“Ah. Jangan tuan. Lepaskan saya. Ahhh.”
“Aku akan membuatmu mendesah semalaman.”
Jasmine Putri gadis kampung yang berkerja di rumah milyarder untuk membiayai kuliahnya.
Naas, ia ternoda, terjebak satu malam panas bersama anak majikannya. Hingga berakhir dengan pernikahan bersama Devan anak majikan tampannya.
Ini gila. Niat kuliah di kota malah terikat dengan milyarder tampan. Apakah Jasmine harus bahagia?
“Aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini,” tekan Devan frustasi menikah dengan pelayan.
“Aku harus menemukan dia.” Kenang Devan tentang gadis misterius yang menyelamatkan tiga tahun lalu membuatnya merasa berhutang nyawa.
Bagaimana pernikahan Jasmine dengan Devan anak majikannya yang dingin dan jutek namun super tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Wawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Di ruangan terlihat seorang pemuda duduk di ranjang rumah sakit menatap kosong. Pikirannya mengudara ke suatu hal.
“Van, waktunya minum obat,” ucap Raline menyodorkan pil ke arah pemuda itu.
Sejak Devan mendapatkan perawatan di rumah sakit perempuan itu selalu berada di sampingnya.
“Ini minumlah.”
Devan menerima obat dari Raline kemudian menelannya. Setelahnya menerima sodoran gelas berisi air putih.
“Terima kasih,” ucap Devan.
Raline tersenyum lembut.
“Aku menyusahkanmu lagi. Tiga tahun yang lalu saat aku kecelakaan kau juga bersamaku. Kau merawatku. Bahkan ikut pindah denganku ke Jerman. Kau selalu ada untukku. Kau adalah sahabat terbaikku,” ucap Devan dengan senyum getir.
Ya tiga tahun yang lalu saat kecelakaan itu terjadi Ralinelah yang terus bersama dengannya hingga melakukan pengobatan di Jerman. Perempuan itu selalu bersama dengannya. Devan berhutang budi pada Raline, karena itulah sebagai bentuk terima kasih Devan, ia tidak pernah menolak apa-pun permintaan atau pun perkataan Raline, ia sangat patuh.
“Sudah tidak apa-apa, jangan bahas itu lagi. Itu wajar kita sudah bersahabat sejak kecil.”
Devan mengukir senyum kecil.
Tak lama pandangannya teralihkan ke arah pintu. Entah mengapa sejak tadi perasaannya gelisah. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.
***
Sementara itu Jasmine menjalani hari seperti biasa. Saat ini dia berada di kampus. Sedikit tenang karena Devan tidak ada, pemuda itu sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Namun walau seperti itu Jasmine sangat prihatin dan cemas dengan apa yang terjadi pada pemuda suka menindas itu.
“Mimin!” teriak seorang perempuan membuyarkan lamunannya. Siapa lagi jika bukan perempuan bermake up tebal, Luna yang sedang memasang wajah marah karena batalnya jalan-jalan kemarin.
“Kenapa kau tidak datang! kau tiba-tiba membatalkan janji ketemuan kita!” gerutu Luna sembari memukul-mukul bahu Jasmine kesal. Oh bagaimana tidak kesal dia sudah menunggu Jasmine malah mengabarkan tidak bisa datang.
“Aduh,” ringis Jasmine.
“Maaf Lun aku ada tugas dadakan,” terang Jasmine.
Luna menghentikan aksinya.
“Kau tahu, aku sudah menunggumu lama!” omel Luna.
“Maaf!” ucap Jasmine merasa bersalah. Uhg, ini semua karena Devan.
Luna melengos, membuang muka. Masih kesal.
“Maaf, enak saja,” ucapnya.
Jasmine meraih tangan Luna. “Lun, maaf,” ujar Jasmine membuat wajah sememelas mungkin.
Luna membuang napas kasar.
“Ya baiklah. Aku akan memaafkanmu asal ....”
“Asal apa Lun,” sambar Jasmine.
Luna kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Lalu memberikan pada Jasmine.
“Bantu aku jualkan dan promosikan obat pelangsingku,” ujar Luna.
“Obat pelangsing! Apalagi ini Lun?” sentak Jasmine tak percaya. Sahabatnya ini memang unik.
“Bantu aku menjual obat pelangsing ini. Live in di fb mu ya.”
“Hei. Kenapa harus obat pelangsing sih. Apa mungkin laku!” serunya.
“Pasti laku Min. Cream wajah aku kemarin aja lumayan laku karena kamu. Pasti obat pelangsing ini juga laku,” yakin Luna.
Walau Jasmine jarang live, tapi Jasmine selalu memposting cream wajah Luna itu di media sosialnya. Hingga mulai ada pemesan.
“Obat pelangsing bagus banget khasiatnya. Ini obat hasil kerja samaku dengan orang Korea. Oh iya katakan pada emak-emak obat ini bisa bikin badan kurus kaya papan makam,” jelas Luna.
Jasmine tercengang mendengar ucapan Luna.
“Kurus kaya papan makam. Ih, serem banget Lun,” decak Jasmine.
“Sudah katakan saja seperti itu. Emak-emak pasti tertarik.”
“Tapi, Lun.”
“ Mau dimaafin ngak nih?”
“Ya baiklah,” mengiyakan.
“Gitu dong. Semangat Min. Ingat kalung nenekmu yang ingin kau tebus, semakin banyak produkku yang terjual, semakin banyak cuan, semakin cepat juga kau menebusnya di pegadaian,” ucap Luna dengan senyuman.
Jasmine terdiam.
"Benar juga. Lagi pula aku punya sedikit waktu, tuan Devan sedang berada di rumah sakit, aku bebas,” batin Jasmine.
“Oh. Iya. Bagaimana keadaannya? Semoga tuan Devan baik-baik saja,” batin Jasmine cemas. Walau dia selalu di tindas oleh pemuda itu. Tapi perasaan tak tega melikupi hatinya ketika keadaan tuannya tidak baik-baik saja.
Jasmine pun tidak bisa seenaknya untuk menemui Devan. Siapalah dia hanya pelayan biasa. Apalagi dia di perintahkan oleh bibi Anna untuk tetap menjalankan tugas seperti biasa. Akan mencolok jika dia datang ke rumah sakit tanpa perintah.
***
Di ruang perawatan. Devan dan Raline berbincang mengenang persahabatan mereka sejak dulu. Sesekali Devan menatap ke arah pintu. Seperti sedang menunggu seseorang.
Sudah berkali-kali pintu terbuka, namun hatinya hanya di balut kecewa tak seperti yang ia harapkan.
Suara derit pintu ruangan terdengar membuat netra Devan terarakan cepat. Ia harap-harap cemas. Semoga sesuai dengan harapannya.
Raut wajah Devan datar saat melihat yang masuk seorang perempuan paruh baya.
“Bibi Anna!” sapa Raline.
“Bagaimana keadaan tuan?” tanya bibi Anna.
“Aku baik-baik saja,” balas Devan malas.
Devan berdecak kesal dalam hati.
“Di mana dia? Aku sedang di rumah sakit. Tapi dia malah sekali pun tidak datang menjengukku,” batin Devan mengerucutkan bibirnya.
Yaelah sewot ngak di jenguk ama Mimin. Di cariin juga ternyata. Tega sih.
Like, Coment ...
pelabuhan terakhir cinta Nathan Wang