Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Pangeran Riana memeluk Yuki erat, mengecup lembut keningnya. “Kau tidak harus menyembunyikannya, Yuki. Terima kasih telah menjaga kandunganmu sampai sekarang,” bisiknya dengan nada penuh kasih.
Yuki merasa beban di dadanya sedikit berkurang, meskipun kecemasannya belum sepenuhnya hilang.
Pangeran Riana menatap Yuki dengan lembut, “Kau dan anak kita adalah yang terpenting sekarang. Aku akan melindungi kalian, apa pun yang terjadi.”
...****************...
Yuki berjalan jalan di taman. Menikmati sore hari yang tenang. Dia bersama dua orang pelayan dan dua orang prajurit yang mengikutinya dengan setia di belakang. Berhati-hati melangkah. Menghirup udara yang sebentar lagi berganti musim.
Saat Yuki melangkah. Putri Marsha tiba-tiba muncul didepan Yuki dan mencegat Yuki.
“Bisa Kita bicara sebentar” kata Putri Marsha tenang.
Yuki berhenti sejenak, menatap Putri Marsha dengan alis yang sedikit terangkat. Pelayan dan prajurit di belakangnya waspada, tetapi Yuki memberi isyarat agar mereka tetap tenang. “Tentu saja,” jawab Yuki dengan nada datar, meskipun ada sedikit kewaspadaan dalam suaranya.
Putri Marsha melangkah mendekat, suaranya tetap tenang, tetapi ada ketegangan di balik tatapannya. “Aku hanya ingin tahu, sampai kapan kau akan tetap di samping Pangeran Riana? Apa kau pikir kau satu-satunya yang berhak berada di sisinya?”
Yuki menghela napas pelan, menatap Marsha dengan tatapan yang tak terbaca. “Apa maksudmu Putri?”
“Kau pasti tahu dengan kisahku dan Pangeran di masa lalu. Aku adalah pacar pertamanya sekaligus gadis yang menemani pengalaman pertamanya di atas ranjang” kata Putri Marsha dengan angkuh. Yuki tetap tenang, meskipun hatinya terasa sedikit teriris mendengar kata-kata Putri Marsha. “Aku meninggalkannya karena waktu itu, Aku kecewa. Bukan Akulah yang dipilih dewa menjadi ratunya. Aku tidak mau ada wanita lain. Karenanya aku pergi dan menikahi orang lain. Tapi nyatanya hatiku tidak berubah dan aku masih mencintainya”
Yuki merasakan dadanya menegang mendengar kata-kata Putri Marsha. Meskipun ia berusaha tetap tenang.
“Jadi jangan menghalangiku Putri Yuki. Pangeran Riana adalah calon raja. Mempunyai banyak wanita adalah hal wajar. Kau hanya dibutuhkan karena Kau adalah calon ratu yang ditunjuk dewa. Tapi hati pangeran tetap ada padaku”
Yuki menahan napas, mencoba tetap tenang meski amarah dan rasa cemburu mulai membara di dalam dirinya. Dia tahu, kata-kata Putri Marsha hanyalah usaha untuk memprovokasinya.
“Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi di masa lalu,” Yuki menjawab dengan suara yang lebih tenang daripada yang ia rasakan. Yuki menunduk, merasakan kesedihan yang dalam di dadanya. Dia mengerti keinginan Putri Marsha, tapi itu tidak membuatnya lebih mudah untuk diterima. Dalam hatinya, Yuki tahu bahwa berbagi cinta Pangeran Riana dengan wanita lain bukanlah sesuatu yang bisa dia terima begitu saja.
Namun, Yuki memilih diam. Dia tidak ingin terlibat dalam konfrontasi yang lebih jauh. Apapun jawabannya sekarang, Pangeran Riana yang seharusnya memutuskan.
“Aku tidak punya kuasa untuk memutuskan hal seperti itu,” akhirnya Yuki berbisik. “Jika Pangeran Riana ingin berbicara tentang ini, biar dia yang memutuskan.”
Kemudian, tanpa berkata apa-apa lagi, Yuki berbalik, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar.
...****************...
“Wajahmu jelek sekali”
Yuki terkejut mendengar suara Bangsawan Voldermon yang tiba-tiba muncul di tengah perjalanan menuju kamarnya. Dia mengerutkan alis, menyadari bahwa wajahnya pasti menunjukkan perasaan yang bercampur aduk setelah pembicaraannya dengan Putri Marsha.
Yuki memaksa tersenyum, meski lelah. “Aku hanya sedikit lelah.”
Bangsawan Voldermon mendekat, pandangannya penuh perhatian. “Lelah atau tidak, kau tidak perlu mengurung dirimu seperti beruang kutub. Kenapa tidak berjalan-jalan sebentar lagi? Aku akan menemanimu. Udara segar akan membantu mengembalikan semangatmu.”
Yuki menatapnya ragu-ragu, tapi dia tahu Bangsawan Voldermon hanya berusaha menghiburnya. “Baiklah,” jawab Yuki pelan, memutuskan untuk menerima sarannya dan menunda kembali ke kamarnya sejenak.
Yuki dan Bangsawan Voldermon berjalan perlahan di sepanjang taman, menikmati keheningan yang nyaman di antara mereka. Yuki telah meminta para pelayan dan pengawal untuk meninggalkan mereka berdua, merasa bahwa dia butuh waktu sendiri dengan seseorang yang tidak akan membuatnya merasa terbebani. Bangsawan Voldermon, dengan sikap santainya, adalah pilihan yang tepat.
Mereka tidak berbicara banyak di awal. Angin sejuk berhembus, dan daun-daun yang berguguran melintasi jalan setapak. Yuki sesekali mencuri pandang pada Bangsawan Voldermon, merasa tenang oleh kehadirannya yang tak pernah menuntut.
“Aku bisa melihat kau sedang memikirkan sesuatu,” kata Bangsawan Voldermon akhirnya, memecah keheningan.
Yuki terdiam sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Hidupku begitu rumit sekarang. Ada banyak hal yang terus mengganggu pikiranku.”
Bangsawan Voldermon mengangguk mengerti, tapi tidak mendesaknya untuk berbicara lebih banyak. “Kau tahu, kadang-kadang tidak semua hal perlu diselesaikan dalam satu waktu. Terkadang yang kau butuhkan hanya melangkah mundur dan menikmati momen, seperti yang sedang kita lakukan sekarang.”
Yuki menatapnya, mencoba menyerap kata-katanya. Mungkin dia benar, mungkin dia perlu melupakan sejenak masalahnya. Tapi bayang-bayang Putri Marsha dan kehamilannya yang tetap menghantuinya.
“Tidak usah kau pikirkan perkataan Marsha.”
Yuki menatap Bangsawan Voldermon dengan sedikit keterkejutan, seolah-olah dia bisa membaca pikirannya.
Bangsawan Voldermon tersenyum lembut, sedikit mengangkat bahu. “Aku tahu cukup banyak tentang orang-orang di sekitar Riana. Marsha mungkin memiliki masa lalu dengan Riana, tapi saat ini, dia hanya berfungsi sebagai bagian dari permainan kekuasaan. Bagi Riana, dia tidak lebih dari sekadar alat politik.”
Yuki terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. “Tapi, Putri Marsha bilang dia masih mencintai Pangeran Riana. Dia bilang Pangeran Riana akan selalu mencintainya,” ujarnya pelan, ada keraguan dalam suaranya.
Bangsawan Voldermon menatap Yuki dengan tatapan yang serius. “Cinta yang dulu dan cinta yang sekarang bisa sangat berbeda, Yuki. Yang harus kau tanyakan bukan apakah Riana pernah mencintai Marsha, tapi siapa yang dia cintai sekarang. Dan itu, aku yakin, adalah kau.”
“Aku….” Yuki termenung sesaat. “Ataukah Aku juga sekedar alat politiknya”
Bangsawan Voldermon menghentikan langkahnya dan memandang Yuki dengan serius. “Kau bukan sekadar alat politik, Yuki. Riana benar-benar mencintaimu. Dia berjuang untuk menjaga hubungan ini dari berbagai tekanan yang datang, termasuk dari Marsha.”
Yuki merasa sedikit terhibur, tetapi keraguan masih menyelimuti pikirannya. “Tapi, jika aku adalah calon ratu yang ditunjuk, bukankah itu berarti aku hanya berfungsi sebagai langkah untuk mengukuhkan posisi Pangeran Riana?”
“Tidak, Yuki. Dalam dunia seperti ini, banyak hal yang terlihat seperti politik, tetapi ada juga perasaan yang tulus di dalamnya. Riana bersikap melindungimu bukan hanya karena kau calon ratu, tapi karena dia peduli padamu,” kata Bangsawan Voldermon tegas.
“Namun, bagaimana jika semua ini hanya ilusi? Bagaimana jika Pangeran Riana memiliki rencana lain yang tidak melibatkan aku?” Yuki bertanya, suaranya bergetar.
“Jika dia memiliki rencana lain, maka dia akan mengungkapkannya. Namun, selama ini, aku melihatnya berusaha melindungimu dan menjaga keutuhan hubungan kalian. Jangan biarkan keraguan merusak kepercayaanmu padanya,” jawab Bangsawan Voldermon, menatap Yuki dengan tulus.
Yuki menghela nafas.
Memandang ke langit luas didepannya. Termenung sesaat.
“Aku ingin berlibur, jauh dari istana. Mungkin pergi ke pantai meskipun sekarang baru memasuki musim semi”
Bangsawan Voldermon mengangguk, memahami keinginan Yuki untuk melarikan diri sejenak dari tekanan dan kerumitan istana. “Itu ide yang baik, Yuki. Pantai selalu memberikan ketenangan dan keindahan yang bisa mengalihkan pikiranmu dari semua yang terjadi.”
Yuki tersenyum kecil, membayangkan pasir putih dan deburan ombak yang menenangkan. “Aku ingin merasakan angin laut dan mendengar suara ombak. Di sana, aku bisa merasa lebih bebas, tidak terikat oleh semua ekspektasi ini.”
“Jika kau ingin pergi, aku bisa membantu merencanakannya. Kita bisa membuatnya menjadi perjalanan yang menyenangkan,” kata Bangsawan Voldermon dengan semangat. “Berbicaralah kepada Riana tentang hal ini mungkin juga bisa membantumu. Dia mungkin akan mengizinkanmu pergi, terutama jika itu bisa membuatmu lebih bahagia.”
Yuki mengangguk setuju, tetapi keraguannya masih ada. “Tapi… bagaimana jika Pangeran Riana menolaknya.”
“Bicaralah dengan jujur. Katakan padanya apa yang kau rasakan. Riana menghargai keterbukaan, dan dia pasti akan memahami bahwa kau butuh waktu untuk bersantai sejenak jauh dari istana” kata Bangsawan Voldermon menyemangati.
Yuki merasa sedikit lebih ringan setelah mendengar kata-kata Bangsawan Voldermon. “Baiklah, aku akan melakukannya. Semoga Pangeran Riana setuju, jadi kita bisa pergi berlibur ke pantai.”
“Kenapa Kau tidak bilang ingin pergi ke pantai” tanya Pangeran Riana tiba-tiba, Dia muncul tanpa suara dibelakang Keduanya.
Yuki terkejut dan seketika wajahnya memerah. Dia tidak menyangka Pangeran Riana ada di belakang mereka dan mendengar seluruh percakapan. “Pangeran… aku—”
Riana mengangkat tangan, meminta Yuki untuk berhenti berbicara. “Tidak perlu menjelaskan, Yuki. Aku mengerti.” Suaranya lembut tetapi ada nada tegas di dalamnya.
Yuki merasa bersalah. “Aku hanya ingin merasakan kebebasan sejenak, Pangeran.”
Pangeran Riana melangkah mendekat, wajahnya serius. “Jika kau ingin pergi ke pantai, aku akan mengatur semuanya. Kita bisa pergi bersamamu, sehingga kau tidak perlu merasa sendirian.”
“Bersama?” tanya Yuki, bingung dengan tawaran itu.
“Ya. Aku ingin memastikan kau merasa nyaman dan aman. Jika pergi bersamaku bisa membantumu, maka aku akan melakukannya,” jawab Pangeran Riana, menatap Yuki dengan intens. “Jangan berpikir bahwa aku akan menghalangimu. Aku hanya ingin kau bahagia.”