Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Emak berlari ke mushola kecil menggoyang pundak abah yang tengah khusyu berdzikir. "Abah... Sifa hilang, Bah" Emak menangis karena ia sudah mencari seisi rumah tetapi tidak menemukan.
"Hilang? Maksudnya?" Abah menoleh cepat, setelah meraup wajahnya selesai berdoa. "Mungkin Dia ke masjid" lanjut Abah bersikap lebih tenang lagi pula ada Alvin di rumah ini.
"Sudah Emak cari di kamar Alvin?"
"Mana mungkin, anak kita di sana Abah" Emak tidak percaya itu, karena Sifa sudah berjanji akan lebih hati-hati kepada laki-laki yang belum sah menjadi suami.
"Kita cari dulu" Abah bergegas menuju kamar Alvin.
Emak mengusap air mata lalu mengikuti abah. Hanya satu-satunya kamar Alvin yang belum emak kunjungi. Emak berdiri di belakang abah yang tengah mengetuk pintu, tetapi hingga berkali-kali tidak juga di buka.
"Kita buka saja pintunya Bah" Emak sudah tidak sabar karena pikirannya semakin cemas, lalu mendorong gagang pintu hingga nampak tempat tidur yang kosong di dalam sana.
"Alvin..." panggil Abah. Lagi-lagi jendela kamar Alvin pun terbuka lebar. Abah dan emak tidak menemukan siapapun di kamar itu, emak menghubungi nomor handphone Sifa.
"Tidak di angkat Abah" Emak menangis tergugu.
"Kita cari di luar, Mak" Abah bersama Emak mencari ke luar. Ketika melewati halaman rumah, tidak menyadari jika mobil Alvin tidak ada di tempat. Pertama yang mereka datangi adalah masjid, tetapi masjid sudah sepi hanya tinggal satu pria yang biasa membersihkan masjid tengah menggulung tikar.
***********
Di salah satu rumah sakit, wanita yang dicari emak dan abah sedang mondar mandir gelisah. Pasalnya calon suaminya tengah di tangani di ruang UGD. "Ya Allah... selamatkan Alvin" begitulah doanya yang tidak pernah putus sejak dini hari tadi. Rupanya Sifa berada di rumah sakit mengantar Alvin. Jam satu pagi, Alvin dikeroyok tiga orang yang tidak dikenal hingga membuatnya terluka dan Sifa larikan ke rumah sakit.
Flashback On.
Di dalam kamar, Sifa sulit sekali untuk tidur. Pikirannya melayang jauh antara senang, terharu, dan gembira, ketika moment lamaran Alvin tadi sore melintas di benak. Sifa tidak menyangka jika akan dilamar oleh berondong sukses seperti Alvin.
"Aku harus tidur" Sifa menarik selimut hingga dada, karena besok rencananya akan kembali ke Jakarta. Mata terpejam, bibir komat kamit berdoa dan pada akhirnya terlelap juga. Namun, belum ada satu jam dia tidur, suara gaduh di samping rumah membangunkan tidurnya.
"Ada apa itu?" Sifa segera bangun, sambil berjalan ia mengikat rambut kemudian memberanikan diri membuka jendela.
"Alvin..." ucap Sifa hanya terdengar dirinya sendiri. Dalam sorot lampu bohlam yang abah pasang di samping rumah sedikit memberi penerangan, nampak Alvin tengah terdesak melawan tiga orang yang semuanya menyerang dengan senjata tajam, padahal Alvin hanya mengandalkan kaki dan tangan.
"Astagfirullah..." Sifa berlari keluar kamar, namun ketika melewati depan kamar orang tuanya, ia berjalan dengan jari kaki agar langkahnya tidak mengganggu. Sifa kemudian ke dapur ambil alu yang biasanya emak gunakan untuk menumbuk uli atau gendar. Dia memikul kayu panjang yang sudah kelimis dan licin karena sering emak pakai. Perlahan-lahan, Sifa membuka pintu depan yang masih dikunci. Ia bisa menebak bahwa Alvin keluar melalui jendela.
Sifa berjalan ke samping rumah menyembulkan kepala sedikit di tembok ujung teras. Baku hantam semakin memanas, saling tonjok, salin tendang.
"Aaagghhh..." Alvin berteriak, lalu jatuh tersungkur di tanah.
Mendengar teriakan Alvin dada Sifa terasa sesak, sudah bisa menebak bahwa calon suaminya itu terluka.
Buk buk buk!
Tidak mau membuang waktu, Sifa memukul tiga pria itu satu persatu dari belakang. Jika tidak cepat dia lakukan bisa-bisa luka Alvin semakin parah, bahkan bisa berbahaya karena masing-masing sudah mengayunkan senjata ke arah Alvin. Namun, tidak semudah itu bagi mereka karena Sifa terus menggunakan alu sebagai senjata. Ketiganya jatuh bergantian walaupun masih sempat untuk bangkit. Pria rambut gondrong itu menatap Sifa menyeringai, karena dia merasa wanita yang dia cari sudah ditemukan. Si gondrong menggerakkan tangan kepada temannya agar meninggalkan Alvin yang sudah berdarah-darah. Lebih baik melancarkan aksi meringkus Sifa dan membawanya pergi.
Buk buk buk!
Sifa tidak mau menjadi korban mereka lalu terus memukul hingga ketiga pria itu jatuh bangun, kemudian pergi dengan langkah terseok-seok. Sifa sebenarnya ingin berteriak minta tolong warga agar meringkus tiga pri itu sebelum pergi jauh. Tetapi ada yang lebih penting, tentu Alvin segera membutuhkan pertolongan.
"Al, aku panggil Abah sebentar terus kita ke rumah sakit" Sifa memandangi pakaian Alvin yang sudah penuh dengan darah hendak memanggil abah agar menggendong ke mobil.
"Tidak usah Sif, kasihan Abah, aku masih bisa berjalan" ujar Alvin, karena tanganya yang terluka parah.
"Baiklah ayo aku bantu" Sifa membantu Alvin berdiri, kemudian memapah ke dalam mobil. Sifa membuka pintu depan lalu membantunya duduk karena tangan kanan Alvin menutup luka tangan kiri yang menganga. Jika tidak demikian darah keluar semakin banyak.
"Tahan ya Al, terus berdoa" Sifa mengingatkan sebelum starter mobil kemudian melaju kencang menuju rumah sakit terdekat. Sebenarnya Sifa ingin berbuat sesuatu untuk mengobati luka-luka Alvin, tetapi terlalu berat hanya dokter yang bisa mengobati luka separah itu.
Flashback Off.
"Ya Allah... kenapa Alvin lama sekali" Sifa yang masih di ruang UGD sebentar duduk sebentar berdiri ingin segera melihat keadaan Alvin. Belum lagi memikirkan abah dan emak di rumah pasti mencarinya. Pasalnya handphone miliknya ia tinggalkan di rumah.
Hingga satu jam kemudian, Alvin sudah keluar dari ruang UGD tengok kanan kiri sepertinya mencari Sifa.
"Alvin..." Sifa yang duduk di ruang tunggu segera menghampiri. "Bagaimana Al, kenapa kamu lama sekali?" Cecar Sifa lalu mengangkat tangan kiri Alvin yang sudah di perban.
"Tangan aku dijahit Sif" Alvin mengatakan sayatan senjata tajam itu terlalu dalam hingga kena jahitan beberapa.
"Tetapi kenapa kamu tidak minta dirawat dulu Al" Sifa menatap wajah Alvin yang nampak lelah dan letih.
"Sudah... sebaiknya kita pulang" Alvin hanya butuh istirahat barang sebentar, sebab ia hanya tidur selama satu jam.
"Kalau gitu, kita tidak usah kembali ke Jakarta hari ini Al" Sifa ingin Alvin istirahat dulu. Mengenai kuliah ia akan izin dosen.
"Tidak apa-apa, kita bisa berangkat siang atau nanti sore" Alvin memutuskan.
"Tidak bisa Al, lagi pula Abah dan Emak tidak mungkin mengizinkan kamu pergi dalam keadaan seperti ini" Sifa menjawab, lalu memapah Alvin berjalan perlahan-lahan ke parkiran mobil. Namun, tiba di lobby Sifa dan Alvin berhenti ketika dua orang menghadang langkah mereka.
...~Bersambung~...