Srikandi, gadis cantik yang selalu digilai oleh setiap laki laki yang mengenalnya. karena selain cantik dan berasal dari keluarga kaya, Srikandi juga baik hati.
Srikandi memiliki seorang kekasih bernama Arjun, tetapi tanpa sepengetahuan Srikandi ternyata Arjun hanya menganggap dirinya sebagai piala yang dia menangkan dari hasil taruhan saja. Arjun tidak pernah mencintai Srikandi yang dia anggap sebagai gadis manja, yang hanya bisa mengandalkan harta orang tua.
Padahal tanpa sepengetahuan Arjun, Srikandi juga memiliki sebuah bisnis tersembunyi, yang hanya ayahnya saja yang tahu.
Saat Srikandi tahu kebusukan Arjun, Srikandi tidak marah. Srikandi bersikap santai tapi memikirkan sesuatu untuk membalas sakit hatinya. Apalagi hadirnya pria tampan yang mencintai dirinya dengan tulus. menambah lengkap rencana Srikandi.
Arjun harus merasakan juga mencintai tapi tidak di anggap. Arjun harus tahu rasanya patah hati .
ikuti kisah selengkapnya dalam
BUKAN LELAKI CADANGAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Matahari berada tepat di atas kepala. Jam makan siang tiba bagi setiap orang yang bekerja. Akan tetapi Yudistira belum juga beranjak dari kursi kebesarannya.
Duduk termenung sambil menyandarkan punggung, angannya melayang entah ke mana.
“Tuan…? Tuan…?”
Bahkan sampai sekretaris Arkan, datang menyapanya, dan menggoyangkan telapak tangan di hadapan wajahnya pun, Yudistira tidak menyadarinya.
“Tuan..”
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Akhirnya tepukan tangan Arkan di pundaknya membawa kesadarannya kembali.
“Saya datang untuk menanyakan apakah Anda akan makan siang di luar ataukah memerintahkan chef untuk menyiapkan hidangan.” Sekretaris Arkan menjawab, kali ini tanpa menundukkan kepala. Ada yang mengusik hatinya. Ada apa gerangan dengan tuan Yudistira.
Yudistira mengecek penunjuk waktu di pergelangan tangannya, dan benar , ternyata sudah jam makan siang. Diperiksanya berkas-berkas yang bertumpuk manis di atas meja di hadapannya. Belum satupun selesai dia koreksi. Ya Tuhan, apa saja yang dia lakukan hampir separuh jari ini tadi?
“Baiklah, bawakan saja makan siang ke sini! Aku sedang tidak ingin keluar,” ucap Yudistira.
“Baik.” Sekretaris Arkan menundukkan kepala lalu membalikkan badan dan melangkah keluar. Mungkin dia akan bertanya nanti setelah tuan Yudistira selesai bersantap siang.
Yudistira menutup kembali berkas di tangannya. Biarkan nanti Arkan saja yang memeriksanya, dan dia tinggal menandatangani. Dia benar-benar sedang tidak bisa berpikir apapun sekarang.
“Dimana aku pernah melihat Si Pecundang itu..Aku merasa dia mirip seseorang, tapi siapa?” Pertanyaan yang sejak tadi mengganggu pikirannya. “Apa benar aku hanya pernah melihatnya di perusahaan cabang? Sepertinya bukan. Jadi dimana?”
Terus bergulat dengan pertanyaan yang tak dia tahu jawabannya. Sampai akhirnya berakhir karena sekretaris Arkan datang bersama dengan seorang yang bertugas menata hidangan untuknya.
Yudistira beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju sofa di mana di hadapannya, hidangan untuk makan siang sudah tertata di atas meja.
“Ah sudahlah. Tidak terlalu penting juga mengulik tentang si pecundang itu.” Yudistira bermonolog dalam hati, sambil bergerak mencuci tangannya di sebuah baskom kaca yang dibawa juga oleh orang yang bertugas membawa makanan.
“Kalian berdua ikutlah makan siang di sini!” Seru pria itu saat sekretaris Arkan dan si petugas hendak beranjak dari tempat itu.
“Pergilah ambil satu piring lagi di pantry!” Perintah Arkan pada orang tersebut yang masih terbengong tidak percaya mendengar apa yang baru saja mampir di telinganya.
“Apa dia orang baru?” Tanya Yudistira saat Arkan sudah duduk di salah satu.
"Iya, benar."
Yudistira hanya mengangguk mendengar jawaban sekretaris Arkan.
Di pantry
“Ada apa, Rudi?” Seorang karyawan yang bekerja di area pantry bertanya saat teman yang baru saja mengantar hidangan ke ruang Yudistira tampak gugup dan bingung.
“Aku tidak tahu, Pak Soni. Pasti telingaku salah. Tapi Tuan mengatakan padaku untuk ikut makan bersama dengan beliau dan Tuan Arkan. Dan Tuan akan menyuruhku untuk mengambil satu piring lagi.” Rudi menceritakan apa yang baru saja dia dengar.
“Ohh.. ya sudah sana. Jangan membuat Tuan menunggu lama.” Rudi terbengong tak percaya mendengar suara temannya. Enteng sekali dia bilang. Seperti tak akan terjadi sesuatu. Padahal dia saja gugup setengah hidup.
“Itu sudah biasa. Tuan selalu makan sedikit. Dan beliau tidak ingin ada makanan yang mubazir. Karena itu Tuan selalu mengajak siapapun yang kebetulan berada di sana untuk makan bersama.” pria yang tadi dipanggil Pak Sony menjelaskan.
“Mengajak karyawan rendahan makan bersama? Kenapa tidak beliau makan apa yang beliau ingin saja. Kemudian dibiarkan saja yang tidak habis itu. Nanti sampai pantry juga ada yang makan. Secara itu kan hidangan lezat?” Rudi mengungkapkan keheranannya pada Pak Soni.
“Yang pernah aku dengar dari Tuan Arkan, itu berarti memberikan makanan sisa. Dan Tuan Yudistira tidak menyukai hal seperti itu. Sudah sana cepat. Jangan sampai Tuan marah karena menunggumu terlalu lama!”
Rudi bergegas pergi dari tempat itu. Berlari dengan menahan dadanya masih berdegup kencang. Dia bahkan tidak percaya akan mendapat kesempatan bisa makan dan duduk bersama dengan CEO. Mimpi apa dia tadi malam.
Rumah keluarga Dharmawangsa
“Tapi, Tante. Bukankah pada saat itu Tante setuju, waktu aku bilang aku ingin dijodohkan dengan Kak Yudistira?” Parwati Dewi yang masih tidak bisa menerima dirinya ditolak oleh Yudistira mencoba mendekati nyonya Safitri.
“Mungkin ada yang salah dari pendengaranmu, Parwati. Aku memang pernah bilang akan setuju, tapi itu jika Yudistira pun menerimanya. Tetapi aku tidak akan pernah memaksakan kehendak pada putraku.” Nyonya Safitri berbicara sambil menatap datar ke arah Parwati.
“Akan tetapi sayangnya, ternyata Yudistira tidak menyukaimu. Ditambah lagi ayahmu membuat kesalahan fatal. Itu akan membuat anakku semakin tidak respek terhadap dirimu,” sambungnya.
“Tolonglah aku Tante, bicaralah pada Kak Yudistira. Dia sangat menurut dengan Tante. Pasti dia akan mau jika tante yang berbicara.”
Nyonya Safitri menggelengkan kepala mendengar permintaan Parwati Dewi. Yudistira, meskipun bersikap tegas, dingin dan datar di luar sana, tetapi terhadap dirinya, wanita yang melahirkannya, putranya itu selalu lembut dan hangat. Tapi nyonya Safitri juga tidak akan menggunakan hal itu untuk menekan putranya.
Gadis itu menunduk sendu, hilang sudah semua harapannya. Padahal tadinya dia berharap bisa menggantungkan harapan pada Nyonya Safitri. Tapi ternyata bahkan istri dari Tuan Dharmawangsa itu, juga sama sekali tak bisa diandalkan.
Apa mungkin ibu dari Yudistira itu tidak bisa melihat keberadaannya yang sebagai keponakan jauh dari tuan Dharmawangsa. Ingin sekali Parwati Dewi berbicara langsung dengan Tuan Dharmawangsa, akan tetapi dia tidak memiliki cukup keberanian. Tuan Darmawangsa adalah orang yang sangat tegas. Dan statusnya yang hanya sebagai keponakan jauh tidak membuatnya memiliki nilai lebih.
“Tante, apa Kakak Yudistira memiliki wanita lain yang dia cintai?”
Pertanyaan Parwati Dewi menghentikan gerakan tangan Nyonya Safitri yang baru saja hendak menyeruput teh dari cangkirnya. Sejenak dia berpikir. Dia juga tidak tahu kehidupan pribadi putranya. Yudistira adalah orang yang sangat tertutup. Tidak semua hal dia bicarakan. Tiba-tiba saja dia juga jadi ingin tahu.
*
“Sial..! Sia-sia aku datang ke rumah itu. Wanita tua itu sama sekali tidak bisa diharapkan.” Parwati Dewi memukul setir dengan kepalan tangannya. Dalam hatinya dia mengutuk Nyonya Safitri yang sama sekali tidak bisa memberikan dia bantuan.
“Aku harus mencari tahu. Pasti ada sesuatu tentang Yudistira. Jika benar ada wanita yang telah mengambil hatinya, maka aku harus bisa menyingkirkan wanita itu. Cita-citaku untuk menjadi nyonya Darmawangsa tidak boleh kandas.” Parwati Dewi menepikan mobilnya.
Tangannya meraih sling bag yang berada di jok di sebelahnya. Diambilnya ponselnya yang tersimpan di dalam sana. Mendekatkannya ke telinga ketika satu kontak telah dia temukan.
“Aku ingin kau mencari informasi segala sesuatu tentang Yudistira Darmawangsa. Cari tahu wanita mana yang saat ini sedang dekat dengannya!” Perintah Parwati Dewi pada orang dalam sambungan telepon.
“Yudistira Darmawangsa? Bukankah itu…? Ah tidak. Aku tidak mau berurusan dengan Tuhan Muda Dharmawangsa. Aku tidak mau karir dan hidupku menjadi taruhan. Tuan muda Dharmawangsa bukan orang yang bisa diajak main-main.” Orang di seberang sana menolak pekerjaan yang ditawarkan oleh Parwati Dewi.
“Aku bilang mencari tahu. Hanya mencari tahu bukan untuk mencelakakan. Aku hanya ingin tahu siapa wanita yang saat ini dekat dengan Yudistira. Aku pasti akan membayarmu mahal. Dan jangan khawatir, takkan terjadi sesuatu apapun padamu.”
Parwati Dewi merasa geram karena perintahnya ditolak. Akan tetapi wanita itu tidak mungkin mundur begitu saja. Apapun caranya dia harus tahu siapa wanita yang bisa mengambil hati Yudistira. Berbagai janji dia ucapkan, agar orang di seberang sana mau melakukan perintahnya.
“Baiklah..! Tapi awas jika sampai ada sesuatu yang terjadi. Aku tidak mau ikut campur.” Setelah negosiasi yang alot akhirnya orang di seberang mau juga menerima pekerjaan dari Parwati.
bnrn yudistira yg jd dktr.....
Duuhh....kl srikandi jdian sm dia,bruntung bgt....udh baik,kya rya,pduli sesama jg....d jmin bkln bhgia kl hdp sm dia....
Btw,tu nnek shir msh ngeyel aja....
tar mlah blik k dri sndri....
tapi sekarang mending, satu doang yg tembus. telkomsel. selain itu jangan harap ada jaringan.