NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Clareance

Takdir Cinta Clareance

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Aliansi Pernikahan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa
Popularitas:58.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Budi Asih

Sejak kecil Rea seorang anak tunggal terlalu bergantung pada Jayden. Laki-laki sok jagoan yang selalu ingin melindunginya. Meskipun sok jagoan dan kadang menyebalkan, tapi Jayden adalah orang yang tidak pernah meninggalkan Rea dalam keadaan apapun. Jayden selalu ada di kehidupan Rea. Hingga saat Altan Bagaskara tidak datang di hari pernikahannya dengan Rea, Jayden dengan jiwa heroiknya tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pengganti mempelai pria. Lalu, mampukah mereka berdua mempertahankan biduk rumah tangga, di saat orang-orang dari masa lalu hadir dan mengusik pernikahan mereka?



Selamat Membaca ya!


Semoga suka. 🤩🤩🤩

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Budi Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep 24

"Jam berapa ini, Jayden? Begadang lagi semalam?"

Lelaki berambut semi ikal itu hanya tersenyum, lalu mengekori ibunya menuju pantry. "Mama datang jam berapa? kok nggak nelpon dulu kalau mau datang ke sini?"

"Memangnya kenapa kalau Mama datang mendadak? Takut ketahuan kalau kamu suka ngumpetin perempuan?"

"Nggak ada, Mam."

"Mama justru berharap ada perempuan yang kamu umpetin di sini."

Jayden memutar bola matanya dan duduk di kursi menghadap meja makan, memperhatikan ibunya yang sibuk menyiapkan makanan untuknya.

"Mama bawain kamu sarapan," katanya mengeluarkan beberapa kotak sarapan yang ia bawa dari rumah. "Tadi mama cek lemari es kamu. Masa isinya cuma pemadam kebakaran doang," sindirnya saat menemukan banyak sekali botol air putih di kulkas putranya, tak ada yang lain.

"Belum belanja, Mam. Lagian Jayden jarang makan di rumah."

Amaya menghela napas panjang. "Makanya buruan nikah, Jayden. Biar ada yang ngurusin rumah. Ada yang masak buat kamu, ada yang nemenin makan, ada yang ...."

"Mam, please stop it," potong Jayden dengan wajah malas.

"Hubungan kamu sama Brigita bagaimana?"

"Biasa saja."

"Jayden, dia itu gadis baik-baik, loh."

"Ya, i know. Terus kenapa?" Tanyanya enteng sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Dia suka sama kamu."

"Jayden tahu."

"Terus? kamu nggak ada perasaan apaan gitu sama dia?"

"Enggak."

"Coba deh kamu kencan sama dia, pendekatan gitu. Siapa tahu cocok. Mama suka loh sama dia."

Jayden terdiam, pura-pura tak mendengar ucapan ibunya.

"Jayden, Mama serius, loh. Kamu itu butuh pendamping. Butuh sentuhan perempuan."

"Maaam, apaan, sih?" Protesnya kesal.

"Maksud Mama tuh, kamu butuh sosok perempuan yang bisa kamu ajak berbagi. Sebentar lagi Clareance mau menikah, loh. Apa kamu nggak kepingin nikah juga?"

Jayden mendorong piring kosongnya ke tengah, lalu meneguk air putih hingga tandas. Lelaki itu bangkit hendak masuk ke dalam kamar, sama sekali tak ingin merespons ucapan ibunya.

"Jayden, sampai kapan kamu mau hidup seperti ini terus? Mama khawatir."

"Khawatir kenapa sih, Mam? Jayden baik-baik saja, kok. Menikah itu bukan jaminan seseorang untuk meraih kebahagiaan."

"Tapi, Mama mau kamu punya keluarga, Jayden."

"Aku sudah cukup bahagia punya Mama sama Kaluna. Kalian berdua keluarga aku."

"Mama nggak akan selamanya ada di sini. Kaluna juga akan menemukan pasangannya. Apa kamu akan tetap keras kepala dan tidak mau membuka hati untuk mencari pendamping?" Tegur Amaya.

Wanita itu merasa tak tahan lagi dengan sikap putra sulungnya. Ia khawatir putranya benar-benar memutuskan untuk melajang selamanya karna trauma dengan pernikahan orang tuanya. Amaya benar-benar merasa bersalah. Perpisahannya dengan mantan suami ternyata memberi dampak yang luar biasa pada putranya.

Jayden sudah membuka mulut hendak memprotes teguran ibunya, saat mereka berdua mendengar bel pintu di apartemennya berbunyi.

"Siapa yang datang pagi-pagi begini?" Tanya Amaya lebih seperti gumaman. "Biar Mama yang buka pintu, kamu mandi sana. Sudah kesiangan," lanjutnya, sebelum ia melangkah pelan menuju pintu.

Kedua mata Amaya membelalak heran saat pintu itu terbuka, dan ia melihat seorang perempuan cantik berambut panjang yang mengenakan dress hitam selutut berbelahan dada rendah.

Gadis itu sama terkejutnya seperti Amaya, namun sesaat kemudian dia kembali bisa menguasai keadaan.

"Selamat pagi, Tante?" Sapanya dengan senyum super ramah. "Jayden ada?"

###

"Saya Merryana, Tante. Temannya Jayden."

"Teman ....?"

"Teman sekolahnya dulu."

"Ooh ...." Amaya manggut-manggut, dalam hatinya agak lega. Setidaknya, perempuan cantik nan seksi ini tidak punya hubungan khusus dengan putranya.

Melihat Merryana berpakaian, entah kenapa Amaya merasa tidak sreg. Kalau boleh meminta, dia akan lebih setuju kalau Jayden memilih perempuan santun seperti Brigita.

Dulu, Amaya sempat berharap Jayden bisa bersanding dengan Clareance. Meski gadis itu bekerja sebagai seorang model, tapi Rea tahu caranya berpakaian yang pantas.

Namun, sekarang Clareance sudah menemukan calon suami yang akan dia nikahi bulan depan, akhirnya Amaya berhenti berharap. Padahal, Rea adalah tipe menantu idamannya. Gadis itu sudah seperti putrinya sendiri.

"Jayden masih mandi. Kamu bisa duduk dan menunggu di sini. Saya buatkan minum."

"Eh, nggak perlu repot-repot, Tante."

Amaya tersenyum manis. "Enggak, kok," katanya, sambil berlalu meninggalkan ruang tamu minimalis di apartemen milik Jayden, yang di desain begitu apik dengan berbagai pajangan klasik yang membuat Merryana berdecak kagum.

Pria itu benar-benar tak pernah membuatnya kecewa. Apa pun yang berhubungan dengan Jayden, selalu membuatnya tertarik.

Usai membuatkan minuman untuk Merryana, Amaya duduk dan menemani gadis itu mengobrol. Sekilas, Merryana memang teman ngobrol yang menyenangkan. Namun, gestur tubuh dan ekspresi wajahnya tampak seperti perempuan penggoda. Amaya tidak menyukainya.

"Siapa, Mam?" Suara Jayden yang muncul dari balik pintu kamar yang terbuka lebar.

Pria itu berjalan acuh sambil mengancingkan lengan kemejanya. Saat langkahnya terhenti di ruang tamu, tatapannya langsung jatuh pada sosok perempuan yang sedang duduk manis di ruang tamunya.

"Merryana? Ngapain kamu di sini?"

Gadis cantik itu menarik sudut bibirnya dengan paksa agar membentuk senyum, meski dalam hati dia sungguh tersinggung dengan pertanyaan Jayden tadi.

Apa tidak ada pertanyaan lain yang lebih sopan untuknya?

Melihat suasana canggung di antara Jayden dan tamu tak diundang itu, akhirnya Amaya memutuskan untuk pergi.

"Hm, Mama ke belakang dulu, ya," katanya sambil menepuk pundak Jayden.

"Ada apa? Aku nggak punya banyak waktu," sinis Jayden melirik pergelangan tangannya untuk memeriksa arloji.

Merryana tidak langsung menjawab. Dengan gerakan anggun dan seksi, gadis itu menyilangkan sebelah kakinya hingga belahan dressnya terangkat naik. Memaparkan paha putih mulus tepat di hadapan Jayden.

"Tadi aku ke kantormu, tapi kamu nggak ada. Ya sudah, aku samperin kamu ke sini," sahutnya dengan suara sedikit manja.

"Ada keperluan apa kamu mencariku? Kupikir, urusan kita berdua sudah selesai waktu itu."

"Memang sudah selesai. Aku juga nggak berniat memperpanjang masalah dengan Clareance. Hanya saja ... aku masih ingin menemuimu secara personal."

Jayden mengernyit. "Maksud kamu?"

"Ya, mungkin kamu nggak tahu kalau setelah lulus sekolah, aku dikirim ke luar negeri untuk kuliah dan tinggal di sana selama bertahun-tahun. Setelah balik ke sini, aku merasa nggak punya seseorang untuk dijadikan teman. Aku lost contacts dengan mereka," bohongnya.

"Jadi, nggak ada salahnya kan kalau mulai sekarang kita berteman?"

"Sorry, Mer. Tapi, aku nggak punya waktu untuk itu. Cari saja pria lain yang bersedia menemanimu." Jayden bangkit dari duduk, lalu menatap gadis seksi itu dengan tatapan mengusir.

"Kamu benar-benar nggak berubah ya, Jayden. Masih angkuh seperti dulu," katanya sambil berdiri menghadap pria tampan yang menatapnya tanpa ekspresi.

"Oke, aku minta maaf kalau sudah mengganggu waktumu yang berharga. Kuharap lain waktu kita bisa bertemu lagi."

Jayden masih bergeming, sama sekali tak memperdulikan ucapan Merryana.

"Aku pamit pulang dulu, kapan-kapan aku mampir ke sini lagi," ucapnya sambil mengibas rambut panjangnya dengan penuh percaya diri.

Sesaat kemudian, Jayden bergerak maju. Pria itu menatap lekat-lekat dari atas sampai bawah, seperti sedang menilai. Lalu, wajahnya mendekat, membuat Merryana sedikit terkejut.

"Pakailah baju yang pantas sebelum bertamu ke rumah orang. Jangan mempermalukan dirimu sendiri."

###

Sore harinya, kedua orang tua Altan sudah menyiapkan makan malam untuk calon menantunya. Sengaja mereka mengundang Clareance karna beberapa hari ini tersebar berita tentang calon istri putranya itu di berbagai media.

Tentu saja Pedro Bagaskara tidak tinggal diam, dia tahu siapa Clareance. Putri tunggal seorang pengusaha kaya raya yang bagai berlian di matanya. Jujur, pria itu tidak begitu menyukai profesi Clareance sebagai model dan public figur. Karna pekerjaan itu membuat mereka sulit mempunyai privasi. Kalau bisa Pedro akan meminta Clareance meninggalkan dunia hiburan setelah gadis itu resmi menikah dengan putranya. Karna dia tidak ingin kehidupan rumah tangga Altan terlalu di sorot oleh media. Pedro khawatir hal itu akan berdampak buruk. Apalagi putranya di masa lalu yang sedikit memalukan, berbagai affair dengan perempuan dan juga sekretarisnya sendiri.

"Bersikaplah senormal mungkin. Aku tidak ingin membuat Rea tidak nyaman," ujar Pedro pada Yuta, istrinya.

"Kamu yakin menyuruhku bersikap normal?" Sahut wanita paruh baya berbadan kurus itu dengan senyum sinis. "Bukankah sikapku yang normal justru tidak pantas di lihat oleh orang lain."

Pedro menghela napas. Bibirnya mengerucut kesal.

"Apa lagi yang harus kulakukan? Apa aku perlu berkata jujur pada calon menantu kita, tentang perilaku Papa mertuanya, dan suasana di rumah ini?"

"Maksud kamu apa?"

"Kamu tahu maksudku, Pedro. Kamu paham dengan apa yang dibicarakan."

Pria itu menatap geram, lalu ia melangkah cepat mendekati istrinya dan mendorong wanita itu hingga tubuhnya terhempas hingga menabrak pintu kamar.

"Apa ini bagian situasi yang harus aku ceritakan pada Clareance? Apa dia juga harus tahu tentang berapa banyak wanita yang sudah berbagi ranjang dengan ayah mertuanya?"

"Tutup mulutmu, Yuta!" Pedro mendelik, sebelah tangannya mencengkeram leher istrinya. "Sekali saja kamu berani buka mulut, bisa kupastikan Altan tidak akan mendapatkan sepeserpun harta dariku. Aku akan mencoret namanya dari daftar ahli warisku!" Ancamannya keji.

Seketika Yuta terdiam. Selama ini dia bertahan semata-mata hanya untuk putranya. Dia tak mau kehilangan Altan seperti dia kehilangan Abram, putra pertamanya dulu.

Kalau suka dengan ceritanya, bisa kasih like dan ulasan, ya. Dukungan kalian cukup berarti untukku. Terima kasih ♡

Bersambung

1
EMBER/FIGHT
Hormat senior /Smirk/
Dewi_risman25: semoga suka dan menghibur, jangan sampai di skip/loncat babnya ya, selamat membaca 😊
total 1 replies
Dewi_risman25
Semoga Suka jangan di lompat-lompat baca Babnya ya, dan ikuti terus ceritanya hingga tamat 😘🙂
Renesme
Bagus ceritanya bisa menghibur 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!