Mimpi yang terus terulang membwa Leora pergi ke dimensi berbeda serta merubah kehidupannya.
Dia yang hanya seorang pemilik toko kecil di pusat kota justru di sebut sebagai ELETTRA (Cahaya) di dimensi lain dan meminta bantuannya untuk melenyapkan kegelapan.
Secara kebetulan, begitulah menurutnya. dirinya pergi ke dimensi berbeda bersama Aron yang menjadi sahabatnya melalui mimpi, namun siapa sangka persahabatnnya bersama Aron justru membawa dirinya pada situasi yang tidak biasa.
Sihir yang semula hanya dia tahu melalui buku secara ajaib bisa dia lakukan.
Dan ketika cinta bersemi di hatinya serta tugas melenyapkan kegelapan telah selesai, apa yang akan dia lakukan?
Akankah dia kembali ke dimensi aslinya atau akan tetap bersama pria yang dia cintai?
Ikuti kisahnya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. LD 24
## Keesokan Harinya...
"Apakah kamu siap?"
Aron bertanya ketika mereka berdua berada di rooftop Apartemen yang pria itu tinggali.
Pria itu menoleh ke arah wanita yang berada di sampingnya ketika ia tidak mendengar jawaban meski pertanyaan yang ia ajukan sudah berlalu dalam beberapa menit.
Sementara wanita itu justru mengarahkan pandangan pada pintu rooftop dengan mata berkaca-kaca.
"Apakah kamu ingin tinggal satu hari lagi?" Aron bertanya lagi, memahami apa yang di rasakan wanita itu.
Leora menoleh, lalu menggeleng pelan sebelum memberikan jawaban.
"Jika aku menunda satu hari lagi, kita tidak akan pernah pergi,"
"Kita berangkat,"
Aron mengulurkan tangannya yang segera disambut Leora. Menggumamkan kalimat cukup panjang yang tidak dimengerti wanita itu.
Tepat setelah Aron menyelesaikan kalimatnya, sebuah lingkaran cahaya ungu terbentuk di depan mereka berdua, bersamaan dengan itu, Aron melangkah maju bersama Leora dengan saling bergandeng tangan hingga keduanya lenyap tanpa bekas seolah ditelan oleh cahaya ungu, dan cahaya ungu itu menghilang.
.
.
.
Ditempat berbeda, wanita paruh baya yang senantiasa di panggil Bibi terbangun dari tidurnya, menoleh ke sisi tempat tidur yang telah kosong.
"Seharusnya ada seseorang yang tidur di sini, tapi siapa?"
Bibi bergumam pelan sembari mengusap tempat tidur kosong di sampingnya, lalu beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, wanita paruh baya itu keluar dari kamar, melangkah ke lantai atas di mana ada satu kamar lain seolah ada satu orang lagi yang tinggal bersamanya.
"Kenapa aku ke kamar ini?" Bibi kembali bergumam.
Kebingungan yang ia rasakan tidak membuat Bibi mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar, merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya namun tidak tahu apa itu.
Hatinya kembali merasakan seharusnya ada seseorang yang masih tertidur di atas tempat tidur kosong di depannya, namun lagi-lagi tidak menemukan dalam ingatanya siapa yang seharusnya berada di sana. Ia hanya menemukan bingkai foto di atas nakas, di mana ada foto dirinya seorang diri. (Foto asli bersama Leora).
"Haahhh,,, Hanya perasaanku saja. Aku tinggal sendirian di rumah ini, tidak mungkin ada seseorang yang menempati kamar ini,"
Bibi kembali bergumam pelan sebelum keluar kamar untuk melakukan rutinitas seperti biasanya.
Sementara itu, di toko coklat Choco Bliss, Monic masuk ke dalam ruangan yang sebelumnya menjadi ruang pribadi Leora, menatap bingung dengan rak buku yang telah kosong lebih dari setengah bagian.
Pandangannya terhenti pada bingkai foto yang berada di atas meja, melihat foto dirinya seorang diri, namun merasakan seharusnya ada seseorang yang berfoto bersamanya, namun tidak mengingat apapun.
"Bukankah seharusnya rak buku ini penuh?"
"Buku,,,, Buku,,,, Buku apa yang seharusnya ada di sana?"
Ia bergumam pelan sembari menggaruk kepalanya, menggali ingatan yang berakhir sia-sia, merasakan kebingungan yang sama di mana seharusnya ia menunggu seseorang yang akan menempati ruangan itu, namun tidak dapat menemukan siapapun dalam ingatannya, hingga ia memilih untuk melupakannya dan segera bersiap untuk membuka toko.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Selama beberapa saat, Leora memejamkan mata ketika cahaya menyilaukan menyelimuti tubuh mereka berdua, detik berikutnya hembusan angin diiringi suara kicauan burung terdengar di telinganya.
Wanita itu membuka kedua matanya, lalu terpana dengan apa yang ia lihat.
Hutan di puncak bukit di mana dirinya berada tepat di dekat tebing yang membuat hampir seluruh hutan terlihat jelas di matanya. Bahkan ia bisa melihat sebuah kota besar berpuluh kilometer jauhnya dari tempat ia berdiri.
"Kota itu,,,,"
Leora bergumam dengan pandangan terkunci pada kota yang terlihat seperti kota yang ia lihat di buku-buku yang pernah ia baca, kota yang seharusnya terlihat indah namun tertutupi kabut hitam serta gumpalan awan hitam di atasnya.
"Kerajaan Luminara," Aron menjawab.
"Mengapa ada kabut hitam di sana?" tanya Leora lagi.
"Aku perlu mengingatkan kamu satu hal," ucap Aron tiba-tiba.
"Tentang?" sambut Leora mengerutkan kening.
Aron berdiri menghadap Leora dengan sorot serius sebelum berkata,
"Jangan katakan pada siapapun bahwa kamu bisa melihat energi sihir,"
"Selain aku dan Zohar, tidak ada yang tahu bahwa kamu bisa melihat energi sihir, sekaligus tidak ada yang tahu tentang kekuatan yang kamu miliki,"
"Jadi, tolong bersikap seolah kamu tidak bisa melihat apa yang bisa kamu lihat,"
"Kecuali dengan mereka yang menjalin kontrak sihir,"
Leora terdiam sejenak, lalu mengangguk tanda mengerti.
"Apakah kita akan ke kota itu? Maksudku kerajaan,,, errr,,, Luma,, Lumi,,, apa?" tanya Leora seraya menggaruk kepalanya.
"Luminara," jawab Aron tersenyum geli.
"Ya itu, apakah kita akan ke sana?" sambut Leora bertanya.
"Kita akan ke sana, tapi setelah kamu bisa menggunakan sihir dan pedang," jawab Aron tanpa beban.
"APA,,,,,?!?" pekik Leora terkejut.
"Oh,,, Kamu juga perlu belajar berkuda, karena tidak mungkin berperang menggunakan mobil, karena di sini tidak ada mobil atau sejenisnya, terutama menggunakan hewan yang menjalin kontrak denganmu," ucap Aron lagi.
"APAA,,,?!?" Leora kembali terpekik dengan mata kian melebar.
"Tentu saja karena hewan suci bukan kendaraan yang bisa kamu gunakan untuk berperang, tapi mereka tetap membantu," terang Aron.
"Aaa,,?!?" tanpa sadar Leora menjatuhkan rahangnya.
"Pft,,,,"
Aron sekuat tenaga berusaha menahan tawa kala melihat ekpresi wajah Leora yang terlihat seperti tengah menahan sakit, lalu mendaratkan telapak tangannya di kepala wanita itu.
"Aku sendiri yang akan melatihmu," ucap Aron menenangkan.
"Sama sekali tidak menghibur!" tukas Leora menepis tangan pria itu dari kepalanya.
"Berapa lama waktu yang di butuhkan untuk berlatih? Apakah kita memiliki waktu selama itu? Aku bahkan tidak pernah menggunakan pedang," imbuhnya.
"Tenanglah! Aku yakin kamu bisa melakukannya," sahut Aron.
"Untuk sekarang, sebaiknya kita ke tempat aman terlebih dulu, Zohar dan beberapa orang yang lain berada di sana," tambahnya.
"Setelah menginap beberapa hari, kita akan melakukan perjalanan ke tempat di mana pasukan kerajaan yang mengungsi,"
"Mereka semua menunggumu,"
"Aku?" Leora menunjuk dirinya sendiri dengan kedua mata melebar.
"Mengapa aku?" sambut Leora.
"Mereka percaya ramalan itu benar, itulah mengapa mereka tetap menunggu," jawab Aron.
"Aku sangat ingin menendangmu sekarang!" gerutu Leora.
Aron tergelak singkat, meraih tangan wanita itu dan membawanya memasuki hutan di mana gua persembunyian miliknya berada.
.
.
.
Kakek berjanggut putih, begitulah cara Leora menyebutnya ketika dirinya kembali bertemu dengan Zohar yang menyambut kedatangan mereka berdua.
Hanya ada tiga orang yang tinggal di dalam gua ketika mereka berdua tiba Zohar, Xavier dan Fergus. Sedangkan penduduk desa telah di tempatkan di beberapa tempat berbeda dan saling berjauhan.
Mereka bahkan menyiapkan tempat untuk Leora beristirahat, meski hanya menggunakan perlengkapan sederhana, namun tempat ia beristirahat menjadi tempat terbaik jika di bandingkan dengan tempat yang empat pria itu tempati.
Meski yang mereka tempati adalah gua, bagian dalam gua itu cukup luas hingga memiliki beberapa celah yang mereka ubah menjadi ruangan tertutup. Hingga ketika malam telah tiba, mereka bisa menyiapkan makan malam untuk mereka nikmati.
"Paduka, apakah Anda yakin tidak memilih tempat yang sama dengan Sang Terpilih? Saya bisa menyiapkannya," Zohar berbisik.
"Tidak perlu, aku tidak ingin dia curiga jika kau memperlakukan aku istimewa," sahut Aron turut berbisik.
"Satu hal lagi, dia Leora. Dia tidak akan menyukainya jika kau memanggilnya begitu,"
"Tetapi, Paduka_,,,"
"Gunakan nama Charon ketika di depan Leora! Belum waktunya bagi Leora untuk tahu siapa aku sebenarnya," potong cepat Aron.
"Paduka, itu sama saja Anda mempersulit saya," keluh Zohar.
"Dan kau sudah terbiasa dengan itu," jawab Aron tanpa beban.
"Padu_,,,,"
"Istirahatlah setelah menyelesaikan makan malammu, Lea," ucap Aron cepat, membuat kalimat Zohar kembali tertelan dengan wajah mengiba.
"Aku tahu" sahut Leora.
Mereka masuk kedalam ruangan terpisah setelah menyelesaikan makan malam. Namun, wanita itu justru duduk di samping tempat tidur yang terbuat dari batu, memejamkan mata dan memanggil seseorang.
.
. . . . .
. . . .
To be continued...
tanya leora ini 🧐
🤣🤭