnya kembali berjalan ke arah kamarnya untuk membangunkan Aaro agar mereka bisa makan bersama.
Ceklek
Cia tersenyum ke arah tempat tidur mereka ketika melihat Aaro yang tengah duduk dan mengusap matanya.
Ternyata Kak Aaro sudah bangun. Kikik Cia.
"Jangan di kucek matanya Kak! Nanti merah." Ujar Cia sambil berjalan ke arah Aaro membuat laki-laki itu menoleh dengan cepat.
"Kamu abis dari mana Ay?" Tanya Aaro dengan suara seraknya. Dipeluknya pinggang Cia dengan erat dan menyembunyikan wajahnya di sana membuat tangan Cia refleks mengusap rambut hitam lebat Aaro dengan sayang.
"Awalnya Cia mau langsung makan aja tadi Kak, tapi gak jadi karna kepikiran Kak Aaro. Jadi Cia balik lagi deh kesini." Ujar Cia.
Cia menundukkan wajahnya kemudian mengecup rambut itu sayang.
"Makan yuk, Cia udah lapar Kak." Adu Cia yang di angguki oleh Aaro.
"Lagian kamu sih Ay, aku dari tadi udah ngajak kamu makan tau." Ujar Aaro melepaskan pelukannya pada pinggang Cia dan berdiri. Aaro berjalan ke arah kamar mandi kemudian mencuci wajahnya. Setelah selesai, laki-laki itu kembali menghampiri Cia kemudian menggenggam tangan gadis itu kemudian menariknya pelan.
"Ayo Ay makan. Udah siang ini kamu ih." Ujar Aaro khawatir.
"Nanti kamu sakit perut gimana?" Khawatir Aaro yang membuat Cia tersenyum.
"Cia atau Kak Aaro nih?" Tanya Cia menggoda Aaro.
Setau Cia, Aaro memiliki penyakit Maag yang otomatis tidak boleh telat makan. Pasti sekarang laki-laki itu tengah menahan perutnya yang sakit. Pikir Cia.
"Aku gak penting Ay, yang penting itu kamu sama anak kita." Ujar Aaro kemudian menarik kursi agar Cia bisa duduk dengan nyaman.
"Kak Aaro kok so sweet banget sih?" Ujar Cia memberikan senyum menggoda ke arah Aaro membuat laki-laki itu menatap Cia gemas.
Tuk
"Kamu nakal banget sih Ay, suka banget godain orang." Ujar Aaro menyentil kening Cia pelan membuat yang punya mengusap keningnya dengan cemberut.
"Kak Aaro gak asik ih." Ambek Cia.
Aaro yang melihat reaksi gadis itu akhirnya meledakkan tawanya keras.
"Imut banget sih!!!" Gemas Aaro kemudian mencubit kedua pipi Cia membuat mama muda itu semakin kesal.
"Pipi Cia sakit tau Kak. Tadi kening, sekarang pipi." Kesal Cia dengan cemberut.
Aaro yang mendengarnya mengusap pipi dan kening itu secara bergantian.
"Sakit hmm?" Tanya Aaro yang mendapatkan anggukan kepala Cia dengan cepat.
"Sakit..." Rengek Cia berlebihan. Sebenarnya tidak sakit, tapi Cia kan suka bermanja dengan Aaro, jadi dengan manjanya gadis itu mengadu sakit kepada Aaro agar laki-laki itu semakin memanjakannya.
"Uhh... Maaf ya sayang." Ujar Aaro dengan tangan yang masih mengusap kening dan pipi Cia.
"Udah? Kalo udah kita makan yuk." Ajak Aaro yang langsung di angguki oleh Cia.
"Ayo makan." Ajak Cia kemudian mengambil piring dan mengisinya dengan nasi.
"Kak Aaro nasinya segini cukup?" Tanya Cia mengarahkan piringnya ke hadapan Aaro.
"Cukup Sayang." Jawab Aaro dengan mata yang masih fokus menatap ke arah gadis itu. Laki-laki itu rasanya tidak mau mengalihkan tatapannya dari istri cantiknya itu.
Cia menganggukkan kepalanya mengerti kemudian mengisi piring Aaro dengan lauk yang sudah Aaro masak kemudian memberikannya kepada laki-laki itu.
"Makasih Sayang." Ujar Aaro dengan senyum manisnya.
"Sama-sama Kak." Ujar Cia membalas nya dengan senyum malu-malu.
"'Sama-sama sayang.' dong, masa cuma 'kak' sih?" Goda Aaro yang membuat pipi Cia semakin memerah.
"Ih jangan di ejekin mulu ih, Cia malu." Ujar Cia sambil menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya.
"Iya-iya. Ayo Ay makan." Ajak Aaro ketika melihat Cia yang sudah selesai mengambil lauk dan nasi untuk dirinya sendiri.
"Selamat makan." Ujar Cia agak keras kemudian mulai menyendokkan makananya.
"Eh?" Heran Cia ketika merasakan tangannya yang di tahan oleh Aaro.
"Baca doa dulu Sayang." Ingat Aaro yang membuat Cia menepuk keningnya pelan.
"Maaf Kak lupa." Cengir Cia kemudian membaca doa bersama Aaro.
"Selamat makan." Ujar Cia setelah membaca doa.
Gadis itu pun mulai menyendokkan makanannya dengan lahap.
"Pelan-pelan Ay." Ujar Aaro mengusap tangan kiri Cia yang menganggur.
"Iya Kak." Ujar Cia dengan pandangan yang masih fokus pada makanannya. Kedua pipinya bahkan menggembung membuat Aaro semakin gemas saja kepada gadis itu.
Setelah agak puas memandangi Cia yang sedang makan, Aaro pun mulai menyantap makanan di atas piringnya.