SEQUEL BURN WITH YOU
Declan Antony Zinov dituduh membunuh keluarga angkatnya yang kaya raya demi sebuah warisan. Tapi semua itu tidak terbukti sehingga pria itu menjalankan bisnis keluarganya dan menjadikan Declan pria kaya raya dan juga ditakuti karena sikapnya yang kejam.
Lucyanna Queen Nikolai merupakan cucu seorang mafia yang sudah lama menaruh hati pada Declan karena telah menyelamatkan nyawanya saat kecil. Ia sering mencari tahu berita tentang pria pujaannya itu dan berniat melamar kerja di perusahaan milik Declan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Declan dipertemukan kembali dengan gadis yang pernah ia selamatkan. Tapi melihat bagaimana wanita itu terang-terangan menyukainya membuat Declan bersikap kasar agar Lucy tidak lagi mendekatinya.
Tapi, ketika Lucy tertembak karena berusaha melindunginya. Barulah Declan menyadari betapa berartinya Lucy di kehidupannya selama ini.
#Cerita ini lanjutan dari cerita Burn With You dimana masa kecil mereka ada di Bab akhir. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athaya Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Declan tertidur selama dua jam setelah tiba dihotel tempat pria itu menginap. Lucy memesan beberapa makanan untuk pria itu. Setelah mendapatkan pengobatan pria itu memuntahkan isi perutnya dan terlihat kesakitan.
"Apa kau yakin akan berada disini bersamanya?" Tanya Dominic ketika mengantar pria itu.
Lucy menatap Declan yang terbaring lemah dengan wajah yang pucat. "Aku tidak bisa membiarkan pria itu sendirian."
"Baiklah, aku akan datang lagi besok. Hubungi aku jika terjadi sesuatu." Dominic berkata sembari menutup pintu.
Lucy melepas sepatunya dan juga mengganti pakaiannya dengan salah satu kemeja milik Declan. Ia menggulung rambut panjangnya keatas, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Declan samar-samar melihat sosok Lucy didalam kamarnya dan mengira apa yang ia lihat hanyalah mimpinya. Beberapa saat kemudian ia dibuat terkejut ketika melihat wanita itu keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaian miliknya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Declan pelan sembari berusaha bangun dari tidurnya.
"Sepertinya kau sudah merasa baikan. Aku akan menyiapkan makanan untukmu." Ujar Lucy tanpa menjawab pertanyaan pria itu.
Declan merasa tubuhnya tidak bertenaga dan mengingat apa yang ia alami beberapa saat yang lalu. "Benar-benar memalukan," batin Declan.
Lucy meletakkan makanan didepan Declan. "Aku sudah memanaskannya, sebaiknya kau menghabiskannya. Kau akan mengadakan rapat penting besok dan kau tidak mungkin tiba-tiba membatalkannya."
"Kau mengetahuinya?" Declan terkejut dan menoleh kearah Lucy dengan cepat.
"Asistenmu menghubungi ponselmu berkali-kali ketika kau pingsan dan meminta aku mengingatkanmu" Jawab Lucy sembari menyuapkan makanan ke mulut pria itu.
"Aku bisa makan sendiri." Sahut Declan.
"Baiklah. Aku akan mengambil obatmu dan juga air hangat." Ucap Lucy dengan perasaan canggung.
"Apa kau akan tidur disini?" tanya Declan beberapa saat kemudian ketika Lucy mematikan lampu.
Lucy mengatur tempat tidur disamping pria itu dan merapikan bantal untuk ia tiduri. "Apa sebaiknya aku pulang? Jika kau menginginkan itu, sebaiknya kau bersabar hingga besok pagi, karena aku sudah sangat lelah dan mengantuk."
"Tidurlah. Terima kasih sudah ada bersamaku." Gumam Declan sembari menatap wajah Lucy yang sudah memejamkan mata disampingnya.
"Selamat tidur, Declan." Bisik Lucy dan tertidur dengan cepat.
"Selamat tidur, Lucy." Declan berkata sembari mengecup kening wanita itu lembut.
Keesokan harinya Declan terbangun terlebih dahulu ketika mendengar bunyi ponselnya. Ia membuka mata perlahan dan menyadari posisi tidur mereka yang begitu intim. Lucy memeluk tubuhnya dengan kepala wanita itu berada diatas tangannya.
Dengan perlahan Declan mengangkat telepon dan berbicara dengan asistennya. "Aku sudah baik-baik saja dan akan siap beberapa saat lagi. Sebaiknya kau tidak masuk kesini. Tunggulah aku di lobby."
Declan tersenyum ketika merasakan gerakan Lucy yang semakin menempel padanya. "Kau benar-benar membuatku gila. Jika saja aku tidak memiliki janji penting, aku sudah menerkammu saat ini."
"Apa kau sudah baik-baik saja? Apakah perutmu masih terasa sakit?" Lucy bertanya dengan dengan malas dan membuka matanya perlahan.
Declan mengecup kening Lucy dan bangkit perlahan. "Aku sudah baik-baik saja. Tidurlah lagi, Lucy. Aku akan bersiap-siap untuk rapat. Jika kau masih disini saat aku kembali aku berjanji akan menyelesaikan semuanya dengan cepat."
"Entahlah," Lucy berkata pelan kemudian tertidur kembali.
...****************...
Lucy menatap keluar jendela dan melihat matahari mulai terbenam. Seharusnya ia kembali dan tidak menunggu Declan. Tetapi sejak ia terbangun beberapa jam yang lalu, ia sangat ingin bertemu pria itu lagi. Merasakan pelukan pria itu lagi setelah sekian lama membuat rasa rindunya semakin membuncah dan membuat ia berakhir dengan menantikan pria itu kembali.
"Lucy." Sahut Declan diambang pintu ketika melihat sosok Lucy.
"Dec, kau sudah kemba-
Declan mencium bibir Lucy dengan penuh hasrat. Setelah sekian lama bisa merasakan bibir wanita itu lagi membuat ia menjadi lepas kendali dan membuka pakaian wanita itu hanya dengan satu tarikan. Ia tidak peduli lagi dengan bunyi sobekan dari kemeja miliknya, dan jemarinya sudah menyentuh seluruh tubuh Lucy dengan kasar.
Lucy mendesahkan nama Declan ketika pria itu menyatukan tubuh mereka. Bibir pria itu bergerak disepanjang lehernya dan mengisapnya dengan kuat hingga membuat Lucy semakin bergairah.
"Kau membuatku gila. Aku tidak akan membuatmu tidur malam ini, Lucy." Gumam Declan ditelinganya.
Desahan Lucy semakin tidak beraturan ketika ia mencapai puncaknya. Declan menikmati pemandangan dibawahnya, dimana wajah dan rambut wanita itu berantakan akibat ulahnya. Mata wanita itu terlihat seksi dan membawa Declan semakin mempercepat gerakan tubuhnya. Declan menunduk dan mencium bibir Lucy yang sudah membengkak akibat ulahnya.
Tangan kekarnya menarik tubuh Lucy hingga wanita itu berada dipangkuannya, membuat penyatuan mereka semakin terasa dalam. Declan menambah kecepatan gerakannya, dan mencium dada wanita itu bergantian. Kepala Lucy terasa pening ketika merasakan puncak gairah yang kesekian kalinya akan datang padanya.
Lengan Lucy melingkari leher Declan dan kepalanya mendongak ke belakang ketika mereka berdua bersama-sama mencapai puncak. Declan menumpahkan cairan kedalam tubuh Lucy, dan tidak membiarkan wanita itu melepaskan penyatuan mereka.
"Apa kau sudah gila? Mengapa kau menumpahkannya didalam?" Lucy bertanya dengan nafasnya yang tidak beraturan.
Declan tidak menjawab pertanyaan Lucy dan mencium bibir wanita itu lagi. Ia kemudian membawa wanita itu kesalah satu ruangan dan kembali mencumbunya. Declan membelai paha Lucy dan mendudukkan wanita itu disalah satu meja besar yang merupakan ruang kerja miliknya.
Declan menyingkirkan barang-barang yang ada diatas meja dan menyatukan tubuhnya dengan tubuh Lucy. Erangan Lucy terdengar menggema diruangan kedap suara miliknya dan membuat ia semakin bergairah.
Entah sudah berapa banyak pelepasan yang dirasakan Lucy, hingga akhirnya membuat dirinya jatuh tertidur dengan tubuh yang berantakan. Declan mencium bibir lembut Lucy dan menatap wajah cantik wanita itu. "Demi Tuhan, wanita ini benar-benar membuatnya menjadi pria gila," ucap Declan dalam hati.
"Masih lemas?" Tanya Declan keesokan harinya ketika melihat Lucy terbangun.
"Kau jahat. Aku seperti mau mati, sebaiknya kau tidak melakukan apapun padaku saat ini." Jawab Lucy ketika merasakan jemari pria itu sudah membelai punggung dan berpindah meremas dadanya.
Declan melumat bibir Lucy sambil menyatukan tubuh mereka kembali. Wanita itu menatap tajam kearah Declan dan merasa dirinya kembali mengerang ketika bibir pria itu sudah berada didadanya dan menggigitnya lembut. Ia sangat yakin pria itu membalas dendam karena tidak bisa melakukan hal-hal seperti ini padanya.
"Kau sangat cantik" Bisik Declan ditelinga Lucy dengan tubuhnya masih bergerak diatas wanita itu. "Hanya aku satu-satunya orang yang akan melihat pemandangan ini."
"Begitupun sebaliknya" balas Lucy sembari mendesahkan nama Declan ketika ia merasakan pelepasan.