Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Kiriman Banaspati
Selama belasan menit, Jaka yang sudah dalam kendali si loreng terus mengaum-aum keras hingga membuat para tetangga dekat Pak Rahmat pun semakin ketakutan karena mereka mengira jika itu adalah suara harimau betulan yang sedang nyasar masuk perkampungan.
Bu Ida yang sudah tidak tahan menyaksikan keanehan tingkah anaknya pun terpaksa mengusik ketenangan keluarga Bu Maemunah.
Tok tok tok!
"Bu Maemunah! Pak Solikin! Tolong buka pintunya! Ini saya Bu Ida!"
Tak berapa lama, terdengarlah suara jendela yang dibuka.
"Lo Bu Ida, kenapa malam-malam begini panjenengan ke sini? Ada harimau berkeliaran lo, Bu," kata Pak Solikin pelan dari jendela yang sengaja dibuka sedikit.
Selama ini, Pak Rahmat dan Bu Ida memang sengaja merahasiakan kondisi Jaka. Jadi selain Pak Ustadz Somad dan Mang Udin, orang lain tidak ada yang tahu.
"Itu bukan suara harimau betulan, Pak Solikin. Itu suaranya Jaka," ucap wanita paruh baya itu dengan perasaan cemas campur takut.
"Suaranya Jaka bagaimana to, Bu Ida?" Pak Solikin masih belum paham.
"Mending panjenengan keluar saja Pak Solikin, supaya tau apa yang sebenarnya terjadi. Saya sudah gak kuat nglihatnya," ujar Bu Ida.
Tak lama kemudian, terdengarlah suara pintu terbuka dan muncullah sosok Pak Solikin yang diikuti oleh Bu Maemunah dan anak mereka Yoga.
"Kalian lihat saja sendiri di sana," kata Bu Ida sambil menunjuk ke arah atap rumahnya.
"Astaghfirullah al-haziiim... Jaka kok bisa di atap rumah to, Bu Ida?" Pak Solikin sangat terkejut, begitu juga istri dan anaknya.
"Penjelasannya kapan-kapan saja Pak, sekarang ini situasinya sedang bahaya," ucap istrinya Pak Rahmat.
"Bahaya piye to, Bu Ida?" Bu Maemunah penasaran.
"Kata Pak Ustadz Somad, keluarga saya mau dikirimi serangan gaib, Bu Maemunah," terang Bu Ida.
"Dikirimi serangan gaib dari siapa, Bu Ida? Perasaan panjenengan itu gak punya musuh lo," ucap Bu Maemunah.
"Entahlah Bu Maemunah, saya juga tidak tahu."
Melihat kondisi tetangga dekatnya sedang tidak baik-baik saja, Pak Solikin pun ikut bergabung melantunkan doa-doa bersama Pak Rahmat dan Pak Ustadz Somad. Sementara itu, Bu Ida, Bu Maemunah dan Yoga, masuk ke dalam rumah.
Sekarang ini tampaklah Jaka sedang duduk bersila di atap rumah dengan sikap tangan seperti bertapa sambil mulutnya komat-kamit.
Menjelang tengah malam, Jaka bangkit berdiri lagi sambil mengaum-aum keras hingga membelah keheningan malam.
Tiba-tiba dari arah timur, muncullah bola api merah yang terbang melayang menuju ke rumah Pak Rahmat.
Segera saja, Jaka mengeluarkan cahaya putih dari telapak tangan kanannya dan melemparkan cahaya itu ke arah banaspati, dan...
Duaarr!!!
Terdengar ledakan yang sangat keras, yang tak lama kemudian muncullah sosok menyeramkan dari ledakan tersebut.
Makhluk itu tinggi besar, berwajah merah menyeramkan, bertaring dan memakai jubah bak api yang berkobar. Sosok itu berteriak kencang sampai suaranya mengusik sebagian besar warga kampung.
Yang terjadi kemudian, Jaka melompat dari atap rumah dan mendarat di halaman. Bersamaan dengan itu muncullah bayangan harimau dari tubuh bocah laki-laki tersebut, yang semakin lama semakin besar dan jelas.
Pertempuran sengit pun terjadi. Kedua makhluk itu saling menyerang dan kelihatan sama-sama kuat.
Para warga kampung yang sangat penasaran dengan apa yang terjadi, memberanikan diri untuk keluar rumah. Dan setelah ada di luar rumah, mereka sangat terkejut begitu melihat ada harimau raksasa sedang bertarung dengan makhluk merah menyala dan menyeramkan.
Untuk beberapa warga yang penakut, khususnya para ibu, mereka segera kembali masuk ke dalam rumah dengan perasaan panik. Sementara untuk kaum bapak-bapak dan para pemuda, mereka bergabung dengan Pak Ustad Somad, Pak Rahmat, dan Pak Solikin memanjatkan doa-doa.
Bu Ida, Bu Maemunah dan Yoga yang juga ingin tahu apa yang sedang terjadi di luar, dengan perasaan was-was, mereka mengintip dari jendela.
Begitu tahu keadaan di luar, Bu Ida yang sedari tadi perasaannya sudah campur aduk, kini malah semakin tambah tidak karuan. Wanita paruh baya itu sangat mengkhawatirkan keselamatan anaknya.
Kejadian mencekam malam itu juga terdengar hingga rumah Pak Bedjo. Karena kondisinya sedang gawat, pria paruh baya tersebut menyuruh istri dan anaknya untuk tetap di rumah saja.
Dengan langkah cepat, Pak Bedjo pergi ke arah sumber suara. Dari jarak sekian meter, pria paruh baya itu melihat kerumunan para kaum adam, yang setelah lumayan dekat, rupanya mereka tampak melantunkan doa-doa.
Bukan main terkejutnya Pak Bedjo ketika melihat di halaman rumah Pak Rahmat yang memang lumayan luas terjadi pertarungan antar dua makhluk gaib. Tak lama kemudian, pria paruh baya itu pun turut memanjatkan doa-doa.
Suasana malam itu terasa sangat mencekam dan menegangkan. Malam yang seharusnya menjadi waktu yang tepat untuk istirahat dalam ketenangan berubah menjadi malam yang mengerikan.
Pertempuran antara si loreng dengan banaspati terus berlanjut hingga hampir 2 jam, dan akhirnya makhluk merah menyeramkan itu berubah menjadi bola api lagi lalu melesat kembali menuju ke arah timur.
Begitu lawannya kabur, untuk sesaat harimau raksasa tersebut mengaum-aum dengan keras, yang tak lama kemudian tubuhnya menyusut dan berubah transparan lalu menghilang di tubuh Jaka.
Sebagai seorang bapak, dengan segera Pak Rahmat menghampiri tubuh anaknya yang sedari tadi tidak bergerak lalu menggotongnya untuk dibaringkan di atas kasur.
Sementara itu, para kaum adam yang sebagian besar belum tahu kondisi Jaka yang sebenarnya, tampak berkerumun di halaman rumah Pak Rahmat sambil kasak kusuk, merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Merasa kondisinya sudah aman, Bu Ida pun segera berlari kembali ke rumah dengan diikuti oleh Bu Maemunah dan Yoga. Istrinya Pak Rahmat itu benar-benar mencemaskan keadaan anaknya.
"Bagaimana keadaan anak saya, Pak Ustadz?" tanya Pak Rahmat dengan perasaan khawatir.
"Untuk sekarang ini biarkan Jaka istirahat dulu, Pak Rahmat. Kemungkinan, besok siang dia akan siuman," jawab Ustadz Somad.
"Terus terang saya tidak bisa mengusir khodamnya Mbah Wongso dari tubuh Jaka, karena khodam ini merasuk ke badan Jaka atas kemauannya sendiri. Bisa dikatakan khodamnya Mbah Wongso tertarik dengan Jaka," lanjut Pak Ustadz itu.
"Terimakasih banyak, Pak Ustadz. Maaf kalau saya sudah merepotkan panjenengan lagi," Pak Rahmat merasa tidak enak hati.
"Pak Rahmat tidak perlu merasa sungkan. Kita ini kan tetangga. Kalau begitu saya pamit pulang dulu, Pak Rahmat, Bu Ida," ucap Ustadz Somad.
"Inggih Pak Ustadz, sekali terimakasih banyak," sahut Bu Ida yang saat itu sedang duduk di ranjang anaknya.
Jam di dinding kamar Jaka menunjukkan pukul 3.07 dini hari. Para kaum adam yang tadi berkumpul di halaman rumah Pak Rahmat, sudah kembali ke kediaman masing-masing untuk melanjutkan istirahat mereka.